materi teknik pemesinan
Jumat, 23 Maret 2012
Materi teknik pemesinan
Mengenal Proses Pemesinan
Proses pemesinan dengan menggunakan prinsip pemotongan
logam dibagi dalam tiga kelompok dasar, yaitu : proses pemotongan
dengan mesin pres, proses pemotongan konvensional dengan mesin
perkakas, dan proses pemotongan non konvensional. Proses
pemotongan dengan menggunakan mesin pres meliputi pengguntingan
(shearing), pengepresan (pressing) dan penarikan (drawing, elongating).
Proses pemotongan konvensional dengan mesin perkakas meliputi
proses bubut (turning), proses frais (milling), dan sekrap (shaping).
Proses pemotongan non konvensional contohnya dengan mesin EDM
(Electrical Discharge Machining) dan wire cutting.
Proses pemotongan logam ini biasanya disebut proses
pemesinan, yang dilakukan dengan cara membuang bagian benda kerja
yang tidak digunakan menjadi beram (chips), sehingga terbentuk benda
kerja. Dari semua prinsip pemotongan di atas pada buku ini akan dibahas
tentang proses pemesinan dengan menggunakan mesin perkakas.
Proses pemesinan adalah proses yang paling banyak dilakukan
untuk menghasilkan suatu produk jadi yang berbahan baku logam.
Diperkirakan sekitar 60% sampai 80% dari seluruh proses pembuatan
komponen mesin yang komplit dilakukan dengan proses pemesinan.
1. Klasifikasi Proses Pemesinan
Proses pemesinan dilakukan dengan cara memotong bagian
benda kerja yang tidak digunakan dengan menggunakan pahat (cutting
Teknik Pemesinan 36
tool), sehingga terbentuk permukaan benda kerja menjadi komponen
yang dikehendaki. Pahat yang digunakan pada satu jenis mesin perkakas
akan bergerak dengan gerakan yang relatif tertentu (berputar atau
bergeser) disesuaikan dengan bentuk benda kerja yang akan dibuat.
Pahat, dapat diklasifikasikan sebagai pahat bermata potong
tunggal (single point cutting tool) dan pahat bermata potong jamak
(multiple point cutting tool). Pahat dapat melakukan gerak potong (cutting)
dan gerak makan (feeding). Proses pemesinan dapat diklasifikasikan
dalam dua klasifikasi besar yaitu proses pemesinan untuk membentuk
benda kerja silindris atau konis dengan benda kerja/pahat berputar, dan
proses pemesinan untuk membentuk benda kerja permukaan datar tanpa
memutar benda kerja. Klasifikasi yang pertama meliputi proses bubut dan
variasi proses yang dilakukan dengan menggunakan mesin bubut, mesin
gurdi (drilling machine), mesin frais (milling machine), mesin gerinda
(grinding machine). Klasifikasi kedua meliputi proses sekrap (shaping,
planing), proses slot (sloting), proses menggergaji (sawing), dan proses
pemotongan roda gigi (gear cutting). Beberapa proses pemesinan
tersebut ditampilkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2 9. Beberapa proses pemesinan : Bubut (Turning/Lathe),
Frais (Milling), Sekrap (Planning, Shaping), Gurdi
(Drilling), Gerinda (Grinding), Bor (Boring),
Pelubang (Punching Press), Gerinda Permukaan
(Surface Grinding).
Teknik Pemesinan 37
2. Pembentukan Beram (Chips Formation) pada Proses
Pemesinan
Karena pentingnya proses pemesinan pada semua industri, maka
teori pemesinan dipelajari secara luas dan mendalam sejak lama,
terutama terjadinya proses penyayatan sehingga terbentuk beram.
Proses terbentuknya beram adalah sama untuk hampir semua proses
pemesinan, dan telah diteliti untuk menemukan bentuk yang mendekati
ideal, berapa kecepatan (speed), gerak makan (feed), dan parameter
yang lain, yang di masa yang lalu diperoleh dengan perkiraan oleh para
ahli dan operator proses pemesinan.
Dengan diterapkannya CNC (Computer Numerically Controlled)
pada mesin perkakas, maka produksi elemen mesin menjadi sangat
cepat, sehingga menjadi sangat penting untuk menemukan perhitungan
otomatis guna menentukan kecepatan dan gerak makan. Informasi
singkat berikut akan menjelaskan tentang beberapa aspek penting proses
pembentukan beram dalam proses pemesinan. Alasan-alasan bahwa
proses pembentukan beram adalah sulit untuk dianalisa dan diketahui
karakteristiknya diringkas sebagai berikut :
Laju regangan (strain rate) yang terjadi saat pembentukan sangat
tinggi dibandingkan dengan proses pembentukan yang lain.
Proses pembentukan beram tergantung pada bahan benda kerja,
temperatur benda kerja, cairan pendingin, dan sebagainya.
Proses pembentukan beram juga tergantung pada material pahat,
temperatur pahat, dan getaran pahat.
Proses pembentukan beram sangat dipengaruhi oleh bentuk pahat
(cutting tool).
Untuk semua jenis proses pemesinan termasuk gerinda, honing,
lapping, planing, bubut, atau frais, fenomena pembentukan beram pada
satu titik bertemunya pahat dengan benda kerja adalah mirip. Pada
Gambar 2.10. dan Gambar 2.11. dijelaskan tentang kategori dari jenisjenis
beram :
Teknik Pemesinan 38
Gambar 2 10. Jenis-jenis dan bentuk beram proses pemesinan pada
saat mulai terbentuk.
Gambar 2 11. Beberapa bentuk beram hasil proses pemesinan : beram
lurus (straight), beram tidak teratur (snarling), helix tak terhingga
(infinite helix), melingkar penuh (full turns), setengah melingkar (half
turns), dan kecil (tight).
Gambar 2.12. di bawah ini memberikan penjelasan tentang teori
terbentuknya beram pada proses pemesinan. Agar mudah dimengerti,
maka digunakan gambar dua dimensi untuk menjelaskan geometri dasar
dari terbentuknya beram.
Teknik Pemesinan 39
Gambar 2 12. dua dimensi terbentuknya beram (chips).
Material benda kerja di depan pahat dengan cepat melengkung ke
atas dan tertekan pada bidang geser yang sempit (di Gambar 2.12.
terlihat sebagai garis tebal) . Untuk mempermudah analisis, daerah geser
tersebut disederhanakan menjadi sebuah bidang. Ketika pahat bergerak
maju, material di depannya bergeser pada bidang geser tersebut. Apabila
materialnya ulet, retakan tidak akan muncul dan beram akan berbentuk
pita kontinyu. Apabila material rapuh, beram secara periodik retak dan
menghasilkan beram berbentuk kecil-kecil. Apabila hasil deformasi pada
bidang geser terdorong material yang berikutnya, maka beram tersebut
lepas. Seperti pada diagram tegangan regangan logam, deformasi elastis
akan diikuti deformasi plastis, kemudian bahan pada akhirnya luluh akibat
geser.
Gambar 2.13. berikut menjelaskan tentang daerah pemotongan
yang digambarkan dengan garis-garis arusnya. Ketika bahan benda kerja
bergerak dari material yang utuh ke daerah geser, kemudian terpotong,
dan selanjutnya menjadi beram.
bidang
Teknik Pemesinan 40
Gambar 2 13. Gambar skematis terbentuknya beram yang
dianalogikan dengan pergeseran setumpuk kartu.
Gambar 2 14. Pengerjaan logam dengan mesin bubut
C. Mengenal Proses Pengerjaan Panas
Guna membentuk logam menjadi bentuk yang lebih bermanfaat,
biasanya dibutuhkan proses pengerjaan mekanik di mana logam tersebut
akan mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk. Salah satu
pengerjaan itu adalah pengerjaan panas. Pada proses ini hanya
memerlukam daya deformasi yang rendah dan perubahan sifat mekanik
yang terjadi juga kecil. Pengerjaan panas logam dilakukan di atas suhu
rekristalisasi atau di atas daerah pengerasan kerja. Pada waktu proses
pengerjaan panas berlangsung, logam berada dalam keadaan plastik dan
mudah di bentuk oleh tekanan. Proses ini juga mempunyai keuntungankeuntungan
antara lain: (a) Porositas dalam logam dapat dikurangi, (b)
Ketidakmurnian dalam bentuk inklusi terpecah-pecah dan tersebar dalam
logam, (c) Butir yang kasar dan berbentuk kolom diperhalus, ((d) Sifat Teknik Pemesinan sifat fisik meningkat, (e) Jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengubah
bentuk logam dalam keadaan plastik lebih rendah.
Namun demikian, pada proses pengerjaan ini juga ada kerugiannya,
yaitu pada suhu yang tinggi terjadi oksidasi dan pembentukan kerak pada
permukaan logam sehingga penyelesaian permukaan tidak bagus. Hal itu
akan berakibat pada toleransi dari benda tersebut menjadi tidak ketat.
Proses pengerjaan panas logam ini ada bermacam-macam, antara
lain:
1. Pengerolan (Rolling)
Batangan baja yang membara, diubah bentuknya menjadi produk
berguna melalui pengerolan.
Gambar 2 15. Mesin pengerollan (rolling)
Salah satu akibat dari proses dari pengolahan adalah penghalusan
butir yang disebabkan rekristalisasi. Struktur yang kasar, kembali menjadi
struktur memanjang akibat pengaruh penggilingan.
Pada proses pengerolan suatu logam, ketebalan logam mengalami
deformasi terbanyak. Adapun lebarnya hanya bertambah sedikit. Pada
operasi pengerolan, keseragaman suhu sangat penting karena
berpengaruh pada aliran logam dan plastisitas. Proses pengerjaan panas
dengan pengerolan ini biasanya digunakan untuk membuat rel, bentuk
profil, pelat, dan batang.
2. Penempaan (Forging)
Proses penempaan ini ada berbagai jenis, di antaranya penempaan
palu, penempaan timpa, penempaan upset, penempaan tekan, dan
penempaan rol. Salah satu akibat dari proses pengolahan adalah
penghalusan butir yang disebabkan rekristalisasi. Struktur yang kasar,
kembali menjadi struktur memanjang akibat pengaruh penggilingan.
Teknik Pemesinan 42
D. Mengenal Proses Mesin Konversi Energi
3. Pengertian Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Energi bersifat
abstrak yang sukar dibuktikan tetapi dapat dirasakan adanya. Menurut
hukum Termodinamika Pertama, energi bersifat kekal. Energi tidak dapat
diciptakan dan tidak dapat dimusnakan, tetapi dapat berubah bentuk
(konversi) dari bentuk energi yang satu ke bentuk energi yang lain.
Sebagai contoh pada proses pembakaran pada mesin mobil/motor
(sistem motor pembakaran dalam), bensin satu liter dikonversi menjadi
kerja yang berhasil guna tinggi, yakni menjadi energi gerak/mekanik pada
mobil/motor, sehingga dapat memindahkan manusia/barang dari suatu
tempat ke tempat lain. Dalam hal ini bensin satu liter memiliki energi
dalam yang siap dirubah menjadi kerja yang berguna (availabilitas). enga
kata lain availabilitas adalah kemampuan sistem untuk menghasilkan
kerja yang berguna.
4. Macam-Macam Energi
a. Energi Mekanik
Energi meknik merupakan energi gerak, misal turbin air akan
mengubah energi potensial menjadi energi mekanik untuk memutar
generator listrik.
b. Energi Potensial
Merupakan energi karena posisinya di tempat yang tinggi. Contohnya
air waduk di pegunungan dapat dikonversi menjadi energi mekanik untuk
memutar turbin selanjutnya dikonversi lagi menjadi energi listrik.
c. Energi Listrik
Energi Listrik adalah energi yang berkaitan dengan arus elektron,
dinyatakan dalam Watt-jam atau kilo Watt-jam. Arus listrik akan mengalir
bila penghantar listrik dilewatkan pada medan magnet. Bentuk transisinya
adalah aliran elektron melalui konduktor jenis tertentu. Energi listrik dapat
disimpan sebagai energi medan elektrostatis yang merupakan energi
yang berkaitan dengan medan listrik yang dihasilkan oleh
terakumulasinya muatan elektron pada pelat-pelat kapasitor.
Teknik Pemesinan 43
Gambar 2 16. PLTA, konversi energi dari energi potensial, energi
mekanik, dan energi listrik
d. Energi Elektromagnetik
Energi elektromagnetik merupakan bentuk energi yang berkaitan
dengan radiasi elektromagnetik. Energi radiasi dinyatakan dalam satuan
energi yang sangat kecil, yakni elektron volt (eV) atau mega elektro volt
(MeV), yang juga digunakan dalam evaluasi energi nuklir.
e. Energi Kimia
Energi kimia merupakan energi yang keluar sebagai hasil interaksi
elektron di mana dua atau lebih atom/molekul berkombinasi sehingga
menghasilkan senyawa kimia yang stabil. Energi kimia hanya dapat
terjadi dalam bentuk energi tersimpan. Bila energi dilepas dalam suatu
reaksi maka reaksinya disebut reaksi eksotermis yang dinyatakan dalam
kJ, Btu, atau kKal. Bila dalam reaksi kimia energinya terserap maka
disebut dengan reaksi endodermis. Sumber energi bahan bakar yang
sangat penting bagi manusia adalah reaksi kimia eksotermis yang pada
umumnya disebut reaksi pembakaran. Reaksi pembakaran melibatkan
oksidasi dari bahan bakar fosil.
Teknik Pemesinan 44
Gambar 2 17. Accu sebagai bentuk energi kimia
f. Energi Nuklir
Energi Nuklir adalah energi dalam bentuk energi tersimpan yang
dapat dilepas akibat interaksi partikel dengan atau di dalam inti atom.
Energi ini dilepas sebagai hasil usaha partikel-partikel untuk memperoleh
kondisi yang lebih stabil. Satuan yang digunakan adalah juta elektron
reaksi. Pada reaksi nuklir dapat terjadi peluluhan radioaktif, fisi, dan fusi.
Gambar 2 18. Salah satu reaktor nuklir
g. Energi Termal
Energi termal merupakan bentuk energi dasar di mana dalam kata
lain adalah semua energi yang dapat dikonversikan secara penuh
menjadi energi panas. Sebaliknya, pengonversian dari energi termal ke
energi lain dibatasi oleh hukum Termodinamika II. Bentuk energi transisi
dan energi termal adalah energi panas, dapat pula dalam bentuk energi
tersimpan sebagai kalor ”laten” atau kalor “sensible” yang berupa entalpi.
Teknik Pemesinan 45
Gambar 2 19. Mesin konversi dari panas ke uap
h. Energi Angin
Energi angin merupakan energi yang tidak akan habis, material
utama berupa angin dengan kecepatan tertentu yang mengenai turbin
angin sehingga menjadi gerak mekanik dan listrik.
Gambar 2 20. Pemanfaatan energi angin
5. Klasifikasi Mesin-Mesin Konversi Energi
Mesin-mesin konversi energi secara sederhana dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu mesin konversi energi konvensional dan mesin energi
konversi non-konvensional. Mesin konversi energi konvensional
umumnya menggunakan sumber energi konvensional yang tidak terbarui,
kecuali turbin hidropower, dan umumnya dapat diklasifikasikan menjadi
motor pembakaran dalam, motor pembakaran luar, mesin-mesin fluida,
dan mesin pendingin dan pengkondisian udara. Mesin konversi energi
non-konvensial umumya menggunakan energi yang dapat diperbarui,
kecuali mesin energi konvensi berbahan dasar nuklir.
Teknik Pemesinan 46
a. Motor pembakaran dalam
Motor pembakaran dalam dikembangkan oleh Motos Otto, atau Beau
de Roches merupakan mesin pengonvesi energi tak langsung, yaitu dari
energi bahan bakar menjadi energi panas dan kemudian baru menjadi
energi mekanis. Energi kimia bahan bakar tidak dikonversikan langsung
menjadi energi mekanis. Bahan bakar standar motor bensin adalah
isooktan (C8H18). Efisiensi pengonversian energinya berkisar 30% (t
±30%). Hal ini karena kerugian 50% (panas, gesek/mekanis, dan
pembakaran tak-sempurna).
Sistem siklus kerja motor bensin dibedakan atas motor bensin dua
langkah (two stroke), dan empat langkah (four stroke).
1) Motor Bensin Dua Langkah
Motor bensin dua langkah adalah motor yang pada dua langkah
torak/piston (satu putaran engkol) sempurna akan menghasilkan satu
langkah kerja.
a) Langkah kompresi dimulai dengan penutupan saluran masuk dan
keluar kemudian menekan isi silinder dan di bagian bawah, piston
menghisap campuran bahan bakar udara bersih ke dalam rumah
engkol. Bila piston mencapai titik mati atas, pembakaran dimulai.
b) Langkah kerja atau ekspansi, dimuliai ketika piston bergerak
mencapai titik tertentu sebelum titik mati atas busi memercikan
bunga api, terjadilah kerja. Pada awalnya saluran buang dan saluran
masuk terbuka. Sebagian besar gas yang terbakar keluar silinder
dalam proses exhaust blowdown. Ketika saluran masuk terbuka,
campuran bahan bakar dan udara bersih tertekan di dalam rumah
engkol, mengalir ke dalam silinder. Piston dan saluran-saluran
umumnya dibentuk membelokan campuran yang masuk langsung
menuju saluran buang dan juga ditunjukkan untuk mendapatkan
pembilasan gas residu secara efektif. Setiap siklus mesin dengan
satu langkah tenaga diselesaikan dalam satu kali putaran poros
engkol. Namun sulit untuk mengisi secara penuh volume langkah
dengan campuran bersih, dan sebagian darinya mengalir langsung
ke luar silinder selama langkah bilas.
2) Motor Bensin Empat Langkah
Motor bensin empat langkah adalah motor yang pada setiap empat
langkah torak/piston (dua putaran engkol) sempurna menghasilkan satu
tenaga kerja (satu langkah kerja).
Teknik Pemesinan 47
Gambar 2 21. Siklus motor bensin 4 langkah
a) Langkah pemasukan dimulai dengan katup masuk terbuka, piston
bergerak dari titik mati atas dan berakhir ketika piston mencapai
titik mati bawah. Udara dan bahan bakar terhisap ke dalam
silinder. Langkah ini berakhir hingga katup masuk menutup,
b) Langkah kompresi, diawali ketika kedua katup tertutup dan
campuran di dalam silinder terkompresi sebagian kecil dari
volume awalnya. Sesaat sebelum akhir langkah kompresi,
pembakaran dimulai dan tekanan silinder naik lebih cepat.
c) Langkah kerja, atau langkah ekspansi, yang dimulai saat piston
hampir mencapai titik mati atas dan berakhir sekitar 45o sebelum
titik mati bawah. Gas bertekanan tinggi menekan piston turun dan
memaksa engkol berputar. Ketika piston mencapai titik mati
bawah, katup buang terbuka untuk memulai proses pembuangan
dan menurunkan tekanan silinder hingga mendekati tekanan
pembuangan.
d) Langkah pembuangan, dimulai ketika piston mencapai titik mati
bawah. Ketika katup buang membuka, piston mendorong keluar
sisa gas pembakaran hingga piston mencapai titik mati atas. Bila
piston mencapai titik mati atas, katup masuk membuka, katup
buang tertutup, demikian seterusnya..
e) Perhitungan daya motor didasarkan pada dimensi mesin, antara
lain:
Daya efektif:
a
D S L Pe n
Ne
60.75.
. . .
4
2
Daya indikatif:
a
D S L Pi n
Ni
60.75.
. . .
4
2
Teknik Pemesinan 48
di mana D : diameter silinder (cm2)
L : panjang langkah torak (m)
i : jumlah silinder
Pe : tekanan efek rata-rata (kgf/cm2)
Pi : tekanan indikatif rata-rata (kgf/cm2)
n : putaran mesin (rpm)
a : - dua langkah a=1
- empat langkah a=2
b. Turbin
Turbin adalah mesin penggerak, di mana energi fluida kerja
dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin. Jadi, berbeda dengan
yang terjadi pada mesin torak, pada turbin tidak terdapat bagian mesin
yang bergerak translasi. Bagian berputar dinamai stator atau rumah
turbin. Roda turbin terletak di dalam rumah turbin dan roda turbin
memutar poros daya yang menggerakkan atau memutar bebannya
(generator listrik, pompa, kompresor, baling-baling atau mesin lainnya). Di
dalam turbin fluida kerja mengalami proses ekspansi, yaitu proses
penurunan tekanan, dan mengalir secara kontinu. Fluida kerjanya dapat
berupa air, uap air, atau gas.
Gambar 2 22. Turbin air
Turbin dilengkapi dengan sudu-sudu. Pada roda turbin terdapat
sudu dan fluida kerja akan mengalir melalui ruang di antara sudu
tersebut. Apabila kemudian ternyata bahwa roda turbin dapat berputar,
maka akan timbul gaya yang bekerja pada sudu. Gaya tersebut timbul
karena terjadinya perubahan momentum dari fluida kerja yang mengalir di
Teknik Pemesinan 49
antara sudu. Jadi, sudu turbin haruslah dibentuk sedemikian rupa
sehingga dapat terjadi perubahan momentum pada fluida kerja tersebut.
Gambar 2 23. Sebuah sistem turbin gas
Teknik Pemesinan 50
BAB 3
MEREALISASI KERJA
YANG AMAN
Teknik Pemesinan 51
A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
elalu ada resiko kegagalan (risk of failures) pada setiap
proses/aktivitas pekerjaan. Dan saat kecelakaan kerja (work
accident) terjadi, seberapa pun kecilnya, akan mengakibatkan efek
kerugian (loss). Karena itu sedapat mungkin dan sedini mungkin,
kecelakaan/potensi kecelakaan kerja harus dicegah/dihilangkan, atau
setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah
keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara
serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial
dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan.
Adapun tujuan penanganan K3 adalah agar pekerja dapat
nyaman, sehat dan selamat selama bekerja, sebagaimana digambarkan
dalam bagan berikut :
Tujuan
nyaman, sehat, & selamat
Proses Produksi
Tempat kerja
Input
Lingkungan kerja
Prosedur kerja
Output,produk
Outcomes,
impak, nss,
sadar, peka
Gambar 3 1. Hubungan antar variabel pada sistem keselamatan kerja.
S
Teknik Pemesinan 52
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan (fatigue)
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak
aman (unsafe working condition)
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai
penyebab awalnya (pre-cause) adalah kurangnya training
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri
5. Hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kecelakaan kerja
menjadi fokus bahasan yang cukup menarik dan membutuhkan
perhatian tersendiri. Kecepatan kerja (paced work), pekerjaan yang
dilakukan secara berulang (short-cycle repetitive work), pekerjaanpekerjaan
yang harus diawali dengan "pemanasan prosedural",
beban kerja (workload), dan lamanya sebuah pekerjaan dilakukan
(workhours) adalah beberapa karakteristik pekerjaan yang dimaksud.
Penyebab-penyebab di atas bisa terjadi secara tunggal, simultan,
maupun dalam sebuah rangkain sebab-akibat (cause consequences
chain). Jika kecelakaan terjadi maka akan sangat mempengauhi
produktivitas kerja.
1. Manajemen Bahaya
Aktivitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan
segala sesuatu yang ada di tempat kerja/berhubungan dengan pekerjaan
yang menjadi/berpotensi menjadi sumber kecelakaan/cedera/penyakit
dan kematian disebut dengan Bahaya/Resiko.
Secara garis besar, bahaya/resiko dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu :
1. Bahaya/resiko lingkungan
Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang
kerja, suhu, kualitas udara, kebisingan, panas/termal, cahaya dan
pencahayaan. dll.
2. Bahaya/resiko pekerjaan/tugas
Misalnya : pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual,
peralatan dan perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor
ergonomi, bahan/material, Peraturan Pemerintah RI No.: 74 Tahun
2001, tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dll.
3. Bahaya/resiko manusia
Kejahatan di tempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerjaan itu
sendiri yang berbahaya, umur pekerja, Personal Protective
Equipment, kelelahan dan stress dalam pekerjaan, pelatihan, dsb.
Berdasarkan "derajad keparahannya", bahaya-bahaya di atas dibagi
ke dalam empat kelas, yaitu :
Teknik Pemesinan 53
a. Extreme risk
b. High risk
c. Moderate risk
d. Low risk
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima
prinsip pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara
bertingkat/bersama-sama untuk mengurangi/menghilangkan tingkat
bahaya, yaitu :
1. Penggantian/substitution, juga dikenal sebagai engineering control
2. Pemisahan/separation
a. Pemisahan fisik/physical separation
b. Pemisahan waktu/time separation
c. Pemisahan jarak/distance separation
3. Ventilasi/ ventilation
4. Pengendalian administratif/administrative controls
5. Perlengkapan perlindungan personnel/Personnel Protective
Equipment (PPE).
Ada tiga tahap penting (critical stages) di mana kelima prinsip
tersebut sebaiknya diimplementasikan, yaitu :
1. Pada saat pekerjaan dan fasilitas kerja sedang dirancang
2. Pada saat prosedur operasional sedang dibuat
3. Pada saat perlengkapan/peralatan kerja dibeli.
Teknik Pemesinan 54
Beberapa kata kunci yang saling berkaitan dalam penanganan
masalah keselamatan kerja, termasuk bagaimana prinsip pengendalian
kecelakaan kerja dilakukan, digambarkan melalui bagan berikut :
HERS (health, environment, risk, safety)
……..key word
Health
exam
OHS
analysis
Environt
analysis
Desain
develop
Simplific
ation-
SOP
Change,
modificate
substitue
Eliminate,
reduction,
condition
Isolation,
protection
Ventilate,
dilution
Sanitati
on
Combine lightin’
Coordintion
Education
promotion
SMK3
HERSMIS
HERS
oriented,
preventive,
anticipate
Ergonomic
job hazard
analysis
Gambar 3 2. Saling keterkaitan kata kunci dalam penanganan masalah.
2. Pengendalian Bahaya Kebisingan (Noise)
Kebisingan sampai pada tingkat tertentu bisa menimbulkan
gangguan pada fungsi pendengaran manusia. Resiko terbesar adalah
hilangnya pendengaran (hearing loss) secara permanen. Dan jika resiko
ini terjadi (biasanya secara medis sudah tidak dapat diatasi/"diobati").
sudah barang tentu akan mengurangi efisiensi pekerjaan si penderita
secara signifikan.
Secara umum dampak kebisingan bisa dikelompokkan dalam dua
kelompok besar, yaitu :
1. Dampak auditorial (Auditory effects)
2. Dampak ini berhubungan langsung dengan fungsi (perangkat keras)
pendengaran, seperti hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran,
suara dering/berfrekuensi tinggi dalam telinga.
3. Dampak non-auditorial (Non-auditory effects)
4. Dampak ini bersifat psikologis, seperti gangguan cara berkomunikasi,
kebingungan, stress, dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah
keamanan kerja.
Teknik Pemesinan 55
Berikut ini adalah beberapa tingkat kebisingan beberapa sumber
suara yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk menilai tingkat keamanan
kerja :
1. Percakapan biasa (45-60 dB)
2. Bor listrik (88-98 dB)
3. Suara anak ayam (di peternakan) (105 dB)
4. Gergaji mesin (110-115 dB)
5. Musik rock (metal) (115 dB)
6. Sirene ambulans (120 dB)
7. Teriakan awal seseorang yang menjerit kesakitan (140 dB)
8. Pesawat terbang jet (140 dB).
Sedangkan jenis industri, tempat kebisingan bisa menjadi sumber
bahaya yang potensial bagi pekerja antara lain :
1. Industri perkayuan (wood working & wood processing)
2. Pekerjaan pemipaan (plumbing)
3. Pertambangan batu bara dan berbagai jenis pertambangan logam.
Catatan :
Lingkungan dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dB
atau kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus
menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dB selama lebih dari 8
jam tergolong sebagai high level of noise related risks.
Formula NIOSH (National Institute of Occupational Safety &
Health) untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi
seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat
kebisingan tidak aman adalah sebagai berikut :
2(L 85)/3
T 480
Di mana :
T = waktu maksimum pekerja boleh berhadapan dengan tingkat
kebisingan (dalam menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rate
Bandingkan formula yang telah ditetapkan oleh NIOSH tersebut
dengan formula yang masih biasa digunakan, yakni :
2(L 90)/5
T 8
Teknik Pemesinan 56
Di mana :
T = waktu maksimum pekerja boleh berhadapan dengan tingkat
kebisingan (dalam jam)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
5 = exchange rate
Seringkali seseorang mengira dirinya telah berhasil “beradaptasi”
dengan lingkungan yang bising manakala tidak merasa terganggu
lagi dengan “tingkat kebisingan” yang pada awalnya sangat
mengganggu dirinya. Jika hal yang sama terjadi pada anda, HATIHATI
! Mungkin fungsi pendengaran anda mulai terganggu.......
Indikator adanya (potensi) gangguan kebisingan beresiko tinggi di
antaranya :
1. Terdengarnya suara-suara dering/berfrekuensi tinggi di telinga
2. Volume suara yang makin keras pada saat harus berbicara dengan
orang lain
3. “Mengeraskan” sumber suara hingga tingkatan tertentu yang
dianggap oleh seseorang sebagai kebisingan.
Implementasi prinsip-prinsip pengendalian bahaya untuk resiko
yang disebabkan oleh kebisingan :
1. Penggantian (substitution)
Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat
kebisingan yang lebih rendah
Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang
lebih rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya
pengelasan digunakan sebagai penggantian proses riveting.
Catatan :
o Pertimbangan-pertimbangan teknis, seperti “welder qualification”,
welding equipment, termasuk analisis kekuatan struktur harus
benar-benar diperhatikan (re-calculation).
o Selalu ada resiko-resiko baru yang berhubungan dengan
pekerjaan baru (welding), misalnya: resiko karena adanya
penggunaan tenaga listrik, panas (high temperature), dan radiasi
cahaya.
Karena itu perlu juga dikembangkan prosedur-prosedur baru
(prinsip pengendalian administratif) untuk membantu proses
minimisasi resiko kerja.
Teknik Pemesinan 57
Gambar 3 3. Contoh penggantian pada teknik penyambungan logam.
Modifikasi “tempat” mesin, seperti pemberian dudukan mesin
dengan material-material yang memiliki koefisien redaman
getaran lebih tinggi.
Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang
kerja.
Gambar 3 4. Pemasangan peredam akustik.
2. Pemisahan (separation)
1) Pemisahan fisik (physical separation)
Memindahkan mesin (sumber kebisingan) ke tempat yang
lebih jauh dari pekerja
2) Pemisahan waktu (time separation)
Mengurangi lamanya waktu yang harus dialami oleh seorang
pekerja untuk “berhadapan” dengan kebisingan. Rotasi
pekerjaan dan pengaturan jam kerja termasuk dua cara yang
biasa digunakan.
3. Perlengkapan perlindungan personnel (personnel protective
equipment/PPE)
Penggunaan earplug dan earmuffs
Teknik Pemesinan 58
Gambar 3 5. Perlengkapan perlindungan personel.
4. Pengendalian administratif (administrative controls)
Larangan memasuki kawasan dengan tingkat kebisingan tinggi
tanpa alat pengaman.
Peringatan untuk terus mengenakan PPE selama berada di dalam
tempat dengan tingkat kebisingan tinggi.
Ingat! Tidak ada jaminan bahwa semua tindakan terbebas dari
resiko! Begitu sebuah resiko teridentifikasi, harus segera diambil
tindakan penanggulangan.
1. Pencahayaan
Pencahayaan yang baik pada tempat kerja memungkinkan para
pekerja melihat objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Selain
itu pencahayaan yang memadai akan memberikan kesan yang lebih baik
dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Sebaliknya, pencahayaan
yang buruk dapat menimbulkan berbagai akibat, antara lain :
1. Kelelahan mata sehingga berkurang daya dan efisiensi kerja
2. Kelelahan mental
3. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata
4. Kerusakan penglihatan
5. Meningkatnya kecelakaan kerja.
Pencegahan kelelahan akibat pencahayaan yang kurang
memadai dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :
1. Perbaikan kontras : dengan memilih latar penglihatan yang tepat
2. Meninggikan penerangan : menambah jumlah dan meletakkan
penerangan pada daerah kerja
3. Pemindahan tenaga kerja : pekerja muda pada shift malam.
Beberapa kata kunci dalam upaya perbaikan pencahayaan di
tempat kerja secara detil dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Optimalkan pencahayaan alami
1) Mengapa ?
Teknik Pemesinan 59
a) Cahaya alami adalah yang terbaik dan merupakan sumber
cahaya yang murah, sehingga akan menghemat biaya.
b) Pemerataan cahaya dalam tempat kerja dapat ditingkatkan
melalui cahaya alami, hal ini terbukti dapat meningkatkan
efisisiensi dan kenyamanan pekerja.
c) Penggunaan cahaya alamiah merupakan gerakan ramah
lingkungan.
2) Bagaimana caranya ?
a) Bersihkan jendela dan pindahkan sekat yang menghalangi
cahaya alamiah.
b) Ubah tempat kerja atau lokasi mesin agar dapat lebih banyak
terkena cahaya alamiah.
c) Perluas atau pertinggi jendela agar makin banyak cahaya
alamiah yang masuk.
d) Sendirikan saklar lampu pada tempat dekat jendela agar dapat
dimatikan bila cahaya alamiahnya terang.
e) Pasang genting transparan untuk menambah cahaya alamiah.
3) Petunjuk penting :
a) Gabungkan cahaya alamiah dengan cahaya buatan untuk
meningkatkan pencahayaan tempat kerja.
b) Cermatilah : jendela dan genting kaca akan menyebabkan
cuaca panas di musim panas, atau cuaca dingin di musim
dingin.
c) Di musim panas cegah bukaan jendela dari sinar matahari
langsung.
Gunakan warna cerah pada dinding dan langit-langit
1) Mengapa ?
a) Perbedaan warna akan memberikan perbedaan pantulan.
Pantulan terbesar pada warna putih (90%), terendah pada
warna hitam.
b) Dinding dan langit-langit yang cerah akan menghemat energi
karena dengan sedikit cahaya dapat meningkatkan
penerangan kamar.
c) Dinding dan langit-langit yang cerah akan membuat ruangan
menjadi nyaman, sehingga kondusif untuk bekerja efisien.
d) Permukaan warna cerah penting dalam pekerjaan teliti dan
pemeriksaan
2) Bagaimana caranya ?
a) Untuk mendapatkan pantulan sempurna gunakan warna
paling cerah (mis. putih = 80-90% pantulan) untuk langit-langit
dan warna muda (50-85% pantulan) untuk dinding.
b) Hindari perbedaan kecerahan antara dinding dan langit-langit.
c) Jangan gunakan bahan/cat mengkilap agar tidak menyilaukan.
d) Atur agar langit-langit dan tata lampu dapat saling memantul
sehingga pencahayaan makin merata.
Teknik Pemesinan 60
3) Petunjuk penting :
a) Bersihkan dinding dan langit-langit secara teratur, karena
debu akan menyerap banyak cahaya.
b) Bagian atas lampu yang terbuka bukan hanya memberikan
pantulan dari langit-langit, tetapi juga memberikan
pencahayaan yang merata serta mencegah bertumpuknya
kotoran.
c) Warna cerah dinding dan langit-langit membuat lingkungan
kerja menjadi nyaman dan efektif.
Terangi lorong, tangga, turunan, dll.
1) Mengapa ?
a) Tempat gelap menyebabkan kecelakaan, apalagi pada
pemindahan barang-barang.
b) Tangga, balik pintu dan gudang cenderung terlindung dan
gelap karena tidak terjangkau sinar matahari, sehingga perlu
perhatian pada daerah ini.
c) Penerangan yang memadai pada tempat-tempat ini akan
mencegah kerusakan bahan dan produk.
2) Bagaimana caranya ?
a) Bersihkan jendela dan pasang lampu.
b) Pindahkan sekat yang menghalangi sinar masuk.
c) Pindahkan lampu agar makin terang.
d) Usahakan cahaya alamiah dengan membuka pintu atau
memasang jendela dan genting kaca.
e) Tempatkan saklar dekat pintu masuk/keluar lorong dan
tangga.
f) Gunakan warna cerah pada tangga agar nampak jelas.
3) Petunjuk penting :
a) Tata lampu adalah bagian penting dalam pemeriksaan berkala
dan program pemeliharaan.
b) Penerangan pada lorong, tangga dan gudang boleh jadi
kurang daripada di ruang produksi, tetapi hal ini penting bagi
keselamatan transportasi dan perpindahan orang/barang.
c) Pasang saklar otomatis bila tangga, lorong dan gudang
digunakan secara teratur, atau jika tiba-tiba mati dapat
menimbulkan kecelakaan.
d) Penerangan yang baik pada lorong dan tangga mencegah
kecelakaan pekerja dan tamu, mengurangi kerusakan produk
dan meningkatkan citra perusahaan.
Pencahayaan merata mengurangi perubahan cahaya
1) Mengapa ?
a) Perubahan pandangan dari terang ke gelap memerlukan
adaptasi mata dan membutuhkan waktu serta menimbulkan
kelelahan.
Teknik Pemesinan 61
b) Bekerja menjadi lebih nyaman dan efisien pada ruangan
dengan variasi penerangan kecil.
c) Penting untuk mencegah kelap-kelip, karena melelahkan
mata.
d) Bayangan pada permukaan benda kerja menyebabkan hasil
kerja buruk, produktifitas rendah, gangguan & kelelahan mata,
dan kecelakaan.
2) Bagaimana caranya ?
a) Hilangkan kap, karena tidak ekonomis dan mengurangi
terangnya ruang kerja.
b) Pertimbangkan untuk mengubah ketinggian lampu dan
menambah penerangan utama agar ruang makin terang.
c) Gunakan cahaya alamiah.
d) Kurangi zone bayangan dengan pemasangan lampu, pantulan
dinding serta perbaikan layout ruang kerja.
e) Hindari cahaya bergetar dengan menukar neon dengan lampu
pijar.
Penerangan yang memadai menjadikan pekerjaan efisien dan aman
sepanjang waktu
1) Mengapa ?
a) Penerangan memadai meningkatkan kenyamanan pekerja
dan ruang kerja.
b) Penerangan memadai mengurangi kesalahan dan kecelakaan.
c) Penerangan yang memadai dan pas akan membantu pekerja
mengawasi benda kerja secara cepat dan rinci sesuai tuntutan
tugas.
2) Bagaimana caranya ?
a) Kombinasikan cahaya alamiah dan cahaya buatan.
b) Pemasangan lampu mempertimbangkan kebutuhan
pekerjaan.
c) Ubah posisi lampu dan arah cahaya agar jatuh pada objek
kerja.
d) Pertimbangkan umur pekerja, yang tua perlu penerangan lebih
besar.
e) Penerangan diatur agar lebih mudah mengamati objek.
3) Petunjuk lain :
a) Rawatlah tata lampu secara rutin, bersihkan lampu, reflektor,
jendela, dinding, sekat, dsb.
b) Warna dinding yang cerah memantulkan lebih banyak cahaya
dan memperbaiki atmosfer ruang kerja.
c) Periksalah kesehatan mata pekerja > 40 tahun, karena
biasanya mereka berkaca mata.
d) Usahakan penerangan yang baik dan memadai secara murah,
banyak cara untuk mencapai hal itu.
Teknik Pemesinan 62
Pasang penerangan lokal untuk pekerjaan peliti dan pemeriksaan
1) Mengapa ?
a) Dibanding dengan pekerjaan produksi dan kantor, pekerjaan
presisi dan pemeriksaan memerlukan lebih banyak
penerangan.
b) Penerangan lokal yang memadai akan meningkatkan
keselamatan dan efisiensi.
c) Kombinasi penerangan utama dan lokal akan diperoreh
penerangan memadai dan mengurangi gangguan akibat
adanya bayangan.
2) Bagaimana caranya?
a) Pasang penerangan lokal dekat dan di atas pekerjaan teliti
dan pemeriksaan.
b) Usahakan penerangan lokal mudah dipindah-pindahkan
sesuai kebutuhan, mudah dibersihkan dan dirawat.
c) Gunakan neon untuk pekerjaan warna yang cermat.
d) Pastikan kombinasi cahaya alamiah dan buatan memberikan
kontras antara benda kerja dan bidang latar.
3) Petunjuk penting :
a) Pastikan penerangan lokal tidak mengganggu pandangan
pekerja.
b) Pada mesin yang bergetar, pasang lampu pada batang yang
tegar.
c) Gunakan kap agar tidak menyilaukan.
d) Lampu pijar timbulkan panas, hindari ini dengan memasang
lampu TL.
e) Pemasangan lampu lokal yang tepat menghemat energi dan
sangat efektif.
Pindahkan sumber cahaya atau pasang tabir untuk mengurangi silau
1) Mengapa?
a) Silau langsung atau pantulan mengurangi daya lihat orang.
b) Silau menyebabkan tidak nyaman dan kelelahan mata.
c) Banyak cara mengurangi silau.
2) Bagaimana caranya ?
a) Pasang panel display atau layar.
b) Jangan pakai lampu telanjang (pakailah kap).
c) Pindahlan lampu di atas kepala atau naikkan.
d) Kurangi silau dari jendela dengan sekat, tabir, tirai, dsb.
e) Pasang lampu lokal.
f) Ubah arah pencahayaan.
3) Petunjuk lain :
a) Ganti kaca jendela dari bening ke buram.
b) Lampu lokal dipasang sedekat mungkin dengan benda kerja.
Teknik Pemesinan 63
Pindahkan benda mengkilap agar tidak menyilaukan
1) Mengapa ?
a) Silau tidak langsung sama dengan silau langsung dapat
mengurangi daya lihat tenaga kerja.
b) Membuat kurang nyaman dan kelelahan mata.
2) Bagaimana caranya ?
a) Kurangi pantulan dari permukaan mengkilap atau pindahkan
letaknya.
b) Gunakan penutup pada benda mengkilap.
c) Kurangi nyala lampu.
d) Buat latar yang terang di belakang benda kerja.
3) Petunjuk lain :
a) Pekerja tua lebih sensitif thd silau, sehingga perlu penerangan
yang baik.
b) Coba berbagai posisi agar diperoleh pencahayaan yang baik.
c) Pantulan menyilaukan membuat mata lelah dan menurunkan
kinerja, hindarilah hal tsb.
Bersihkan jendela dan pelihara sumber penerangan
1) Mengapa ?
a) Penerangan yang kotor dan tidak terpelihara akan mengurangi
pencahayaan.
b) Pemeliharaan dan kebersihan akan menghemat energi.
c) Pemeliharaan akan menambah umur bola lampu.
2) Bagaimana caranya?
a) Bersihkan secara teratur.
b) Petugas memadai dalam hal alat dan keterampilan.
c) Rencanakan program pemeliharaan sebagai program terpadu.
d) Sedapat mungkin gunakan lampu yang kapnya terbuka agar
debu tidak menumpuk.
3. Pengendalian Bahaya Pencemaran Udara/Polusi
Pengendalian bahaya akibat pencemarann udara atau kondisi
udara yang kurang nyaman dapat dilakukan antara lain dengan
pembuatan ventilasi yang memadai. Ventilasi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis :
1. Ventilasi umum : pengeluaran udara terkontaminasi dari suatu ruang
kerja melalui suatu bukaan pada dinding bangunan dan pemasukan
udara segar melalui bukaan lain atau kebalikannya. Disebut juga
sebagai ventilasi pengenceran.
2. Ventilasi pengeluaran setempat : pengisapan dan pengeluaran
kontaminan secara serentak dari sumber pancaran sebelum
kontaminan tersebar ke seluruh ruangan.
3. Ventilasi penurunan panas : perlakuan udara dengan pengendalian
suhu, kelembaban, kecepatan aliran dan distribusi untuk mengurangi
beban panas yang diderita pekerja.
Teknik Pemesinan 64
Maksud dibuatnya sistem ventilasi adalah :
1. Menurunkan kadar kontaminan dalam lingkungan kerja sampai pada
tingkat yang tidak membahayakan kesehatan pekerja yaitu di bawah
Nilai Ambang Batas (NAB) sehingga terhindar dari keracunan.
2. Menurunkan kadar yang tidak menimbulkan kebakaran atau
peledakan yaitu di bawah Batas Ledak Terendah (BLT) atau Lower
Explosive Limit (LEL).
3. Memberikan penyegaran udara agar diperoleh kenyamanan dengan
menurunkan tekanan panas.
4. Meningkatkan ketahanan fisik dan daya kerja pekerja.
5. Mencegah kerugian ekonomi karena kerusakan mesin oleh korosi,
peledakan, kebakaran, hilang waktu kerja karena sakit dan
kecelakaan, dsb.
Adapun cara membuat sistem ventilasi terdiri dari :
1. Secara alamiah di mana aliran atau pergantian udara terjadi karena
kekuatan alami. Terjadi karena perbedaan tekanan udara sehingga
timbul angin, atau perbedaan suhu yang mengakibatkan beda
kerapatan udara antara bangunan dengan sekelilingnya.
Teknik Pemesinan 65
Gambar 3 6. Aliran udara pada ventilasi (1).
Blowing Precipitation from this side is deflected
Blowing Precipitation from this side is deflected
Blowing Precipitation
from this side enters
building
Falling Precipitation runs of the roof
Both falling and blowing precipitation is deflected
from the building. The proper amount of
clearance from the upstand to the open ridge
allow for the continuous upward flow exhaust air
Overshot Roof with Upstand
Overshot Roof
Teknik Pemesinan 66
Gambar 3 7. Aliran udara pada ventilasi (2).
2. Secara mekanis melalui :
1) Aliran atau pergantian udara terjadi karena kekuatan mekanis
seperti kipas, blower dan ventilasi atap.
2) Kipas angin dipasang di dinding, jendela, atau atap.
3) Kipas angin berfungsi mengisap atau mengeluarkan kontaminan,
tetapi juga dapat memasukkan udara.
Gambar 3 8. Pengendalian udara masuk.
Untuk mendapatkan ventilasi udara ruang kerja yang baik perlu dicermati
beberapa kata kunci sebagai berikut :
1. Pasang sistem pengeluaran udara kotor yang efisien dan aman.
Udara kotor menjadi penyebab gangguan kesehatan sehingga
mengarah pada kecelakaan kerja. Selain itu juga menyebabkan
kelelahan, sakit kepala, pusing, iritasi mata dan tenggorokan,
sehingga terjadi inefisiensi.
2. Optimalkan penggunaan ventilasi alamiah agar udara ruang kerja
nyaman. Udara segar dapat menghilangkan udara panas dan polusi.
Teknik Pemesinan 67
3. Optimalkan sistem ventilasi untuk menjamin kualitas udara ruang
kerja. Aliran udara yang baik pada tempat kerja sangat penting untuk
mencapai kerja produktif dan sehat. Ventilasi yang baik dapat
membantu mengendalikan dan mencegah akumulasi panas.
4. Alat Perlindungan Diri
Secara teknis bagian tubuh manusia yang harus dilindungi
sewaktu bekerja adalah : kepala dan wajah, mata, telinga, tangan, badan
dan kaki. Untuk itu penggunaan alat perlindungan diri pekerja sangat
penting, umumnya berupa :
Pelindung kepala dan wajah (Head & Face protection)
Pelindung mata (Eyes protection)
Pelindung telinga (Hearing protection)
Pelindung alat pernafasan (Respiratory protection)
Pelindung tangan (Hand protection)
Pelindung kaki (Foot protection)
Gambar 3 9. Pakaian yang memenuhi syarat keselamatan kerja.
Teknik Pemesinan 68
Kata kunci untuk pengaturan APD (Alat Perlindungan Diri)
1. Upayakan perawatan/kebersihan tempat ganti, cuci dan kakus agar
terjamin kesehatan.
2. Sediakan tempat makan dan istirahat yang layak agar unjuk kerja
baik.
3. Perbaiki fasilitas kesejahteraan bersama pekerja.
4. Sediakan ruang pertemuan dan pelatihan.
5. Buat petunjuk dan peringatan yang jelas.
Gambar 3 10. Bekerja secara aman.
6. Sediakan APD secara memadai.
Gambar 3 11. Bekerja secara aman.
Teknik Pemesinan 69
7. Pilihlah APD terbaik jika risiko bahaya tidak dieliminasi dengan alat
lain.
Gambar 3 12. Bekerja secara aman.
8. Pastikan penggunaan APD melalui petunjuk yang lengkap,
penyesuaian dan latihan.
9. Yakinkan bahwa penggunaan APD sangat diperlukan.
Gambar 3 13. Pelatihan K3.
10. Yakinkan bahwa penggunaan APD dapat diterima oleh pekerja.
11. Sediakan layanan untuk pembersihan dan perbaikan APD secara
teratur.
Gambar 3 14. Penjelasan teknis pengunaan alat.
Teknik Pemesinan 70
Gambar 3 15. Peminjaman alat.
12. Sediakan tempat penyimpanan APD yang memadai.
Gambar 3 16. Rak penyimpanan alat K3.
13. Pantau tanggung jawab atas kebersihan dan pengelolaan ruang kerja
2. Penanganan dan Penyimpanan Bahan
1. Tandai dan perjelas rute transport barang.
Gambar 3 17. Rute transport barang.
Teknik Pemesinan 71
2. Pintu dan gang harus cukup lebar untuk arus dua arah.
Gambar 3 18. Jalur arus dua arah.
3. Permukaan jalan rata, tidak licin dan tanpa rintangan.
4. Kemiringan tanjakan 5-8%, anak tangga yang rapat.
Gambar 3 19. Permukaan jalan tidak rata serta kemiringan tangga
5. Perbaiki layout tempat kerja.
Gambar 3 20. Layout tempat kerja.
Teknik Pemesinan 72
6. Gunakan kereta beroda untuk pindahkan barang.
7. Gunakan rak penyimpanan yang dapat bergerak/mobil.
Gambar 3 21. Rak penyimpanan barang serta keretta beroda
8. Gunakan rak bertingkat di dekat tempat kerja.
9. Gunakan alat pengangkat.
Gambar 3 22. Rak bertingkat serta alat pengangkat
10. Gunakan konveyor, kerek, dll.
11. Bagi dalam bagian kecil-kecil.
Gambar 3 23. Konveyor dan kerek.
12. Gunakan pegangan.
13. Hilangkan/kurangi perbedaan ketinggian permukaan.
Teknik Pemesinan 73
Gambar 3 24. Pegangan serta perbedaan ketinggian
14. Pemindahan horizontal lebih baik dengan mendorong/menarik
daripada mengangkat/menurunkan.
15. Kurangi pekerjaan yang dilakukan dengan cara
membungkuk/memutar badan.
Gambar 3 25. Pemindahan horizontal serta posisi yang tidak efisien
16. Rapatkan beban ke tubuh sewaktu membawa barang.
17. Naik/turunkan barang secara perlahan di depan badan tanpa
membungkuk dan memutar tubuh.
Gambar 3 26. Membawa barang serta naik turunkan barang
18. Dipikul supaya seimbang.
19. Kombinasikan pekerjaan angkat berat dengan tugas fisik ringan.
20. Penempatan sampah.
Teknik Pemesinan 74
21. Tandai dengan jelas dan bebaskan jalan keluar darurat.
Gambar 3 27. Penempatan sampah serta jalan keluar darurat
3. Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran
Pertimbangan utama mengapa perlu upaya penanggulangan
bahaya kebakaran adalah karena adanya potensi bahaya kebakaran di
semua tempat. Kebakaran merupakan peristiwa berkobarnya api yang
tidak dikehendaki dan selalu membawa kerugian. Dengan demikian
usaha pencegahan harus dilakukan oleh setiap individu dan unit kerja
agar jumlah peristiwa kebakaran, penyebab kebakaran dan jumlah
kecelakaan dapat dikurangi sekecil mungkin melalui perencanaan yang
baik. Melalui pelatihan diharapkan peserta mampu mengidentifikasi
potensi penyebab kebakaran di lingkungan tempat kerjanya dan
melakukan upaya pemadaman kebakaran dini.
Kebakaran terjadi akibat bertemunya 3 unsur : bahan (yang dapat)
terbakar, suhu penyalaan/titik nyala dan zat pembakar (O2 atau udara).
Untuk mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan mencegah
bertemunya salah satu dari dua unsur lainnya.
1. Pengendalian bahan (yang dapat) terbakar
Untuk mengendalikan bahan yang dapat terbakar agar tidak
bertemu dengan dua unsur yang lain dilakukan melalui identifikasi bahan
bakar tersebut. Bahan bakar dapat dibedakan dari jenis, titik nyala dan
potensi menyala sendiri. Bahan bakar yang memiliki titik nyala rendah
dan rendah sekali harus diwaspadai karena berpotensi besar penyebab
kebakaran. Bahan seperti ini memerlukan pengelolaan yang memadai :
penyimpanan dalam tabung tertutup, terpisah dari bahan lain, diberi sekat
dari bahan tahan api, ruang penyimpanan terbuka atau dengan ventilasi
yang cukup serta dipasang detektor kebocoran. Selain itu kewaspadaan
diperlukan bagi bahan-bahan yang berada pada suhu tinggi, juga bahan
yang bersifat mengoksidasi, bahan yang jika bertemu dengan air
menghasilkan gas yang mudah terbakar (karbit), bahan yang relatif
mudah terbakar seperti batu bara, kayu kering, kertas, plastik, cat, kapuk,
Teknik Pemesinan 75
kain, karet, jerami, sampah kering, serta bahan-bahan yang mudah
meledak pada bentuk serbuk atau debu.
Gambar 3 28. Pengendalian bahan bakar
2. Pengendalian titik nyala
Sumber titik nyala yang paling banyak adalah api terbuka seperti
nyala api kompor, pemanas, lampu minyak, api rokok, api pembakaran
sampah, dsb. Api terbuka tersebut bila memang diperlukan harus
dijauhkan dari bahan yang mudah terbakar. Sumber penyalaan yang lain:
benda membara, bunga api, petir, reaksi eksoterm, timbulnya bara api
juga terjadi karena gesekan benda dalam waktu relatif lama, atau terjadi
hubung singkat rangkaian listrik.
Gambar 3 29. Pengendalian titik nyala.
Teknik Pemesinan 76
3. Klasifikasi kebakaran
Berdasar Permennaker No.: 04/MEN/1980 penggolongan atau
pengelompokan jenis kebakaran menurut jenis bahan yang terbakar,
dimaksudkan untuk pemilihan media pemadam kebakaran yang sesuai.
Pengelompokan itu adalah :
a. Kebakaran kelas (tipe) A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam,
seperti : kdrtas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa, dll. yang sejenis
dengan itu.
b. Kebakaran kelas (tipe) B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang
mudah terbakar, seperti : bensin, aspal, gemuk, minyak, alkohol, LPG
dll. yang sejenis dengan itu.
c. Kebakaran kelas (tipe) C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan
d. Kebakaran kelas (tipe) D, yaitu kebakaran bahan logam, seperti :
aluminium, magnesium, kalium, dll. yang sejenis dengan itu.
4. Sebab-sebab kebakaran
a. Kebakaran karena sifat kelalaian manusia, seperti : kurangnya
pengertian pengetahuan penanggulangan bahaya kebakaran, kurang
hati-hati menggunakan alat dan bahan yang dapat menimbulkan api,
kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
b. Kebakaran karena peristiwa alam, terutama berkenaan dengan
cuaca, sinar matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir,
angin dan topan.
c. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang
bahan kimia di mana bahan bereaksi dengan udara, air dan juga
dengan bahan-bahan lainnya yang mudah meledak atau terbakar.
d. Kebakaran karena kesengajaan untuk tujuan tertentu, misalnya
sabotase, mencari keuntungan ganti rugi klaim asuransi, hilangkan
jejak kejahatan, tujuan taktis pertempuran dengan jalan bumi hangus.
5. Peralatan pemadaman kebakaran
Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran perlu disediakan
peralatan pemadam kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang
mungkin terbakar di tempat yang bersangkutan.
a. Perlengkapan dan alat pemadam kebakaran sederhana
1) Air, bahan alam yang melimpah, murah dan tidak ada akibat
ikutan (side effect), sehingga air paling banyak dipakai untuk
memadamkan kebakaran. Persedian air dilakukan dengan
cadangan bak-bak air dekat daerah bahaya, alat yang diperlukan
berupa ember atau slang/pipa karet/plastik.
2) Pasir, bahan yang dapat menutup benda terbakar sehingga udara
tidak masuk sehingga api padam. Caranya dengan menimbunkan
pada benda yang terbakar menggunakan sekop atau ember.
Teknik Pemesinan 77
3) Karung goni, kain katun, atau selimut basah sangat efektif untuk
menutup kebakaran dini pada api kompor atau kebakaran di
rumah tangga, luasnya minimal 2 kali luas potensi api.
4) Tangga, gantol dan lain-lain sejenis, dipergunakan untuk alat
bantu penyelamatan dan pemadaman kebakaran.
b. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
APAR adalah alat yang ringan berupa tabung, mudah dilayani oleh
satu orang untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran.
Tabung APAR harus diisi ulang sesuai dengan jenis dan
konstruksinya. Jenis APAR meliputi : jenis air (water), busa (foam),
serbuk kering (dry chemical) gas halon dan gas CO2, yang berfungsi
untuk menyelimuti benda terbakar dari oksigen di sekitar bahan
terbakar sehingga suplai oksigen terhenti. Zat keluar dari tabung
karena dorongan gas bertekanan lebih besar dari tekanan diluar.
Konstruksi APAR sebagai berikut :
Gambar 3 30. Alat pemadam kebakaran.
c. Alat pemadam kebakaran besar
Alat-alat ini ada yang dilayani secara manual ada pula yang bekerja
secara otomatis.
1) Sistem hidran mempergunakan air sebagai pemadam api. Terdiri
dari pompa, saluran air, pilar hidran (di luar gedung), boks hidran
(dalam gedung) berisi : slang landas, pipa kopel, pipa semprot
dan kumparan slang.
2) Sistem penyembur api (sprinkler system), kombinasi antara sistem
isyarat alat pemadam kebakaran.
3) Sistem pemadam dengan gas.
Teknik Pemesinan 78
Gambar 3 31. Alat pemadam kebakaran besar.
6. Petunjuk pemilihan APAR
Pilih yang
sesuai
Zat Kimia Kering
(Dry Chemical) CO2 Halon Air
Zat Kimia Basah
(Wet Chemical)
Multi
Purpo
se
Sodium
bicarbon
at
Purple
K
Carbon
dioxide
Halon
1211
Water Pump
tank
Loaded
Stream
(Stored
pressure
d)
Serba
guna NaHCO3 CO2
Air
bertek
anan
Tanki
&
pompa
Busa
bertekan
an
A
Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya
B
Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya
C
Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Keterangan
Bekerja dengan cepat
Disarankan tersedia pada
gudang bahan bakar minyak
dan gas, mobil serta bahan
mudah terbakar lainnya
Bahan ini tidak
meninggalkan
bekas. Sesuai
untuk alat
elektronik dan
gudang bahan
makanan
Murah. Sesuai
untuk bahan
bangunan,
rumah, grdung,
sekolah,
perkantoran dsb.
Sesuai
untuk lab
dan
tempat
bahan
kimia
Petunjuk
Pemakaian
Lepas pena kunci, genggam
handel & arahkan moncong di
bawah api
Lepas pena kunci,
genggam handel &
arahkan moncong
ke sumber api
Lepas
pena
kunci,
gengg
am
handel
&
guyur
bahan
terbak
ar
Pegan
g
monco
ng.
Dipom
pa,
guyur
bahan
terbak
ar
Lepas
pena
kunci,
genggam
handel &
guyur
bahan
terbakar
Tabel 3 1. Pemilihan APAR
Teknik Pemesinan 79
7. Karakteristik APAR :
a. APAR jenis tertentu bukan merupakan pemadam untuk segala
jenis kebakaran, oleh karena itu sebelum menggunakan APAR
perlu diidentifikasi jenis bahan terbakar.
b. APAR hanya ideal dioperasikan pada situasi tanpa angin kuat,
APAR kimiawi ideal dioperasikan pada suhu kamar.
c. Waktu ideal : 3 detik operasi, 10 detik berhenti, waktu maksimum
terus menerus 8 detik.
d. Bila telah dipakai harus diisi ulang.
e. Harus diperiksa secara periodik, minimal 2 tahun sekali.
4. Pedoman Singkat Antisipasi dan Tindakan Pemadaman
Kebakaran
1. Tempatkan APAR selalu pada tempat yang sudah ditentukan,
mudah dijangkau dan mudah dilihat, tidak terlindung
benda/perabot seperti lemari, rak buku, dsb. Beri tanda segitiga
warna merah panjang sisi 35 cm.
2. Siagakan APAR selalu siap pakai.
3. Bila terjadi kebakaran kecil : bertindaklah dengan tenang,
identifikasi bahan terbakar dan tentukan APAR yang dipakai.
4. Bila terjadi kebakaran besar : bertindaklah dengan tenang,
beritahu orang lain untuk pengosongan lokasi, nyalakan alarm,
hubungi petugas pemadam kebakaran.
5. Upayakan latihan secara periodik untuk dapat bertindak secara
tepat dan tenang.
5. Fasilitas Penunjang
Keberhasilan pemadaman kebakaran juga ditentukan oleh
keberadaan fasilitas penunjang yang memadai, antara lain :
1. Fire alarm secara otomatis akan mempercepat diketahuinya
peristiwa kebakaran. Beberapa kebakaran terlambat diketahui
karena tidak ada fire alarm, bila api terlanjur besar maka makin
sulit memadamkannya.
2. Jalan bagi petugas, diperlukan untuk petugas yang datang
menggunakan kendaraan pemadam kebakaran, kadang harus
mondar-mandir/keluar masuk mengambil air, sehingga perlu jalan
yang memadai, keras dan lebar, juga untuk keperluan evakuasi.
Untuk itu diperlukan fasilitas :
a) Daun pintu dapat dibuka keluar
b) Pintu dapat dibuka dari dalam tanpa kunci
c) Lebar pintu dapat dilewati 40 orang/menit
d) Bangunan beton strukturnya harus mampu terbakar minimal 7
jam.
Teknik Pemesinan 80
6. Pemeliharaan dan Penggunaan Alat-alat Perkakas
Pada dasarnya terdapat dua jenis pemeliharaan, yaitu :
1. Preventif (pencegahan kerusakan dan keausan)
2. Korektif (tindakan setelah timbulnya kerusakan)
Untuk pemeliharaan preventif, yang biasanya diutamakan, terdapat
beberapa pedoman, yaitu :
1. Jagalah supaya perkakas-perkakas tangan dan mesin-mesin tetap
dalam keadaan bersih.
2. Serahkanlah semua perkakas setelah dipakai, dalam keadaan
bersih atau simpanlah dalam keadaan bersih, kalau itu merupakan
kelengkapan mesin yang bersangkutan.
3. Periksalah alat-alat perkakas secara teratur akan kemungkinan
terjadinya kerusakan-kerusakan.
4. Jangan membiarkan alat-alat bantu atau alat-alat ukur (kuncikunci,
mistar-mistar ingsut, mikometer, dan sebagainya) berada di
atas mesin yang sedang berjalan. Akibat yang mungkin terjadi :
a) Kecelakaan
b) Kerusakan perkakasnya
c) Kehancuran alat perkakasnya.
5. Lumasilah alat-alat perkakas secara teratur. Pelat-pelat kode
dapat berguna sekali, ia menunjukkan setelah beberapa waktu
minyak pelumasnya harus diperbaharui dan pelumasannya harus
dilakukan, warnanya menunjukkan jenis pelumas apa yang harus
digunakan (perhatikan petunjuk-petunjuk dari pegusaha
pabriknya). Bak-bak minyak harus diisi sampai garis tandanya.
Bersihkanlah ayakan-ayakan minyaknya pada waktu-waktu
tertentu dan tukarlah saringan-saringannya.
6. Perbaiki atau gantilah perkakas yang rusak.
7. Jangan sekali-sekali menggunakan perkakas yang tumpul pada
gesekan yang besar. Hal ini dapat berakibat terjadinya
kehancuran bor, pahat, tap atau frais karena pembebanan yang
besar pada poros-poros, bantalan-bantalan, batang-batang ulir
dan mur-mur dari mesin-mesinnya.
Jangan lupa peraturan-peraturan keamanan. Ingatlah akan
perlindungan dari bagian-bagian yang berputar, sambungan-sambungan
listrik, bila perlu pakailah kacamata pengaman. Usahakanlah supaya
jalan-jalan terusan tidak terhalang oleh bahan, peti-peti, dan lainnya. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah periksalah kotak penyimpanan obatobatan
secara teratur pula.
Teknik Pemesinan 81
BAB 4
MEMAHAMI KAIDAH
PENGUKURAN
Teknik Pemesinan 82
A. Alat Ukur
engukur adalah proses membandingkan ukuran (dimensi) yang
tidak diketahui terhadap standar ukuran tertentu. Alat ukur yang
baik merupakan kunci dari proses produksi massal. Tanpa alat
ukur, elemen mesin tidak dapat dibuat cukup akurat untuk menjadi
mampu tukar (interchangeable). Pada waktu merakit, komponen yang
dirakit harus sesuai satu sama lain. Pada saat ini, alat ukur merupakan
alat penting dalam proses pemesinan dari awal pembuatan sampai
dengan kontrol kualitas di akhir produksi.
1. Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang sering digunakan di bengkel
mesin. Jangka sorong berfungsi sebagai alat ukur yang biasa dipakai
operator mesin yang dapat mengukur panjang sampai dengan 200 mm,
ketelitian 0,05 mm. Gambar 4.1. berikut adalah gambar jangka sorong
yang dapat mengukur panjang dengan rahangnya, kedalaman dengan
ekornya, lebar celah dengan sensor bagian atas. Jangka sorong tersebut
memiliki skala ukur (vernier scale) dengan cara pembacaan tertentu. Ada
juga jangka sorong yang dilengkapi jam ukur, atau dilengkapi penunjuk
ukuran digital. Pengukuran menggunakan jangka sorong dilakukan
dengan cara menyentuhkan sensor ukur pada benda kerja yang akan
diukur, (lihat Gambar 4.1.). Beberapa macam jangka sorong dengan
skala penunjuk pembacaan dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4 1. Sensor jangka sorong yang dapat digunakan untuk
mengukur berbagai posisi.
M
Teknik Pemesinan 83
Gambar 4 2. Jangka sorong dengan penunjuk pembacaan nonius, jam
ukur, dan digital.
Pembacaan hasil pengukuran jangka sorong yang menggunakan
jam ukur dilakukan dengan cara membaca skala utama ditambah jarak
yang ditunjukkan oleh jam ukur. Untuk jangka sorong dengan penunjuk
pembacaan digital, hasil pengukuran dapat langsung dibaca pada monitor
digitalnya. Jangka sorong yang menggunakan skala nonius, cara
pembacaan ukurannya secara singkat adalah sebagai berikut :
Baca angka mm pada skala utama (pada Gambar 4.3. di bawah : 9
mm)
Baca angka kelebihan ukuran dengan cara mencari garis skala utama
yang segaris lurus dengan skala nonius (Gambar 4.3. di bawah :
0,15)
Sehingga ukuran yang dimaksud 9,15 .
Teknik Pemesinan 84
Gambar 4 3. Cara membaca skala jangka sorong ketelitian 0,05 mm.
2. Mikrometer
Gambar 4 4. Mikrometer luar, dan mikrometer dalam
Hasil pengukuran dengan mengunakan mikrometer (Gambar 4.4.)
biasanya lebih presisi dari pada menggunakan jangka sorong. Akan tetapi
jangkauan ukuran mikrometer lebih kecil, yaitu sekitar 25 mm. Mikrometer
memiliki ketelitian sampai dengan 0,01 mm. Jangkauan ukur mikrometer
adalah 0-25 mm, 25–50 mm, 50-75 mm, dan seterusnya dengan selang
25 mm. Cara membaca skala mikrometer secara singkat adalah sebagai
berikut :
Baca angka skala pada skala utama/barrel scale (pada Gambar 4.5.
adalah 8,5 mm)
Baca angka skala pada thimble (pada posisi 0,19 mm)
Teknik Pemesinan 85
Jumlahkan ukuran yang diperoleh (pada Gambar 1.6. adalah 8,69
mm).
0 5 10 15 20
20
25
30
15
10
Gambar 4 5. Cara membaca skala mikrometer.
Beberapa contoh penggunaan mikrometer untuk mengukur benda
kerja dapat dilihat pada Gambar 4.7. Mikrometer dapat mengukur tebal,
panjang, diameter dalam, hampir sama dengan jangka sorong. Untuk
keperluan khusus mikrometer juga dibuat berbagai macam variasi, akan
tetapi kepala mikrometer sebagai alat pengukur dan pembacaan hasil
pengukuran tetap selalu digunakan. Beberapa mikrometer juga dilengkapi
penunjuk pembacaan digital, untuk mengurangi kesalahan pembacaan
hasil pengukuran.
Gambar 4 6. Berbagai macam pengukuran yang bisa dilakukan dengan
mikrometer : pengukuran jarak celah, tebal, diameter dalam, dan
diameter luar.
Teknik Pemesinan 86
3. Jam Ukur (Dial Indicator)
Jam ukur (dial indicator) adalah alat ukur pembanding
(komparator). Alat ukur pembanding ini (Gambar 4.7.), digunakan oleh
operator mesin perkakas untuk melakukan penyetelan mesin perkakas
yaitu : pengecekan posisi ragum, posisi benda kerja, posisi senter/sumbu
mesin perkakas (Gambar 4.8.), dan pengujian kualitas geometris mesin
perkakas. Ketelitian ukur jam ukur yang biasa digunakan di bengkel
adalah 0,01 mm.
Gambar 4 7. Jam ukur (Dial Indicator).
Gambar 4 8. Pengecekan sumbu mesin bubut dengan bantuan jam
ukur.
4. Sistem Satuan
Sistem satuan yang digunakan pada mesin perkakas adalah
sistem metris (Metric system) dan sistem imperial (Imperial
system/British system). Buku terbitan USA dan England selalu
Teknik Pemesinan 87
menggunakan satuan imperial, dan beberapa data pada buku ini juga
menggunakan satuan imperial, maka untuk memudahkan perhitungan,
berikut ditampilkan konversi satuan Imperial menjadi Metris (Tabel 4.1).
Mengubah Dikalikan Mengubah Dikalikan
Panjang
inches to millimeters 25,4 millimeters to inches 0,0393701
feet to meters 0,3048 meters to feet 3,28084
yards to meters 0,9144 meters to yards 1,09361
furlongs to kilometers 0,201168 kilometers to furlongs 4,97097
miles to kilometers 1,609344 kilometers to miles 0,621371
Luas
square inches to square
centimeters
6,4516 square centimeters to square
inches
0,1550
square feet to square meters 0,092903 square meters to square feet 10,7639
square yards to square meters 0,836127 square meters to square yards 1,19599
square miles to square
kilometers
2,589988 square kilometers to square miles 0,386102
acres to square meters 4046,856422 square meters to acres 0,000247
acres to hectares 0,404866 hectares to acres 2,469955
Volume
cubic inches to cubic
centimeters
16,387064 cubic centimeters to cubic inches 0,061024
cubic feet to cubic meters 0,028317 cubic meters to cubic feet 35,3147
cubic yards to cubic meters 0,764555 cubic meters to cubic yards 1,30795
cubic miles to cubic kilometers 4,1682 cubic kilometers to cubic miles 0,239912
fluid ounces (U.S.) to milliliters 29,5735 milliliters to fluid ounces (U.S.) 0,033814
fluid ounces (imperial) to
milliliters
28,413063 milliliters to fluid ounces (imperial) 0,035195
pints (U.S.) to liters 0,473176 liters to pints (U.S.) 2,113377
pints (imperial) to liters 0,568261 liters to pints (imperial) 1,759754
quarts (U.S.) to liters 0,946353 liters to quarts (U.S.) 1,056688
quarts (imperial) to liters 1,136523 liters to quarts (imperial) 0,879877
gallons (U.S.) to liters 3,785412 liters to gallons (U.S.) 0,264172
gallons (imperial) to liters 4,54609 liters to gallons (imperial) 0,219969
Massa/Berat
ounces to grams 28,349523 grams to ounces 0,035274
pounds to kilograms 0,453592 kilograms to pounds 2,20462
stone (14 lb) to kilograms 6,350293 kilograms to stone (14 lb) 0,157473
tons (U.S.) to kilograms 907,18474 kilograms to tons (U.S.) 0,001102
tons (imperial) to kilograms 1016,046909 kilograms to tons (imperial) 0,000984
tons (U.S.) to metric tons 0,907185 metric tons to tons (U.S.) 1,10231
Teknik Pemesinan 88
tons (imperial) to metric tons 1,016047 metric tons to tons (imperial) 0,984207
Kecepatan
miles per hour to kilometers per
hour
1,609344 kilometers per hour to miles per
hour
0,621371
feet per second to meters per
second
0,3048 meters per second to feet per
second
3,28084
Gaya
pound-force to newton 4,44822 newton to pound-force 0,224809
kilogram-force to newton 9,80665 newton to kilogram-force 0,101972
Tekanan
pound-force per square inch to
kilopascals
6,89476 kilopascals to pound-force per
square inch
0,145038
tons-force per square inch
(imperial) to megapascals
15,4443 megapascals to tons-force per
square inch (imperial)
0,064779
atmospheres to newtons per
square centimeter
10,1325 newtons per square centimeter to
atmospheres
0,098692
atmospheres to pound-force per
square inch
14,695942 pound-force per square inch to
atmospheres
0,068948
Energi
calorie to joule 4,1868 joule to calorie 0,238846
watt-hour to joule 3.600 joule to watt-hour 0,000278
Usaha
horsepower to kilowatts 0,7457 kilowatts to horsepower 1,34102
Konsumsi bahan bakar
miles per gallon (U.S.) to
kilometers per liter
0,4251 kilometers per liter to miles per
gallon (U.S.)
2,3521
miles per gallon (imperial) to
kilometers per liter
0,3540 kilometers per liter to miles per
gallon (imperial)
2,824859
gallons per mile (U.S.) to liters per
kilometer
2,3521 liters per kilometer to gallons per
mile (U.S.)
0,4251
gallons per mile (imperial) to liters
per kilometer
2,824859 liters per kilometer to gallons per
mile (imperial)
0,3540
Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2005. © 1993-2004 Microsoft
Corporation. All rights reserved.
Tabel 4 1. Faktor konversi satuan imperial menjadi metris dan
sebaliknya.
Teknik Pemesinan 89
BAB 5
MEMAHAMI GAMBAR TEKNIK
Teknik Pemesinan 90
A. Mengenal alat Menggambar Teknik
1. Kertas Gambar
a) Jenis Kertas
erdasarkan jenis kertasnya, kertas gambar yang dapat digunakan
untuk menggambar teknik adalah:
1) Kertas Padalarang
2) Kertas manila
3) Kertas Strimin
4) Kertas roti
5) Kertas Kalki
b) Ukuran Kertas
Ukuran gambar teknik sudah ditentukan berdasarkan standar.
Ukuran pokok kertas gambar adalah A0. Ukuran A0 adalah 1 m2 dengan
perbandingan 2 : 1 untuk panjang : lebar. Ukuran A1 diperoleh dengan
membagi dua ukuran panjang A0. Ukuran A2 diperoleh dengan membagi
dua ukuran panjang A1. Demikian seterusnya. Ukuran kertas gambar
dapat dilihat pada tabel 5.1. Sedangkan perbandingan ukuran kertas
gambar dapat dilihat dari gambar 5.1.
Seri Ukuran Kertas Ukuran Garis Tepi
Kiri Kanan
A0 1.189 x 841 20 10
A1 841 x 594 20 10
A2 594 x 420 20 10
A3 420 x 297 20 20
A4 297 x 210 15 5
A5 210 x 148 15 5
Tabel 5 1 Kertas gambar berdasarkan ukuran
B
Teknik Pemesinan 91
Gambar 5 1. Cara penempelan kertas di atas meja gambar
non magnetik
2. Pensil Gambar
Pensil adalah alat gambar yang paling banyak dipakai untuk
latihan mengambar atau menggambar gambar teknik dasar. Pensil
gambar terdiri dari batang pensil dan isi pensil.
c) Pensil Gambar Berdasarkan Bentuk
Pensil Batang
Pada pensil ini, antara isi dan batangnya menyatu. Untuk
menggunakan pensil ini harus diraut terlebih dahulu. Habisnya isi pensil
bersamaan dengan habisnya batang pensil. Gambar pensil batang dapat
dilihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2.
Pensil mekanik
Pensil mekanik, antara batang dan isi pensil terpisah. Jika Isi
pensil habis dapat diisi ulang. Batang pensil tetap tidak bisa habis. Pensil
mekanik memiliki ukuran berdasarkan diameter mata pensil, misalnya 0.3
mm, 0.5 mm dan 1.0 mm. Gambar pensil mekanik dapat dilihat pada
Gambar 5.3.
Gambar 5 2 Pensil batang
Teknik Pemesinan 92
Gambar 5 3. Pensil mekanik
d) Pensil Gambar Berdasarkan Kekerasan
Berdasarkan kekerasanya pensil gambar dibagi menjadi pensil
keras, sedang dan lunak.
Tabel 5 2. Pensil berdasarkan kekerasannya
Untuk mendapatkan garis dengan ketebalan yang merata dari
ujung ke ujung, maka kedudukan pensil sewaktu menarik garis harus
dimiringkan 60o dan selama menarik garis sambil diputar dengan telunjuk
dan ibu jari (lihat Gambar 5. 4.)
Gambar 5 4. Cara menarik garis
Teknik Pemesinan 93
3. Rapido
Penggunaan rapido untuk menggambar dengan teknik tinta
dianggap lebih praktis dari pada dengan trekpen. Gambar rapido dapat
dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5 5. Rapido
4. Penggaris
Penggaris yang sering digunakan untuk menggambar teknik
adalah penggaris –T dan penggaris segitiga.
Gambar 5 6. Penggaris T dan sepasang penggaris segitiga.
a) Penggaris -T
Penggaris T terdiri dari dua bagian, bagian mistar panjang dan bagian
kepala berupa mistar pendek tanpa ukuran yang bertemu membentuk
sudut 90o.
b) Penggaris Segitiga
Penggaris segitiga terdiri dari satu penggaris segitiga bersudut 45o,
90o, 45o dan satu buah penggaris bersudut 30o, 90o dan 60o.
Sepasang penggaris segitiga ini digunakan untuk membuat garis-garis
sejajar, sudut-sudut istimewa dan garis yang saling tegak lurus.
Teknik Pemesinan 94
Gambar 5 7. Cara menggunakan penggaris-T
Gambar 5 8. Cara menggunakan penggaris segitiga
5. Jangka
Jangka adalah alat gambar yang digunakan untuk membuat
lingkaran dengan cara menancapkan salah satu ujung batang pada
kertas gambar sebagai pusat lingkaran dan yang lain berfungsi sebagai
pensil untuk menggambar garis lingkarannya. Gambar 9 memperlihatkan
beberapa jenis jangka.
Gambar 5 9. Jenis jangka
Teknik Pemesinan 95
Kedukukan pena tarik sewaktu menarik garis sebaiknya miring 60o
terhadap meja gambar, seperti Gambar 5.10. cara menggunakan jangka
ditunjukkan pada Gambar 5.11.
Gambar 5 10. Kedudukan pena tarik saat menarik garis serta Cara
menggunakan jangka
Gambar 5 11. Membuat lingkaran besar dengan alat penyambung
6. Penghapus dan alat pelindung penghapus
Ada dua jenis penghapus, yaitu penghapus lunak dan penghapus
keras. Penghapus lunak untuk menghapus gambar dari pensil dan
penghapus keras untuk menghapus gambar dari tinta. Agar gambar yang
akan dihapus tepat dan tidak menghilangkan gambar yang lain, maka
digunakan plat pelindung penghapus seperti Gambar 5.13.
Teknik Pemesinan 96
Gambar 5 12. Membuat lingkaran besar dengan alat penyambung
7. Alat-alat Penunjang lainnya
Ada beberapa alat penunjang gambar teknik lainnya yang kadangkadang
diperlukan didalam menggambar adalah :
e) Busur derajat
Busur derajat digunakan untuk mengukur dan membagi sudut. Lihat
Gambar 5.14.
Gambar 5 13. Busur derajat
f) Sablon huruf dan angka
Sablon huruf dan angka adalah sebuah alat gambar yang digunakan
untuk menggambar huruf dan angka, agar diperoleh tulisan yang rapi
dan seragam dan mengikuti standar ISO.
g) Mal lengkung
Mal lengkung digunakan untuk membuat garis lengkung yang tidak
dapat dibuat dengan jangka. Dalam satu set mal lengkung ada 3 jenis
mal, lihat Gambar 5.15
Teknik Pemesinan 97
Gambar 5 14. Mal lengkung
Gambar 5 15. Contoh penggunaan mal lengkung
h) Mal bentuk
Untuk membuat gambar geometri dan simbol-simbol tertentu dengan
cepat, maka digunakan mal bentuk.
Gambar 5 16. Mal bentuk geometri
8. Meja Gambar
Meja gambar adalah meja yang digunakan sebagai alas
menggambar. Meja gambar terdiri dari rangka meja gambar dan daun
meja gambar. Tidak seperti meja biasa, meja gambar dapat diubah-ubah
ketinggian dan kemiringan daun mejanya. Bahan daun meja ada
bermacam-macam, yaitu : daun meja dari papan non magnetik, papan
berlapis magnet dan kaca rayben
Teknik Pemesinan 98
Gambar 5 17. Meja gambar
9. Mesin Gambar
Mesin gambar adalah mesin manual yang digunakan untuk
memudahkan menggambar. Mesin gambar dapat menggantikan
beberapa fungsi alat gambar lainnya seperti busur derajat, sepasang
penggaris segitiga dan mistar T. Berdasarkan bentuknya ada dua jenis
mesin gambar, yaitu: mesin gambar rol dan mesin gambar lengan.
Gambar 5 18. Mesin gambar lengan
Gambar 5 19. Mesin gambar rol
Teknik Pemesinan 99
B. Lembar Kerja
1. Alat
a. Meja gambar
b. Pensil gambar
c. Sepasang penggaris segitiga
d. Penggaris panjang 50 cm atau 60 cm
e. Jangka
f. Mal huruf dan angka
g. Mal bentuk
h. Mal lengkung
i. Penghapus
j. Selotip
k. Cutter
2. Bahan
Kertas manila A3
3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Hati-hati menggunakan peralatan yang tajam, yaitu: cutter dan
jarum jangka.
b. Gunakan selotip berbahan kertas.
4. Langkah Kerja
a. Tempelkan kertas manila A3 di atas meja gambar dengan selotip.
b. Gunakan sepasang penggaris segitiga untuk membuat garis-garis
sejajar horisontal dan vertikal. Panjang dan jarak antar garis
sembarang. Perhatikan arah penarikan garis.
c. Buatlah sudut-sudut 15º, 30º, 45º, 60º, 75º dan 90º dengan
sepasang penggaris segitiga. Perhatikan cara memegang
penggarisnya.
d. Gunakan jangka dengan benar untuk membuat lingkaran.
Diameter lingkaran sembarang. Perhatikan dari mana mulai
menarik garis dan mengakhirinya.
e. Gunakan mal huruf-angka. Huruf dan angka yang di-mal
sembarang. Perhatikan cara memegang mal dan cara
menggesernya.
f. Gunakan mal bentuk dan symbol. Cara menggunakan mal ini
sama dengan cara menggunakan mal huruf-angka.
g. Gunakan mal lengkung sesuai contoh pada lembar informasi.
Tentukan dahulu titik-titik yang akan dihubungkan. Buat garis
lengkungnya dengan mal lengkung. Geser-geser mal lengkung
untuk mendapatkan bentuk yang paling tepat antara dua garis.
Teknik Pemesinan 100
C. Membaca Gambar Teknik
1. Proyeksi Piktorial
Untuk menampilkan gambar-gambar tiga dimensi pada sebuah
bidang dua dimensi, dapat kita lakukan dengan beberapa macam cara
proyeksi sesuai dengan aturan rnenggarnbar. Ada beberapa macam cara
proyeksi, antara lain:
1. Proyeksi piktorial dimensi
2. Proyeksi piktorial isometri
3. Proyeksi piktorial miring
4. Perspektif
Untuk membedakan masing-masing proyeksi tersebut, dapat kita
lihat pada Gambar 5.21.
Gambar 5 20. Proyeksi piktorial
2. Proyeksi Isometris
c) Ciri Proyeksi Isometris
Untuk mengetahui apakah suatu gambar disajikan dalam bentuk
proyeksi isometris, perlu kiranya kita mengetahui terlebih dahulu ciri dan
syarat-syarat untuk membuat gambar dengan proyeksi tersebut. Adapun
ciri-ciri gambar dengan proyeksi isometris tersebut adalah:
1) Ciri pada sumbu
• Sumbu x dan sumbu y mempunyai sudut 30° terhadap garis
mendatar.
• Sudut antara sumbu satu terhadap sumbu lainya 1200.
Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 5.22.
2) Ciri pada ukuran
Teknik Pemesinan 101
Panjang gambar pada masing-masing sumbu sama dengan
panjang benda yang digambarkan (lihat Gambar 5.22)
Gambar 5 21. Proyeksi isometris
d) Penyajian Proyeksi Isometris
Penyajian gambar dengan proyeksi isometris dapat dilakukan dengan
kedudukan normal, terbalik atau horizontal.
1) Proyeksi isometris dengan kedudukan normal.
Kedudukan normal mempunyai sumbu dengan sudut-sudut
seperti tampak pada Gambar 5.23.
2) Proyeksi isometris dengan kedudukan terbalik.
Mengenai hal ini dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:
a. Memutar gambar dengan sudut 180° ke kanan dan kedudukan
normal, sesuai dengan kedudukan sumbunya (lihat Gambar 5.23
berikut).
Gambar 5 22. Penyajian proyeksi isometris
Teknik Pemesinan 102
b. Mengubah kedudukan benda yang digambar dengan tujuan untuk
memperlihatkan bagian bawah benda tersebut (lihat Gambar 5.24)
3) Proyeksi isometris dengan kedudukan horizontal.
a. Sebagaimana cara yang dilakukan untuk menggarnbar kedudukan
proyeksi isometris terbalik, yaitu dengan memutar sumbu utama
1800 dan sumbu normal, maka untuk kedudukan horizontal 2700
ke kanan dan kedudukan sumbu norrnalnya (Iihat Gambar 5.25)
b. Mengubah kedudukan benda, yaitu untuk memperlihatkan bagian
samping kiri (yang tidak terlihat) sebagaimana terlihat pada
Gambar 5.25.
2. Proyeksi Dimetris
Proyeksi dimetris mempunyai ketentuan:
a. Sumbu utama mempunyai sudut: =70 dan = 400 (lihat Gambar
5.26)
b. Perbandingan skala ukuran pada sumbu x = 1 : 1, pada sumbu y =
1 : 2, dan pada sumbu z 1 : 1.
Gambar 5 23. Proyeksi isometris dengan
kedudukan terbalik
Gambar 5 24. Proyeksi isometris kedudukan
horizontal
Teknik Pemesinan 103
Gambar 5 25. Proyeksi dimetris
Gambar kubus yang di gambarkan dengan proyeksi dimetris di
bawah ini, mempunyai sisi-sisi 40 mm.
Keterangan:
• Ukuran pada sumbu x digambar 40 mm
• Ukuran gambar pada sumbu y digambar 1/2 nya, yaitu 20 mm
• Ukuran pada sunbu z digambar 40 mm
Gambar 5 26. Kubus dengan proyeksi dimetris
3. Proyeksi Miring (sejajar)
Pada proyeksi miring, sumbu x berimpit dengan garis
horizontal/mendatar dan sumbu y mernpunyai sudut 450 dengan garis
mendatar. Skala ukuran untuk proyeksi miring ini sama dengan skala
pada proyeksi dimetris, yaitu skala pada sumbu x 1:1, pada sumbu y = 1
: 2, dan skala pada sumbu z = 1: 1 (ithat gambar di bawah ini)
Teknik Pemesinan 104
Gambar 5 27. Proyeksi miring
4. Gambar Perspektif
Dalam garnbar teknik mesin, gambar perspektif jarang dipakai.
Gambar perspektif dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. perspektif dengan satu titik hilang.
h. Perspektif dengan dua titik hilang.
c. Perspektif dengan tiga titik hilang.
Gambar 5 28. Perspektif dengan satu titik hilang
Teknik Pemesinan 105
Gambar 5 29. Perspektif dengan dua titik hilang
Gambar 5 30. Perspektif dengan tiga titik hilang
5. Macam-Macam Pandangan
Untuk memberikan informasi lengkap suatu benda tiga dimensi
dengan gambar proyeksi ortogonal, biasanya memerlukan lebih dari satu
bidang proyeksi.
a. Gambar proyeksi pada bidang proyeksi di depan benda disebut
pandangan depan.
b. Gambar proyeksi pada bidang proyeksi di atas benda disebut
pandangan atas.
c. Gambar proyeksi pada bidang proyeksi di sebelah kanan benda
disebut pandangan samping kanan.
Demikian seterusnya.
Teknik Pemesinan 106
Gambar 5 31. Macam-macam pandangan
6. Bidang-Bidang Proyeksi
Gambar 5 32. Bidang proyeksi
Suatu ruang dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh
bidang-bidang depan, bidang vertikal, dan bidang horizontal. Ruang yang
dibatasi tersebut dikenal dengan sebutan kuadran. Ruang di atas bidang
H, di depan bidang D, dan di samping kanan bidang V disebut kuadran I.
Ruang yang berada di atas bidang H, di depan bidang D, dan disebelah
kiri bidang V disebut kuadran II. Ruang disebelah kiri bidang V, di bawah
bidang H, dan di depan bidang D disebut kuadran III. Ruang yang berada
di bawah bidang H, di depan bidang D, dan di sebelah kanan bidang V
disebut kuadran IV.
Teknik Pemesinan 107
a) Proyeksi di Kuadran I (Proyeksi Eropa)
Bila suatu benda diletakkan di atas bidang horizontal, di depan
bidang D, (depan) dan di sebelah kanan bidang V (vertikal) maka benda
tersebut berada di kuadran I. jika benda yang terletak di kuadran I kita
proyeksikan terhadap bidang-bidang H, V, dan D, maka akan didapat
gambar/proyeksi pada kuadran I yang dikenal juga dengan nama
proyeksi Eropa. Gambar 5.34 memperlihatkan titik yang terletak di
kuadran I (lihat gambar 5.34).
Gambar 5 33. Proyeksi di kuadran I
Keterangan:
A = titik kuadran-I
AD = proyeksi titik A di bidang D (depan)
Av = proyeksi titik A di bidang V (vertikal)
AH = proyeksi titik A di bidang H (horizontal)
Bila ketiga bidang saling tegak lurus tersebut dibuka, maka sumbu
x dan y sebagai sumbu putarnya dan sumbu z merupakan sumbu yang
dibuka/dipisah, seperti gambar berikut:
Teknik Pemesinan 108
Gambar 5 34. Pembukaan objek gambar di kuadran I
Selanjutnya batas-batas bidang dihilangkan maka menjadi bentuk di
bawah ini :
Gambar 5 35. Pemutaran dengan jangka
Teknik Pemesinan 109
Gambar 5 36. Potongan garis yang bersudut 45o
Bila penempatan benda di kuadran I tidak teratur, maka untuk
menempatkan sumbu dapat disederhanakan sesuai dengan ruang yang
tersedia. Penyederhanaan dapat dilakukan seperti gambar berikut:
Gambar 5 37. Garis sumbu terpisah d
Gambar 5 38. Garis sumbu berimpit dengan gambar
Penampilan Gambar
Untuk penampilan gambar berikutnya, garis sumbu dan garis
bantu tidak diperlukan lagi (dihilangkan). Jadi yang nampak hanya
Teknik Pemesinan 110
pandangannya saja (lihat gambar 5.40), perlu ditegaskan kembali bahwa
untuk proyeksi di kuadran I (proyeksi Eropa), penempatan pandangan
samping akan berada disebelah kiri pandangan depannya, sedangkan
pandangan atas berada di bawah pandangan depannya.
Gambar 5 39. Pandangan proyeksi Eropa
b) Proyeksi di Kuadran III (Proyeksi Amerika)
Bidang-bidang H, V. dan D untuk proyeksi di kuadran III (proyeksi
Amerika) yang telah di buka adalah:
Gambar 5 40. Pandangan proyeksi Amerika
• Pada bidang H ditempatkan pandangan atas
• Pada bidang D ditempatkan pandangan depan
• Fada bidang V diternpatkan pandangan samping kanan
Contoh :
Teknik Pemesinan 111
Gambar 5 41. Contoh pandangan proyeksi Amerika
7. Simbol Proyeksi dan Anak Panah
a) Simbol Proyeksi
Untuk membedakan gambar/proyeksi di kuadran I dan
gambar/proyeksi di kuadran III, perlu diberi lambang proyeksi. Dalam
standar ISO (ISO/DIS 128), telah ditetapkan bahwa cara kedua proyeksi
boleh dipergunakan. Sedangkan untuk keseragaman ISO, gambar
sebaiknya digambar menurut proyeksi sudut pertama (kuadran I atau kita
kenal sebagai proyeksi Eropa).
Dalam satu buah gambar tidak diperkenankan terdapat gambar
dengan menggunakan kedua gambar proyeksi secara bersamaan.
Simbol proyeksi ditempatkan disisi kanan bawah kertas gambar.
Simbol/lambang proyeksi tersebut adalah sebuah kerucut terpancung
(lihat gambar).
Gambar 5 42. Proyeksi Amerika
Gambar 5 43. Proyeksi Eropa
Teknik Pemesinan 112
b) Anak Panah
Anak panah digunakan untuk menunjukkan batas ukuran dan
tempat/posisi atau arah pemotongan sedangkan angka ukuran
ditempatkan di atas garis ukur atau di sisi kiri garis ukur (ithat gambar
5.45).
Gambar 5 44. Anak Panah
Gambar 5 45. Contoh penggambaran anak panah
8. Penentuan Pandangan
Untuk menempatkan pandangan atas atau pandangan samping
dan pandangan depannya, terlebih dahulu kita harus menempatkan
sistem proyeksi apa yang kita pakai, apakah proyeksi di kuadran I (Eropa)
ataukah proyeksi di kuadran III (Amerika)?. Setelah kita menempatkan
sistem proyeksi yang kita pakai, barulah kita menenempatkan pandangan
dan objek yang kita gambar tersebut.
a) Menempatkan Pandangan Depan, Proyeksi Di Kuadran I (Eropa) Atas
dan Samping Kanan Menurut
Gambar 5 46. Penerapan Proyeksi Eropa
Teknik Pemesinan 113
b) Menentukan Pandangan Depan, Atas dan Samping Kanan Menurut
Pryeksi Di Kuadran III (Amerika)
Gambar 5 47. Penerapan Proyeksi Amerika
c) Penetapan Jumlah Pandangan
Jumlah pandangan dalam satu objek/gambar tidak semuanya
harus digambar rnisa]nya untuk benda-benda bubutan sederhana,
dengan satu pandangan saja yang dilengkapi dengan simbol (lingkaran)
sudah cukup untuk memberikan informasi yang jelas. Lthat gambar 49
berikut:
Gambar 5 48. Gambar satu pandangan
d) Jenis-jenis Pandangan Utama
Gambar kerja yang digunakan sebagai alat komunikasi adalah
gambar dalam bentuk pandangan-pandangan. Sebagai pandangan
utamanya ialah pandangan depan, pandangan samping, dan pandangan
atas. Dalam gambar kerja, tidak selamanya ketiga pandangan harus
ditampilkan, tergantung dan kompleks/rumit atau sederhananya bentuk
benda. Hal terpentirig, gambar pandangan-pandangan ini harus dapat
memberikan informasi yang jelas. Perhatikan Gambar 5.50 di bawah ini:
Teknik Pemesinan 114
Kedua gambar di atas, walaupun hanya terdiri atas satu
pandangan saja, dapat membedakan bentuk bendanya, yaitu dengan
simbol/lambang O untuk bentuk lingkaran dan untuk bentuk bujur sangkar
dan bentuk gambar piktorialnya adalah:
e) Pemelihan Pandangan Utama
Untuk memberikan informasi bentuk gambar, seharusnya kita pilih
pandangan yang dapat mewakili bentuk benda (perhatikan Gambar 5.52)
di bawah ini.
Gambar 5 49. Gambar pandangan
Gambar 5 50. Pembedaan bentuk benda dengan satu
pandangan
Teknik Pemesinan 115 Sebaliknya dua pandangan depan dan samping belum tentu dapat
memberikan informasi yang maksimum (lihat Gambar 5.55 berikut).
Gambar 5 54. Penggunaan dua pandangan
Dengan dua pandangan di atas, belum cukup memberikan
informasi bentuk secara cepat dan tepat. OIeh karena itu, perlu satu
pandangan lagi untuk kejelasan gambar tersehut: yaitu pandangan atas.
Gambar 5 55. Penggunaan tiga pandangan
Setelah dilengkapi dengan pandangan atasnya, barulah kita
mendapatkan informasi bentuk yang lengkap dari Gambar 56.
Gambar 5 56. Bentuk benda dari hasil pandangan
Teknik Pemesinan 117
9. Gambar Potongan
Untuk memberikan inforamsi yang lengkap dan gambar yang
berongga atau berlubang perlu menampilkan gambar dengan teknik -
menggambar yang tepat. Kadang-kadang gambar tampak lebih rumit
karen adanya garis-garis gambar yang tidak kelihatan. Oleh karena itu
garis-garis gores yang akan menimbulkan salah pengertian (salah
informasi) perlu dihindari, yaitu dengan menunjukkan ambar potongan/
irisan.
a) Fungsi Gambar Potongan/Irisan
Gambar potongan atau irisan fungsinya untuk menjelaskan
bagian-bagian gambar benda yang tidak kelihatan, rnisalnya dari benda
yang dibor (baik yang dibor tembus maupun dibor tidak tembus) lubanglubang
pada flens atau pipa-pipa, rongga-rongga pada rumah katup, dan
rongga-rongga pada blok mesin. Bentuk rongga tersebut perlu dilengkapi
dengan penjelasan gambar potongan agar dapat memberikan ukuran
atau informasi yang jelas dan tegas, sehingga terhindar dan kesalah
pahaman membaca gambar.
b) Bentuk Potongan/Irisan
Gambar potongan atau irisan dapat dijelaskan dengan
menggunakan pemisalan benda yang dipotong dengan gergaji (lihat
Gambar 5.58).
Gambar 5 57. Gambar 5.58a
Gambar 5 58. gambar 5.58b
Teknik Pemesinan 118
Gambar 5 59. Gambar 5.58c.
Keterangan:
Gambar 5.58b. Memperlihatkan gambar lengkap dengan garis gores
sebagai batas-batas garis yang tidak kelihatan. Dengan
adanya garis-garis tersebut gambar kelihatan agak rumit.
Gambar 5.58a. Memperlihatkan gambar yang kurang jelas. Dalam hal ini
kita tidak bisa memastikan apakah lubang tersebut
merupakan lubang tembus atau tidak tembus,
mempunyai lubang yang bertingkat atau rata. Sehingga
setiap orang akan menafsirkan bentuk lubang yang
berbeda, yang menyebabkan informasi kurang jelas.
Gambar 5.58c. Oleh karena Gambar 58a dan Gambar 58c menimbulkan
keraguan dalam pembacaannya, maka gambar dapat
dijelaskan dengan menggunakan pemisalan bahwa
benda tersehut dipotong--dengan gergaji, sehingga
bentuk rongga di dalamnya dapat terlihat dengan jelas
dan tidak menimbulkan keraguan lagi dalam menentukan
bentuk di bagian dalamnya.
Dengan gambar potongan atau irisan, seperti pada gambar 58c di
atas, diperoleh ketegasan atau kejelasan tentang bentuk dan rongga
sebelah dalam, sehingga informasi yang diberikan oleh gambar dapat
efisien. Gambar potongan atau irisan harus diasir sesuai dengan batas
garis pemotongannya.
c) Tanda Pemotongan
Untuk menjelaskan gambar yang dipotong, perlu adanya tanda
pemotongan yang sudah ditetapkan sesuai dengan aturan-aturan
menggambar teknik.Tanda pemotongan ini terdiri atas:
Teknik Pemesinan 119
a. Tanda pemotongan dengan garis sumbu dan kedua ujungnya di
tebalkan (lihat Gambar 5.59).
b. Tanda pemotongan dengan garis tipis bergelombang bebas (lihat
Gambar 5.60).
c. Tanda pemotongan dengan garis tipis berzigzag (lihat Gambar 5.60).
Gambar 5 60. Tanda pemotongan
Gambar 5 61. Tanda pemotongan dengan gelombang dan zigzag
d) Menempatkan Gambar Penampang/Potongan
Untuk menempatkan gambar penampang atau gambar potongan,
kita perlu memperhatikan penempatan gambar potongan tersebut sesuai
dengan proyeksi yang akan kita gunakan, apakah proyeksi di kuadran I
(Eropa) atau proyeksi di kuadran III (Amerika). Untuk lebih jelasnya,
perhatikan Gambar 5.61.
Teknik Pemesinan 120
Gambar 5 62. Penempatan gambar potongan (1)
Gambar 5 63. Penempatan gambar potongan (2)
Teknik Pemesinan 121
Jika proyeksi yang digunakan adaiah proyeksi Arnerika, maka
gambar penampang potongannya diletakkan/berada di belakang arah
anak panahnya. Jika proyeksi yang digunakan proyeksi Eropa maka
penempatan gambar potongnya berada di depan arah anak panahnya.
Selain ditempatkan sesuai dengan proyeksi yang digunakan,
penampang potong dapat juga diputar ditempat (penampang putar)
seperti tampak pada Gambar 5.62a, atau dengan dipotong dan diputar
kemudian dipindahkan ketempat lain segaris dengan sumbunya seperti
tampak pada Gambar 5.62b.
Gambar 5.62b. Penempatan potongan dengan diputar dan dipindah
e) Benda-benda yang Tidak Boleh Dipotong
Benda-benda yang tidak boleh dipotong yaitu benda-benda pejal,
misal : poros pejal, jari-jari pejal dan semacamnya (lihat Gambar 5.63a).
benda-benda tipis, misal: pelat-pelat penguat pada dudukan poros dan
pelat penguat pada flens (lihat Gambar 5.63b). Bagian-bagian yang tidak
boleh dipotong tersebut yaitu bagian-bagian yang tidak diarsir.
Gambar 5.62a. Penempatan potongan dengan diputar
Teknik Pemesinan 122
Gambar 5.63b. Potongan dudukan poros
f) Jenis-jenis Gambar Potongan
Jenis-jenis gambar potongan/ irisan terdiri atas :
• Gambar potongan penuh
• Garnbar potongan separuh
• Gambar potongan sebagian/setempat atau lokal
• Gambar potongan putar
• Gambar potongan bercabang atau meloncat
1. Gambar Potongan Penuh
Perhatikan contoh gambar potongan penuh pada Gambar 5.64
berikut :
Gambar 5.63a. Potongan jari-jari
pejal
Teknik Pemesinan 123
Gambar 5.64. Potongan penuh
2. Gambar Potongan Separuh
Perhatikan contoh gambar potongan pada Gambar 5.65 berikut :
Gambar 5.65. Potongan separuh
3. Gambar Potongan Sebagian
Gambar potongan sebagian disebut juga potongan lokal atau
potongan setempat (lihat contoh Gambar 5.66).
Teknik Pemesinan 124
Gambar 5.66. Potongan sebagian
4. Gambar Potongan Putar
Gambar potongan putar dapat diputar setempat seperti tampak pada
Gambar 5.62a atau dapat juga penempatan potongannya seperti pada
Gambar 5.62b.
Gambar 5.67. Potongan putar
5. Gambar Potongan Bercabang atau Meloncat
Perhatikan contoh Gambar 5.68 berikut.
Gambar 5.68. Potongan bercabang atau meloncat
Teknik Pemesinan 125
10. Garis Arsiran
Untuk membedakan gambar proyeksi yang dipotong dengan
gambar pandanagn, maka gambar potongan/ irisan perlu diarsir. Arsir
yaitu garis-garis miring tipis yang dibatasi oleh garis-garis batas
pemotongan. Lihat Gambar 5.69 di bawah.
Gambar 5.69. Contoh penggunaan arsiran
a) Macam-macam Arsiran
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada gambar yang diarsir antara
lain:
1. sudut dan ketebalàn garis arsiran
2. bidang atau pengarsiran pada bidang yang luas
3. pengarsiran bidang yang berdampingan
4. pengarsiran benda-benda tipis
5. peletakan angka ukuran pada gambar yang diarsir
6. macam-macam garis arsiran yang disesuaikan dengan bendanya.
1. Sudut dan Ketebalan Garis Arsiran
Sudut arsiran yang dibuat adalah 450 terhadap garis sumbu
utamanya, atau 450 terhadap garis batas gambar, sedangkan ketebalan
arsiran digunakan garis tipis dengan perbandingan ketebalan sebagai
berikut (lihat tabel 5.3).
Tabel 5.3. Macam-macam ketebalan garis
Teknik Pemesinan 126
Dari tabel di atas kita dapat menentukan ketebalan garis arsiran
yang disesuaikan dengan garis gambarnya. Jika garis tepi/gambar
mempunyai ketebalan 0,5 mm maka garis-garis arsirnya dibuat setebal
0,25 mm. Sudut dan ketebalan garis arsiran dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 5.70. Sudut ketebalan garis arsiran
b) Penggarisan Pada Bidang yang Luas dan Bidang Berdampingan
Untuk potongan benda yang luas, arsiran pada bidang potongnya
dilaksanakan pada garis tepi garis-garis batasnya (lihat Gambar 5.71).
Untuk pemotongan meloncat atau pemotongan bercabang, ada
bidang-bidang potong yang berdampingan, maka batas-batas bidang
yang berdampingan tersebut harus dibatasi oleh garis gores bertitik
(sumbu) dan pengarsirannya harus turun atau naik dan ujung arsiran
yang lainnya (lihat Gambar 5.71).
Gambar 5.71. Arsiran pada bidang luas dan bidang berdampingan
c) Pengarsiran Benda-benda Tipis
Teknik Pemesinan 127
Untuk gambar potongan benda-benda tipis atau profil-profil tipis
maka pengarsirannya dibuat dengan cara dilabur (lihat Gambar 5.72).
Gambar 5.72. Arsiran benda tipis
d) Angka Ukuran dan Arsiran
Jika angka ukuran terletak pada arsiran (karena tidak dapat
dihindari), maka angka ukurannya jangan diarsir (lihat Gambar 5.73).
Gambar 5.73. Angka ukuran dan arsiran
e) Macam-macam Arsiran
f)
Perhatikan Gambar 5.74 berikut ini.
a b
c d
Teknik Pemesinan 128
Gambar 5.74. Macam-macam arsiran
Keterangan:
a = Besi tuang
b = Aluminium dan panduannya
c = Baja dan baja istimewa
d = Besi tuang yang dapat ditempa
e = Baja cair
f = Logam putih
g = Paduan tembaga tuang
h = Seng, air raksa
11. Ukuran Pada Gambar Kerja
Sesuai dengan standar ISO (ISO/DIS) 128, telah ditetapkan
bahwa gambar proyeksi di Kuadran I dan gambar proyeksi di Kuadran III
dapat digunakan sebagai gambar kerja, dengan ketentuan kedua macam
proyeksi tersebut tidak boleh dilakukan/dipakai secara bersama-sarna
dalam satu gambar kerja.
Gambar kerja adalah gambar pandangan-pandangan,
potongan/irisan dengan memperhatikan kaidah-kaidah proyeksi, baik
proyeksi di kuadran I (Eropa) maupun proyeksi di kuadran III (Amerika).
Gambar kerja harus memberikan informasi bentuk benda secara lengkap.
OIeh karena itu, ukuran pada gambar kerja harus dicantumkan secara
Iengkap.
a) Ketentuan-ketentuan Dasar Pencatuman Ukuran
Agar tidak menimbulkan keraguan di dalam membaca gambar,
maka pada gambar kerja harus dicantumkan ukuran dengan aturanaturan
menggambar yang telah ditetapkan, ketentuan-ketentuan tersebut
meliputi ketentuan:
• Menarik garis ukur dan garis bantu
• Menggambar anak panah
• Menetapkan jarak antara garis ukur
• Menetapkan angka ukuran
e f
g h
Teknik Pemesinan 129
1. Menarik Garis ukur dan Garis Bantu
Garis ukur dan garis bantu dibuat dengan garis tipis perbandingan
ketebalan antara garis gambar dan garis ukur/bantu lihat Tabel 4.
Tabel 5.4. Perbandingan ketebalan garis bantu dengan garis gambar
Contoh:
Perhatikan Gambar 5.75 berikut.
Gambar 5.75. Cara penarikan garis dan ketebalanya
2. Menetapkan Jarak antara Garis Ukur
Jika garis ukur terdiri atas garis-garis ukur yang sejajar, maka
jarak antara garis ukur yang satu dengan garis ukur Iainnya harus sarna.
Selain itu perlu diperhatikan pula ganis ukur jangan sampai berpotongan
dengan ganis bantu, kecuali terpaksa. Garis gambar tidak boleh
digunakan sebagai garis ukur. Garis sumbu boleh digunakan sebagai
garis bantu, tetapi tidak boleh dhgunakan langsung sebagai garis ukur.
Untuk menempatkan garis ukur yang sejajar, ukuran terkecil
ditempatkan pada bagian dalam dan ukuran besar ditempatkan di bagian
luar. Hal mi untuk rnenghindari perpotongan antara garis ukur dan garis
bantu. Jika terdapat perpotongan garis bantu dengan garis ukur, garis
bantunya diperpanjang 1 mm dan ujung anak panahnya.
Teknik Pemesinan 130
Garis ukur pada umurnnya tegak lurus terhadap garis bantunya,
tetapi pada keadaan tertentu garis bantu boleh dibuat miring
sejajar/paralel. Sebagai contoh, dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.76. Jarak antara garis ukur
Keterangan:
1. Garis ukur yang sejajar
2. Garis bantu yang berpotongan (tidak dapat dihindarkan)
3. Garis sumbu yang digunakan secara tidak langsung sebagai garis
bantu
4. Garis ukur yang terkecil (ditempatkan di dalam)
5. Garis ukur tambahan (pelengkap)
6. Perpanjangan garis bantu dilebihkan ± 1 mm dan garis ukurnya/ujung
anak panahnya
7. Penempatan ganis ukur yang sempit
8. Garis bantu yang paralel (jika diperlukan)
12. Penulisan Angka Ukuran
Penulisan angka ukuran ditempatkan di tengah-tengah bagiar atas
garis ukurnya, atau di tengah-tengah sebelah kiri ganis ukurnya. Untuk
kertas gambar berukuran kecil maka penulisan angka ukuran pada garis
ukur harus tegak, kertas gambarnya dapat diputar ke kanan, sehingga
penulisan dan pernbacaannya tidak terhalik. Angka ukuran harus dapat
dibaca dari bawah atau dari sisi kanan ganis ukurnya. (lihat Gambar
5.77).
Teknik Pemesinan 131
Gambar 5.77. Penulisan angka ukuran
Jika kertas gambar diputar ke kiri, akan menghasilkan angka
ukuran yang terbalik. Ukuran (c) pada gambar di atas adalah penulisan
angka ukuran yang terbalik.
a) Klasifikasi Pencatuman Ukuran
Benda-benda yang diukur mempunyai bentuk yang bermacammacam,
fungsi, kualitas, atau pengerjaan yang khusus. Oleh karena itu
pencatuman ukuran diklasifikasikan menjadi:
• Pengukuran dengan dimensi fungsional
• Pengukuran dengan dirnensi nonfungsional
• Pengukuran dengan dimensi tambahan
• Pengukuran dengan kemiringan atau ketirusan
• Pengukuran dengan bagian yang dikerjakan khusus
• Pengukuran dengan kesimetrian
1. Pengukuran dengan dimensi fungsional, nonfungsional dan ukuran
tambahan
Jika suatu benda terdiri atas bagian-bagian (bagian yang dirakit),
maka ukuran bagian yang satu dengan Iainnya.mempunyai fungsi yang
sama, sehingga satu sama lain mempunyai ukuran yang berpasangan
dan pencatuman ukurannya sebagai fungsi yang berpasangan. Jika
benda kerja yang di gambar berdiri sendiri, tetapi dalam sistem
pengeijaannya terhadap, maka digambar sesuai dengan ukurannya dan
pencaturnan ukurannya sebagai fungsi pengerjaan.
Teknik Pemesinan 132
Ukuran-ukuran yang tidak berfungsi disebut ukuran nonfungsional.
Untuk melengkapi ukuran, dalam hal ini supaya tidak menimbulkan
kekacauan dalam membaca gambar terutama dalarn jurnlah ukuran total,
maka ukuran pada gambar dilengkapi dengan ukuran tambahan. Ukuran
tambahan ini harus ditempatkan di antara dua kurung atau di dalam
kurung (lihat Gambar 5.78 berikut).
Gambar 5.78. Ukuran tambahan
Keterangan:
F = dimensi fungsional
NJF = dirnensi nonfungsional
H = dimensi tambahan
2. Pengukuran Ketirusan
Untuk mencatumkan ukuran benda yang mempunyai bentuk
miring, ukuran kemiringannya dicantumkan dengan harga tangen
sudutnya.
Gambar 5.79. Pengukuran ketirusan
Teknik Pemesinan 133
3. Penunjukan Ukuran pada bagian yang dikerjakan khusus
Untuk memberikan keterangan gambar pada benda-benda yang
dikerjakan khusus, misalnya dikartel pada bagian tertentu atau dihaluskan
dengan ampelas halus, maka pada bagian yang dikerjakan khusus tadi
gambar luarnya diberi garis tebal bertitik (lihat Gambar 5.80).
Gambar 5.80. Penunjukan ukuran pengerjaan khusus
4. Pemberian ukuran pada bagian-bagian yang simetris.
Untuk memberikan ukuran-ukuran pada gambar-gambar simetris,
jarak antara tepi dan sumbu simetrisnya tidak dicanturnkan (lihat Gambar
5.81).
Gambar 5.81. Penunjukan ukuran pada bagian yang simetris
Teknik Pemesinan 134
b) Pencatuman Simbol-simbol Ukuran
Untuk benda-benda dengan bentuk tertentu, ukurannya
dicantumkan disertai simbol bentuknya: misal benda-benda yang
berbentuk silinder, bujur sangkar, bola dan pingulan (Chamfer). Lihat
Gambar 5.82 berIkut.
Gambar 5.82. Pencantuman simbol-simbol ukuran
Keterangan:
50 = Diameter bola dengan ukuran 32 mm
SR 16 = Jari-jari bola dengan ukuran 16 mm
C3 = Chamfer atau pinggulan dengan ukuran 3 x 45
023 = Simbol ukuran silinder, dengan ukuran 23 mm
34 = Simbol ukuran bujur sangkar, dengan ukuran sisinya 34 mm
120 = Simbol ukuran tidak menurut skala yang sehenarnya
M12 = Simbol ukuran ulir dengan jenis ulir metris dan diameter luarnya
12 mm
2 = (Silang/cros clengan garis tipis) ; simbol bidang rata
I = (Strip titik tebal) ; simbol bagian yang dikerjakan khusus
Teknik Pemesinan 135
a. Penunjukan ukuran jari-jari
Untuk rnenunjukkan ukuran jari-jari, dapat digambarkan dengan
garis ukur dimulai dan titik pusat sampai busur Iingkararmya. Sebagai
simbol dari jari-jari tersebut, diberi tanda huruf “R” (lihat Gambar 5.83
berikut).
Gambar 5.83. Pengukuran jari-jari
Gambar 5.84. Penempatan anak panah dan ukuran di dalam lingkaran
Gambar 5.85. Penempatan anak panah dan ukuran di luar lingkaran
Teknik Pemesinan 136
13. Pengukuran Ketebalan
Pengukuran benda-benda tipis, seperti pengukuran pada pelat
ukuran tebalnya dapat dilengkapi dengan simbol “t” sebagai singkatan
dan “thicknees” yang secara kebetulan artinya tebal (juga berhuruf awal
“t”). Penunjukan ukurannya lihat Gambar 5.86 berikut :
Gambar 5.86. Penunjukan ukuran
a) Jenis-jenis Penulisan Ukuran
Penulisan ukuran pada gambar kerja, menurut jenisnya terdiri
atas;
• Ukuran berantai
• Ukuran paralel (sejajar)
• Ukuran kombinasi
• Ukuran berimpit
• Ukuran koordinat
• Ukuran yang berjarak sama
• Ukuran terhadap bidang referensi
1. Ukuran berantai
Percantuman ukuran secara berantai ini ada kelebihan dari
kekurangannya. Kelebihannya adalah mempercepat pembuatan gambar
kerja, sedangkan kekurangannya adalah dapat mengumpulkan toleransi
yang semakin besar, sehingga pekerjaan tidak teliti. Oleh karena itu
pencantuman ukuran secara berantai ini pada umumnya dilakukan pada
pekerjaan-pckerjaan yang tidak mernerlukan ketelitian yang tinggi. Lihat
Gambar 5.87.
Gambar 5.87. Ukuran berantai
Teknik Pemesinan 137
2. Ukuran paralel (sejajar)
Gambar 5.88. Ukuran sejajar
3. Ukuran kombinasi
Gambar 5.89. Ukuran kombinasi
4. Ukuran berimpit
Ukuran berimpit yaitu pengukuran dengan garis-garis ukur yang
ditumpangkan (berimpit) satu sama lain. Ukuran berimpit ini dapat dibuat
jika tidak menimbulkan kesalah pahaman dalam membaca gambarnya
(lihat Gambar 5.90).
Gambar 5.90. Ukuran berimpit
Teknik Pemesinan 138
Pada pengukuran berimpit ini, titik pangkal sebagai batas
ukuran/patokan ukuran (bidang referensi)nya harus dibuat lingkaran, dan
angka ukurannya harus diletakkan dekat anak panah sesuai dengan
penunjukan ukurannya.
5. Pengukuran terhadap bidang ‘referensi
Bidang referensi adalah bidang batas ukuran yang digunakan
sebagai jatokan pengukur Contoh : pengukuran benda kerja bubutan
terhadap bidang datar/rata (lihat Gambar 5.91).
Gambar 5.91. Pengukuran berimpit
6. Perigukuran koordinat
Jika pengukuran berimpit dilakukan dengan dua arah, yaitu
penunjukan ukuran ke arah sumbu x dan penunjukan ukurah ke arah
Teknik Pemesinan 139
sumbu y dengan bidang referensinya di 0, maka akan didapat
pengukuran “koordinat” (lihat Gambar 5.92).
Gambar 5.92. Pengukuran koordinat
7. Pengukuran yang berjarak sama
Untuk memberikan ukuran pada bagian yang berjarak sama,
penunjukan ukurannya dapat dilaksanakan sebagai berikut (lihat Gambar
5.93).
Gambar 5.93. Pengukuran berjarak sama
Untuk rnenghindarkan kesalahan/keraguan didalam membaca
gambarnya, dapat dituliskan dalah satu ukurannya (lihat Gambar 5.94).
Teknik Pemesinan 140
Gambar 5.94. Pengukuran berjarak sama
8. Pengukuran alur pasak
Jika kita memberikan ukuran diameter pada penampang/potongan
yang beralur pasak, misalnya pada kopling, roda gigi, atau alur pasak
pada puli, maka penunjukan ukuran diameternya seperti tampak pada
Gambar 5.95.
Gambar 5.95. Pengukuran alur pasak
9. Pengukuran pada lubang
Untuk memberikan ukuran pada lubang yang berjarak sama,
dapat dilakukan seperti tampak pada Gambar 5.96 berikut.
Gambar 5.96. Pengukuran pada lubang
Teknik Pemesinan 141
10. Pengukuran profil
Untuk memberikan ukuran pada profil-profil yang telah distandar,
dapat dilakukan seperti tampak pada Gambar 5.97 berikut.
Gambar 5.97. Pengukuran profil
11. Cara membuat gambar mur dan baut, serta pengukurannya.
Gambar 5.98.
Pembuatan gambar mur Gambar 5.99.
Pengukuran mur
Teknik Pemesinan 142
Gambar 5.100. Pembuatan gambar baut
Gambar 5.101. Pembuatan gambar mur dan baut
Teknik Pemesinan 143
BAB 6
MENGENAL PROSES BUBUT
(TURNING)
Teknik Pemesinan 144
roses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagianbagian
mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan
menggunakan Mesin Bubut. Prinsip dasarnya dapat didefinisikan
sebagai proses pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut
rata :
Dengan benda kerja yang berputar
Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point
cutting tool)
Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada
jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda
kerja (lihat Gambar 6.1 no. 1).
Proses bubut permukaan (surface turning, Gambar 6.1 no. 2)
adalah proses bubut yang identik dengan proses bubut rata, tetapi arah
gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja. Proses
bubut tirus (taper turning, Gambar 6.1 no. 3) sebenarnya identik dengan
proses bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut
tertentu terhadap sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur,
dilakukan dengan cara memvariasi kedalaman potong, sehingga
mengha-silkan bentuk yang diinginkan.
Walaupun proses bubut secara khusus menggunakan pahat
bermata potong tunggal, tetapi proses bubut bermata potong jamak tetap
termasuk proses bubut juga, karena pada dasarnya setiap pahat bekerja
sendiri-sendiri. Selain itu proses pengaturan (setting) pahatnya tetap
dilakukan satu persatu. Gambar skematis Mesin Bubut dan bagianbagiannya
dijelaskan pada Gambar 6.2.
Gambar 6 1. (1) Proses bubut rata, (2) bubut permukaan, dan (3) bubut
tirus.
P
Teknik Pemesinan 145
.........................(6.1)
1000
v dn
Gambar 6 2. Gambar skematis Mesin Bubut dan nama bagianbagiannya.
A. Parameter yang Dapat Diatur pada Mesin Bubut
Tiga parameter utama pada setiap proses bubut adalah
kecepatan putar spindel (speed), gerak makan (feed) dan kedalaman
potong (depth of cut). Faktor yang lain seperti bahan benda kerja dan
jenis pahat sebenarnya juga memiliki pengaruh yang cukup besar, tetapi
tiga parameter di atas adalah bagian yang bisa diatur oleh operator
langsung pada Mesin Bubut.
Kecepatan putar, n (speed), selalu dihubungkan dengan sumbu
utama (spindel) dan benda kerja. Kecepatan putar dinotasikan sebagai
putaran per menit (rotations per minute, rpm). Akan tetapi yang
diutamakan dalam proses bubut adalah kecepatan potong (cutting speed
atau v) atau kecepatan benda kerja dilalui oleh pahat/keliling benda kerja
(lihat Gambar 6.3). Secara sederhana kecepatan potong dapat
digambarkan sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan kecepatan
putar atau :
Di mana :
v = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter benda kerja (mm)
n = putaran benda kerja (putaran/menit)
Teknik Pemesinan 146
Dengan demikian kecepatan potong ditentukan oleh diameter
benda kerja. Selain kecepatan potong ditentukan oleh diameter benda
kerja faktor bahan benda kerja dan bahan pahat sangat menentukan
harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada waktu proses bubut
kecepatan potong ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat.
Harga kecepatan potong sudah tertentu, misalnya untuk benda kerja Mild
Steel dengan pahat dari HSS, kecepatan potongnya antara 20 sampai 30
m/menit.
Gerak makan, f (feed), adalah jarak yang ditempuh oleh pahat
setiap benda kerja berputar satu kali (Gambar 6.4.), sehingga satuan f
adalah mm/putaran. Gerak makan ditentukan berdasarkan kekuatan
mesin, material benda kerja, material pahat, bentuk pahat, dan terutama
kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak makan biasanya
ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a. Gerak
makan tersebut berharga sekitar 1/3 sampai 1/20 a, atau sesuai dengan
kehalusan permukaan yang dikehendaki.
Gambar 6 4. Gerak makan (f) dan kedalaman potong (a).
Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda
kerja yang dibuang dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang
dipotong terhadap permukaan yang belum terpotong (lihat Gambar 6.4.).
Ketika pahat memotong sedalam a, maka diameter benda kerja akan
Gambar 6 3. Panjang permukaan benda kerja yang dilalui
pahat setiap putaran.
Teknik Pemesinan 147
berkurang 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang dipotong ada
di dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar.
Beberapa proses pemesinan selain proses bubut pada Gambar
6.1., pada Mesin Bubut dapat juga dilakukan proses pemesinan yang lain,
yaitu bubut dalam (internal turning), proses pembuatan lubang dengan
mata bor (drilling), proses memperbesar lubang (boring), pembuatan ulir
(thread cutting), dan pembuatan alur (grooving/parting-off). Proses
tersebut dilakukan di Mesin Bubut dengan bantuan/tambahan peralatan
lain agar proses pemesinan bisa dilakukan (lihat Gambar 6.5.).
Gambar 6 5. Proses pemesinan yang dapat dilakukan pada Mesin
Bubut : (a) pembubutan pinggul (chamfering), (b) pembubutan alur
(parting-off), (c) pembubutan ulir (threading), (d) pembubutan lubang
(boring), (e) pembuatan lubang (drilling), dan (f) pembuatan kartel
(knurling).
B. Geometri Pahat Bubut
Geometri/bentuk pahat bubut terutama tergantung pada material
benda kerja dan material pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada
Gambar 6.6. Untuk pahat bubut bermata potong tunggal, sudut pahat
yang paling pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas
(clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle). Sudutsudut
pahat HSS dibentuk dengan cara diasah menggunakan mesin
gerinda pahat (Tool Grinder Machine). Sedangkan bila pahat tersebut
adalah pahat sisipan (insert) yang dipasang pada tempat pahatnya,
geometri pahat dapat dilihat pada Gambar 6.7. Selain geometri pahat
tersebut pahat bubut bisa juga diidentifikasikan berdasarkan letak sisi
Teknik Pemesinan 148
potong (cutting edge) yaitu pahat tangan kanan (Right-hand tools) dan
pahat tangan kiri (Left-hand tools), lihat Gambar 6.8.
Gambar 6 6. Geometri pahat bubut HSS (Pahat diasah dengan mesin
gerinda pahat).
Gambar 6 7. Geometri pahat bubut sisipan (insert).
Teknik Pemesinan 149
Pahat bubut di atas apabila digunakan untuk proses membubut
biasanya dipasang pada pemegang pahat (tool holder). Pemegang pahat
tersebut digunakan untuk memegang pahat dari HSS dengan ujung pahat
diusahakan sependek mungkin agar tidak terjadi getaran pada waktu
digunakan untuk membubut (lihat Gambar 6.9). Untuk pahat yang
berbentuk sisipan (inserts), pahat tersebut dipasang pada tempat pahat
yang sesuai, (lihat Gambar 6.10).
Gambar 6 8. Pahat tangan kanan dan pahat tangan kiri.
Gambar 6 9. Pemegang pahat HSS : (a) pahat alur, (b) pahat dalam,
(c) pahat rata kanan, (d) pahat rata kiri, dan (e) pahat ulir.
Teknik Pemesinan 150
Gambar 6 10. Pahat bubut sisipan (inserts), dan pahat sisipan yang
dipasang pada pemegang pahat (tool holders).
Bentuk dan pengkodean pahat sisipan serta pemegang pahatnya
sudah distandarkan oleh ISO. Standar ISO untuk pahat sisipan dapat
dilihat pada Lampiran, dan pengkodean pemegang pahat dapat dilihat
juga pada Lampiran.
C. Perencanaan dan Perhitungan Proses Bubut
Elemen dasar proses bubut dapat dihitung/dianalisa dengan
menggunakan rumus-rumus dan Gambar 6.11. berikut :
Keterangan :
Benda Kerja :
do = diameter mula (mm)
dm = diameter akhir (mm)
lt = panjang pemotongan (mm)
Pahat :
f ,
put/men
do dm
lt
r
a
Gambar 6 11. Gambar skematis proses bubut.
Teknik Pemesinan 151
v f .n;mm/ menit..........................................................(6.3) f
;menit.....................................................................(6.4)
v
l
t
f
t
c
Z A.v; cm3 / menit...........................................................(6.5)
; / .........................(6.2)
1000
v dn m menit
r = sudut potong utama/sudut masuk
Mesin Bubut :
a = kedalaman potong (mm)
f = gerak makan (mm/putaran)
n = putaran poros utama (putaran/menit)
1) Kecepatan potong :
d = diameter rata-rata benda kerja ( (do+dm)/2 ) (mm)
n = putaran poros utama (put/menit)
= 3,14
2) Kecepatan makan
3) Waktu pemotongan
4) Kecepatan penghasilan beram
di mana : A = a.f mm2
Perencanaan proses bubut tidak hanya menghitung elemen dasar
proses bubut, tetapi juga meliputi penentuan/pemilihan material pahat
berdasarkan material benda kerja, pemilihan mesin, penentuan cara
pencekaman, penentuan langkah kerja/langkah penyayatan dari awal
benda kerja sampai terbentuk benda kerja jadi, penentuan cara
pengukuran dan alat ukur yang digunakan.
1. Material Pahat
Pahat yang baik harus memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga
nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik (ukuran tepat)
dan ekonomis (waktu yang diperlukan pendek). Kekerasan dan kekuatan
pahat harus tetap bertahan meskipun pada temperatur tinggi, sifat ini
dinamakan Hot Hardness. Ketangguhan (toughness) dari pahat
diperlukan, sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada
saat melakukan pemotongan dengan beban kejut. Ketahanan aus sangat
dibutuhkan yaitu ketahanan pahat melakukan pemotongan tanpa terjadi
keausan yang cepat.
Teknik Pemesinan 152
Penentuan material pahat didasarkan pada jenis material benda
kerja dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban kejut,
penghalusan). Material pahat yang ada ialah baja karbon sampai dengan
keramik dan intan. Sifat hot hardness dari beberapa material pahat
ditunjukkan pada Gambar 6.12.
Material pahat dari baja karbon (baja dengan kandungan karbon
1,05%) pada saat ini sudah jarang digunakan untuk proses pemesinan,
karena bahan ini tidak tahan panas (melunak pada suhu 300-500o F).
Baja karbon ini sekarang hanya digunakan untuk kikir, bilah gergaji, dan
pahat tangan.
Material pahat dari HSS (High Speed Steel) dapat dipilih jenis M
atau T. Jenis M berarti pahat HSS yang mengandung unsur Molibdenum,
dan jenis T berarti pahat HSS yang mengandung unsur Tungsten.
Beberapa jenis HSS dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Gambar 6 12. (a) Kekerasan dari beberapa macam material pahat
sebagai fungsi dari temperatur, (b) jangkauan sifat material pahat.
Teknik Pemesinan 153
Jenis HSS Standart AISI
HSS Konvensional
Molibdenum HSS M1, M2, M7, M10
Tungsten HSS T1, T2
HSS Spesial
Cobald added HSS M33, M36, T4, T5, T6
High Vanadium HSS M3-1, M3-2, M4, T15
High Hardness Co HSS M41, M42, M43, M44, M45, M46
Cast HSS
Powdered HSS
Coated HSS
Tabel 6 1. Jenis pahat HSS
Pahat dari HSS biasanya dipilih jika pada proses pemesinan
sering terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan
interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya membubut benda segi
empat menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses
penuangan, membubut eksentris (proses pengasarannya).
Pahat dari karbida dibagi dalam dua kelompok tergantung
penggunaannya. Bila digunakan untuk benda kerja besi tuang yang tidak
liat dinamakan cast iron cutting grade . Pahat jenis ini diberi kode huruf K
(atau C1 sampai C4) dan kode warna merah. Apabila digunakan untuk
menyayat baja yang liat dinamakan steel cutting grade. Pahat jenis ini
diberi kode huruf P (atau C5 sampai C8) dan kode warna biru. Selain
kedua jenis tersebut ada pahat karbida yang diberi kode huruf M, dan
kode warna kuning. Pahat karbida ini digunakan untuk menyayat
berbagai jenis baja, besi tuang dan non ferro yang mempunyai sifat
mampu mesin yang baik. Contoh pahat karbida untuk menyayat berbagai
bahan dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Teknik Pemesinan 154
Tabel 6 2. Contoh penggolongan pahat jenis karbida dan
penggunaannya.
Teknik Pemesinan 155
2. Pemilihan Mesin
Pertimbangan pemilihan mesin pada proses bubut adalah
berdasarkan dimensi benda kerja yang yang akan dikerjakan. Ketika
memilih mesin perlu dipertimbangkan kapasitas kerja mesin yang meliputi
diameter maksimal benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin, dan
panjang benda kerja yang bisa dikerjakan. Ukuran Mesin Bubut diketahui
dari diameter benda kerja maksimal yang bisa dikerjakan (swing over the
bed), dan panjang meja Mesin Bubut (length of the bed). Panjang meja
Mesin Bubut diukur jarak dari headstock sampai ujung meja. Sedangkan
panjang maksimal benda kerja adalah panjang meja dikurangi jarak yang
digunakan kepala tetap dan kepala lepas.
Beberapa jenis Mesin Bubut manual dengan satu pahat sampai
dengan Mesin Bubut CNC dapat dipilih untuk proses pemesinan (Lihat
Lampiran 1). Pemilihan Mesin Bubut yang digunakan untuk proses
pemesinan bisa juga dilakukan dengan cara memilih mesin yang ada di
bengkel (workshop). Dengan pertimbangan awal diameter maksimal
benda kerja yang bisa dikerjakan oleh mesin yang ada.
3. Pencekaman Benda Kerja
Setelah langkah pemilihan mesin tersebut di atas, dipilih juga alat
dan cara pencekaman/pemasangan benda kerja. Pencekaman/
pemegangan benda kerja pada Mesin Bubut bisa digunakan beberapa
cara. Cara yang pertama adalah benda kerja tidak dicekam, tetapi
menggunakan dua senter dan pembawa. Dalam hal ini, benda kerja
harus ada lubang senternya di kedua sisi benda kerja, (lihat Gambar
6.13.).
Gambar 6 13. Benda kerja dipasang di antara dua senter.
Teknik Pemesinan 156
Cara kedua yaitu dengan
menggunakan alat pencekam
(Gambar 6.14.). Alat pencekam
yang bisa digunakan adalah :
a. Collet, digunakan untuk
mencekam benda kerja
berbentuk silindris dengan
ukuran sesuai diameter collet.
Pencekaman dengan cara ini
tidak akan meninggalkan bekas
pada permukaan benda kerja.
b. Cekam rahang empat (untuk
benda kerja tidak silindris) . Alat
pencekam ini masing-masing
rahangnya bisa diatur sendirisendiri,
sehingga mudah dalam
mencekam benda kerja yang
tidak silindris.
c. Cekam rahang tiga (untuk
benda silindris). Alat pencekam
ini tiga buah rahangnya bergerak
bersama-sama menuju sumbu
cekam apabila salah satu
rahangnya digerakkan.
d. Face plate, digunakan untuk
menjepit benda kerja pada suatu
permukaan plat dengan baut
pengikat yang dipasang pada
alur T.
Pemilihan cara pencekaman
tersebut di atas, sangat menentukan
hasil proses bubut. Pemilihan alat
pencekam yang tepat akan
menghasilkan produk yang sesuai
dengan kualitas geometris yang
dituntut oleh gambar kerja. Misalnya
apabila memilih cekam rahang tiga
untuk mencekam benda kerja silindris yang relatif panjang, hendaknya
digunakan juga senter jalan yang dipasang pada kepala lepas, agar
benda kerja tidak tertekan, (lihat Gambar 6.15).
Penggunaan cekam rahang tiga atau cekam rahang empat,
apabila kurang hati-hati akan menyebabkan permukaan benda kerja
terluka. Hal tersebut terjadi misalnya pada waktu proses bubut dengan
kedalaman potong yang besar, karena gaya pencekaman tidak mampu
menahan beban yang tinggi, sehingga benda kerja tergelincir atau selip.
Gambar 6 14. Alat pencekam/
pemegang benda kerja proses
bubut.
Teknik Pemesinan 157
Hal ini perlu diperhatikan terutama pada proses finishing, proses
pemotongan ulir, dan proses pembuatan alur.
Beberapa contoh proses bubut, dengan cara pencekaman yang
berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 6.16.
4. Penentuan Langkah Kerja
Langkah kerja dalam proses bubut meliputi persiapan bahan
benda kerja, setting mesin, pemasangan pahat, penentuan jenis
pemotongan (bubut lurus, permukaan, profil, alur, ulir), penentuan kondisi
pemotongan, perhitungan waktu pemotongan, dan pemeriksaan hasil
berdasarkan gambar kerja. Hal tersebut dikerjakan untuk setiap tahap
(jenis pahat tertentu).
Gambar 6 16. Beberapa contoh proses bubut dengan cara
pencekaman/pemegangan benda kerja yang berbeda-beda.
Gambar 6 15. Benda kerja yang relatif
panjang dipegang oleh cekam rahang
tiga dan didukung oleh senter putar
Teknik Pemesinan 158
Bahan benda kerja yang dipilih biasanya sudah ditentukan pada
gambar kerja baik material maupun dimensi awal benda kerja. Penyiapan
(setting) mesin dilakukan dengan cara memeriksa semua eretan mesin,
putaran spindel, posisi kepala lepas, alat pencekam benda kerja,
pemegangan pahat, dan posisi kepala lepas. Usahakan posisi sumbu
kerja kepala tetap (spindel) dengan kepala lepas pada satu garis untuk
pembubutan lurus, sehingga hasil pembubutan tidak tirus.
Pemasangan pahat dilakukan dengan cara menjepit pahat pada
rumah pahat (tool post). Usahakan bagian pahat yang menonjol tidak
terlalu panjang, supaya tidak terjadi getaran pada pahat ketika proses
pemotongan dilakukan. Posisi ujung pahat harus pada sumbu kerja Mesin
Bubut, atau pada sumbu benda kerja yang dikerjakan. Posisi ujung pahat
yang terlalu rendah tidak direkomendasi, karena menyebabkan benda
kerja terangkat, dan proses pemotongan tidak efektif, (lihat Gambar 6.17).
Pahat bubut bisa dipasang pada tempat pahat tunggal, atau pada
tempat pahat yang berisi empat buah pahat (quick change indexing
square turret). Apabila pengerjaan pembubutan hanya memerlukan satu
macam pahat lebih baik digunakan tempat pahat tunggal. Apabila pahat
yang digunakan dalam proses pemesinan lebih dari satu, misalnya pahat
rata, pahat alur, pahat ulir, maka sebaiknya digunakan tempat pahat yang
bisa dipasang sampai empat pahat. Pengaturannya sekaligus sebelum
proses pembubutan, sehingga proses penggantian pahat bisa dilakukan
dengan cepat (quick change).
Gambar 6 17. Pemasangan pahat.
Teknik Pemesinan 159
5. Perencanaan Proses Membubut Lurus
Proses membubut lurus adalah menyayat benda kerja dengan
gerak pahat sejajar dengan sumbu benda kerja. Perencanaan proses
penyayatan benda kerja dilakukan dengan cara menentukan arah
gerakan pahat , kemudian menghitung elemen dasar proses bubut sesuai
dengan rumus 6.2. sampai dengan rumus 6.5.
Contoh :
Akan dibuat benda kerja dari bahan Mild Steel (ST. 37) seperti Gambar
6.19 berikut.
75
35
34
26
30
Gambar 6 19. Gambar benda kerja yang akan dibuat.
Perencanaan proses bubut :
a. Material benda kerja : Mild Steel (ST. 37), dia. 34 mm x 75 mm
b. Material pahat : HSS atau Pahat Karbida jenis P10, pahat kanan.
Dengan geometri pahat dan kondisi pemotongan dipilih dari Tabel
6.3. (Tabel yang direkomendasikan oleh produsen Mesin Bubut) :
=8o, =14o, v = 34 m/menit (HSS)
=5o, =0o, v = 170 m/menit (Pahat karbida sisipan)
c. Mesin yang digunakan : Mesin Bubut dengan kapasitas diameter lebih
dari 1 inchi.
d. Pencekam benda kerja : Cekam rahang tiga.
e. Benda kerja dikerjakan Bagian I terlebih dulu, kemudian dibalik untuk
mengerjakan Bagian II (Gambar 6.20).
Tabel 6 3. Penentuan jenis pahat, geometri pahat, v, dan f (EMCO).
f. Pemasangan pahat : Menggunakan tempat pahat tunggal (tool post)
yang tersedia di mesin, panjang ujung pahat dari tool post sekitar 10
sampai dengan 15 mm, sudut masuk r = 93o.
Teknik Pemesinan 161
g. Data untuk elemen dasar :
untuk pahat HSS : v = 34 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
untuk pahat karbida : v = 170 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
h. Bahan benda kerja telah disiapkan (panjang bahan sudah sesuai
dengan gambar), kedua permukaan telah dihaluskan.
i. Perhitungan elemen dasar berdasarkan rumus 2.2 – 2.5 dan gambar
rencana jalannya pahat adalah sebagai berikut (perhitungan
dilakukan dengan software spreadshheet) :
Keterangan :
1) Benda kerja dicekam pada Bagian II, sehingga bagian yang menonjol
sekitar 50 mm.
2) Penyayatan dilakukan 2 kali dengan kedalaman potong a1 = 2 mm
dan a2 = 2 mm. Pemotongan pertama sebagai pemotongan
pengasaran (roughing) dan pemotongan kedua sebagai pemotongan
finishing.
3) Panjang pemotongan total adalah panjang benda kerja yang dipotong
ditambah panjang awalan (sekitar 5 mm) dan panjang lintasan keluar
pahat (sama dengan kedalaman potong) . Gerakan pahat dijelaskan
seperti Gambar 6. 21 :
a1
a2
50 5
II I
Gambar 6 20. Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan lintasan
pahat.
Teknik Pemesinan 162
a) Gerakan pahat dari titik 4 ke titik 1 adalah gerak maju dengan
cepat (rapid)
b) Gerakan pahat dari titik 1 ke titik 2 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
c) Gerakan pahat dari titik 2 ke titik 3 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
d) Gerakan pahat dari titik 3 ke titik 4 adalah gerakan cepat
(dikerjakan dengan memutar eretan memanjang).
Setelah rencana jalannya pahat tersebut di atas kemudian
dilakukan perhitungan elemen dasar pemesinannya. Hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 6.4.
a. Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat HSS)
v= 34 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 4 mm
a1= 2 mm
a2= 2 mm
a3= ..mm
do= 34mm
dm1= 30 mm
dm2= 26 mm
lt= 42 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a1 338,38 33,84 1,24 6,80
Bubut rata a2 386,72 38,67 1,09 6,80
b. Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat Karbida
P10)
v= 170 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 4 mm
Gambar 6 21. Gambar rencana gerakan dan
lintasan pahat.
Teknik Pemesinan 163
a1= 2 mm
a2= 2 mm
a3= ..mm
do= 34mm
dm1= 30 mm
dm2= 26 mm
lt= 42 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a1 1691,88 169,19 0,25 34,00
Bubut rata a2 1933,58 193,36 0,22 34,00
Tabel 6 4. Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan Bagian I.
Bagian II :
Benda kerja dibalik, sehingga bagian I menjadi bagian yang
dicekam seperti terlihat pada Gambar 6.22. Lintasan pahat sama dengan
lintasan pahat pada Gambar 6.21. hanya panjang penyayatannya
berbeda, yaitu (50+5+2) mm.
a3
60 5
I II
Gambar 6 22. Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan
lintasan pahat.
Teknik Pemesinan 164
Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan dapat dilihat pada Tabel 6.5
berikut ini :
Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat HSS)
v= 34 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 2 mm
a1= .. mm
a2= .. mm
a3= 2 mm
do= 34 mm
dm1= 30 mm
dm2= .. mm
lt= 57 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a3 338,38 33,84 1,68 6,80
Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat Karbida)
v= 170 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 2 mm
a1= .. mm
a2= .. mm
a3= 2 mm
do= 34 mm
dm1= 30 mm
dm2= .. mm
lt= 57 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a3 1691,88 169,19 0,34 34,00
Tabel 6 5. Hasil perhitungan eleman dasar pemesinan Bagian II.
Catatan :
1) Pada prakteknya parameter pemotongan terutama putaran spindel (n)
dipilih dari putaran spindel yang tersedia di Mesin Bubut tidak seperti
hasil perhitungan dengan rumus di atas. Kalau putaran spindel hasil
perhitungan tidak ada yang sama (hampir sama) dengan tabel
putaran spindel di mesin sebaiknya dipilih putaran spindel di bawah
putaran spindel hasil perhitungan.
2) Apabila parameter pemotongan n diubah, maka elemen dasar
pemesinan yang lain berubah juga.
3) Waktu yang diperlukan untuk membuat benda kerja jadi bukanlah
jumlah waktu pemotongan (tc) keseluruhan dari tabel perhitungan di
Teknik Pemesinan 165
atas (Tabel 6.4 dan Tabel 6.5). Waktu pembuatan benda kerja harus
ditambah waktu non produktif yaitu :
a) waktu penyiapan mesin/pahat
b) waktu penyiapan bahan benda kerja (dengan mesin gergaji,
dan Mesin Bubut yang disetel khusus untuk membuat bahan
benda kerja)
c) waktu pemasangan benda kerja
d) waktu pengecekan ukuran benda kerja
e) waktu yang diperlukan pahat untuk mundur (retract)
f) waktu yang diperlukan untuk melepas benda kerja
g) waktu yang diperlukan untuk mengantarkan benda kerja (dari
bagian penyiapan benda kerja ke mesin).
4) Tidak ada rumus baku untuk menentukan waktu non produktif.
Waktu non produktif diperoleh dengan mencatat waktu yang
diperlukan untuk masing-masing waktu non produktif tersebut.
5) Untuk benda kerja tunggal waktu penyelesaian benda kerja lebih
lama dari pada pembuatan massal (waktu rata-rata per produk),
karena waktu penyiapan mesin tidak dilakukan untuk setiap benda
kerja yang dikerjakan.
6) Untuk proses bubut rata dalam, perhitungan elemen dasar pada
prinsipnya sama dengan bubut luar, tetapi pada bubut dalam
diameter awal (do) lebih kecil dari pada diameter akhir (dm).
7) Apabila diinginkan pencekaman hanya sekali tanpa membalik
benda kerja, maka bahan benda kerja dibuat lebih panjang sekitar
30 mm. Akan tetapi hal tersebut akan menyebabkan pemborosan
bahan benda kerja jika membuat benda kerja dalam jumlah
banyak.
8) Apabila benda kerja dikerjakan dengan dua senter (setting seperti
Gambar 6.13), maka benda kerja harus diberi lubang senter pada
kedua ujungnya. Dengan demikian waktu ditambah dengan waktu
pembuatan lubang senter.
9) Pahat karbida lebih produktif dari pada pahat HSS.
6. Perencanaan Proses Membubut Tirus
Benda kerja berbentuk tirus (taper) dihasilkan pada proses bubut
apabila gerakan pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda
kerja. Cara membuat benda tirus ada beberapa macam :
a. Dengan memiringkan eretan atas pada sudut tertentu (Gambar 6.23),
gerakan pahat (pemakanan) dilakukan secara manual (memutar
handle eretan atas).
b. Pengerjaan dengan cara ini memakan waktu cukup lama, karena
gerakan pahat kembali relatif lama (ulir eretan atas kisarnya lebih
kecil dari pada ulir transportir).
Teknik Pemesinan 166
c. Dengan alat bantu tirus (taper attachment), pembuatan tirus dengan
alat ini adalah untuk benda yang memiliki sudut tirus relatif kecil
(sudut sampai dengan ±9o). Pembuatan tirus lebih cepat karena
gerakan pemakanan (feeding) bisa dilakukan otomatis (Gambar 6.24).
Gambar 6 23. Proses membubut tirus luar dan tirus dalam dengan
memiringkan eretan atas, gerakan penyayatan ditunjukkan oleh anak
panah.
Gambar 6 24. Proses membubut tirus luar dengan bantuan alat bantu
tirus (taper attachment).
Teknik Pemesinan 167
d. Dengan menggeser kepala lepas (tail stock), dengan cara ini proses
pembubutan tirus dilakukan sama dengan proses membubut lurus
dengan bantuan dua senter. Benda kerja tirus terbentuk karena
sumbu kepala lepas tidak sejajar dengan sumbu kepala tetap
(Gambar 6.25.). Untuk cara ini sebaiknya hanya untuk sudut tirus
yang sangat kecil, karena apabila sudut tirus besar bisa merusak
senter jalan yang dipasang pada kepala lepas.
Gambar 6 25. Bagian kepala lepas yang bisa digeser, dan pembubutan
tirus dengan kepala lepas yang digeser.
Perhitungan pergeseran kepala lepas pada pembubutan tirus dijelaskan
dengan gambar dan rumus berikut.
Pergeseran kepala lepas (x) pada Gambar 6.26 di atas dapat dihitung
dengan rumus :
Gambar 6 26. Gambar benda kerja tirus dan notasi yang
digunakan.
Teknik Pemesinan 168
. .....................................................(6.6)
2
L
l
x D d
Di mana :
D = diameter mayor (terbesar) (mm)
d = diameter minor (terkecil) (mm)
l = panjang bagian tirus (mm)
L = panjang benda kerja seluruhnya (mm)
Penentuan pahat, perhitungan elemen pemesinan, dan penentuan
langkah kerja/jalannya pahat untuk pembuatan benda kerja tirus sama
dengan perencanaan proses bubut lurus. Perbedaannya ada pada
perhitungan waktu pemesinan untuk pembuatan tirus dengan cara
menggeser sudut eretan atas. Hal ini terjadi karena gerakan pahat
dilakukan secara manual sehingga rumus waktu pemesinan (tc) tidak
dapat digunakan.
7. Perencanaan Proses Membubut Ulir
Proses pembuatan ulir bisa dilakukan pada Mesin Bubut. Pada
Mesin Bubut konvensional (manual) proses pembuatan ulir kurang
efisien, karena pengulangan pemotongan harus dikendalikan secara
manual, sehingga proses pembubutan lama dan hasilnya kurang presisi.
Dengan Mesin Bubut yang dikendalikan CNC proses pembubutan ulir
menjadi sangat efisien dan efektif, karena sangat memungkinkan
membuat ulir dengan kisar (pitch) yang sangat bervariasi dalam waktu
relatif cepat dan hasilnya presisi. Nama- nama bagian ulir segi tiga dapat
dilihat pada Gambar 6.27.
Gambar 6 27. Nama-nama bagian ulir.
Ulir segi tiga tersebut bisa berupa ulir tunggal atau ulir ganda.
Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi tiga ini adalah pahat ulir
yang sudut ujung pahatnya sama dengan sudut ulir atau setengah sudut
ulir. Untuk ulir Metris sudut ulir adalah 60o, sedangkan ulir Whitwoth sudut
Teknik Pemesinan 169
ulir 55o. Identifikasi ulir biasanya ditentukan berdasarkan diameter mayor
dan kisar ulir (Tabel 6.6.). Misalnya ulir M5x0,8 berarti ulir metris dengan
diameter mayor 5 mm dan kisar (pitch) 0,8 mm.
Teknik Pemesinan 170
Tabel 6 6. Dimensi ulir Metris.
Teknik Pemesinan 171
Selain ulir Metris pada Mesin Bubut bisa juga dibuat ulir Whitworth
(sudut ulir 55o). Identifikasi ulir ini ditentukan oleh diamater mayor ulir dan
jumlah ulir tiap inchi (Tabel 6.7.). Misalnya untuk ulir Whitwoth 3/8”
jumlah ulir tiap inchi adalah 16 (kisarnya 0,0625”). Ulir ini biasanya
digunakan untuk membuat ulir pada pipa (mencegah kebocoran fluida).
Selain ulir segi tiga, pada Mesin Bubut bisa juga dibuat ulir segi
empat (Gambar 6.28). Ulir segi empat ini biasanya digunakan untuk ulir
daya. Dimensi utama dari ulir segi empat pada dasarnya sama dengan
ulir segi tiga yaitu : diameter mayor, diameter minor, kisar (pitch), dan
sudut helix. Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi empat adalah
pahat yang dibentuk (diasah) menyesuaikan bentuk alur ulir segi empat
dengan pertimbangan sudut helix ulir. Pahat ini biasanya dibuat dari HSS
atau pahat sisipan dari bahan karbida.
Tabel 6 7. Dimensi ulir Whitworth.
Teknik Pemesinan 172
a. Pahat ulir
Pada proses pembuatan ulir dengan menggunakan Mesin Bubut
manual pertama-tama yang harus diperhatikan adalah sudut pahat. Pada
Gambar 6.29. ditunjukkan bentuk pahat ulir metris dan alat untuk
mengecek besarnya sudut tersebut (60o). Pahat ulir pada gambar
tersebut adalah pahat ulir luar dan pahat ulir dalam. Selain pahat terbuat
dari HSS pahat ulir yang berupa sisipan ada yang terbuat dari bahan
karbida (Gambar 6.30).
Gambar 6 29. Pahat ulir metris dan mal ulir untuk ulir luar dan ulir
dalam.
Gambar 6 28. Ulir segi empat.
Teknik Pemesinan 173
Gambar 6 30. Proses pembuatan ulir luar dengan pahat sisipan.
Setelah pahat dipilih, kemudian dilakukan setting posisi pahat
terhadap benda kerja. Setting ini dilakukan terutama untuk mengecek
posisi ujung pahat bubut terhadap sumbu.
Gambar 6 31. Setting pahat bubut untuk proses pembuatan ulir luar.
Setelah itu dicek posisi pahat terhadap permukaan benda kerja,
supaya diperoleh sudut ulir yang simetris terhadap sumbu yang tegak
lurus terhadap sumbu benda kerja (Gambar 6.31).
Parameter pemesinan untuk proses bubut ulir berbeda dengan
bubut rata. Hal tersebut terjadi karena pada proses pembuatan ulir harga
gerak makan (f) adalah kisar (pitch) ulir tersebut, sehingga putaran
spindel tidak terlalu tinggi (secara kasar sekitar setengah dari putaran
spindel untuk proses bubut rata). Perbandingan harga kecepatan potong
untuk proses bubut rata (stright turning) dan proses bubut ulit (threading)
dapat dilihat pada Tabel 6.8.
Teknik Pemesinan 174
b. Langkah penyayatan ulir
Supaya dihasilkan ulir yang halus permukaannya perlu dihindari
kedalaman potong yang relatif besar. Walaupun kedalaman ulir kecil
(misalnya untuk ulir M10x1,5, dalamnya ulir 0,934 mm), proses
penyayatan tidak dilakukan sekali potong, biasanya dilakukan penyayatan
antara 5 sampai 10 kali penyayatan ditambah sekitar 3 kali penyayatan
kosong (penyayatan pada diameter terdalam). Hal tersebut karena pahat
ulir melakukan penyayatan berbentuk V. Agar diperoleh hasil yang presisi
dengan proses yang tidak membahayakan operator mesin, maka
sebaiknya pahat hanya menyayat pada satu sisi saja (sisi potong pahat
sebelah kiri untuk ulir kanan, atau sisi potong pahat sebelah kanan untuk
ulir kiri). Proses tersebut dilakukan dengan cara memiringkan eretan atas
Tabel 6 8. Kecepatan potong proses bubut rata dan proses bubut ulir
untuk pahat HSS.
Gambar 6 32. Eretan atas diatur menyudut terhadap sumbu tegak
lurus benda kerja dan arah pemakanan pahat bubut.
Teknik Pemesinan 175
dengan sudut 29o (Gambar 6.32.) untuk ulir metris. Sedang untuk ulir
Acme dan ulir cacing dengan sudut 29o, eretan atas dimiringkan 14,5 o.
Proses penambahan kedalaman potong (dept of cut) dilakukan oleh
eretan atas .
Langkah-langkah proses bubut ulir dengan menggunakan mesin
konvensional dilakukan dengan cara :
1) Memajukan pahat pada diameter luar ulir
2) Setting ukuran pada handle ukuran eretan atas menjadi 0 mm
3) Tarik pahat ke luar benda kerja, sehingga pahat di luar benda kerja
dengan jarak bebas sekitar 10 mm di sebelah kanan benda kerja
4) Atur pengatur kisar menurut tabel kisar yang ada di Mesin Bubut,
geser handle gerakan eretan bawah untuk pembuatan ulir
5) Masukkan pahat dengan kedalaman potong sekitar 0,1 mm
6) Putar spindel mesin (kecepatan potong mengacu Tabel 6.8) sampai
panjang ulir yang dibuat terdapat goresan pahat, kemudian hentikan
mesin dan tarik pahat keluar.
7) Periksa kisar ulir yang dibuat (Gambar 6.33.) dengan menggunakan
kaliber ulir (screw pitch gage). Apabila sudah sesuai maka proses
pembuatan ulir dilanjutkan. Kalau kisar belum sesuai periksa posisi
handle pengatur kisar pada Mesin Bubut.
Gambar 6 33. Pengecekan kisar ulir dengan kaliber ulir.
8) Gerakkan pahat mundur dengan cara memutar spindel arah
kebalikan, hentikan setelah posisi pahat di depan benda kerja
(Gerakan seperti gerakan pahat untuk membuat poros lurus pada
Gambar 6.21.).
9) Majukan pahat untuk kedalaman potong berikutnya dengan
memajukan eretan atas.
10) Langkah dilanjutkan seperti No. 7) sampai kedalaman ulir maksimal
tercapai.
11) Pada kedalaman ulir maksimal proses penyayatan perlu dilakukan
berulang-ulang agar beram yang tersisa terpotong semuanya.
Teknik Pemesinan 176
12) Setelah selesai proses pembuatan ulir, hasil yang diperoleh dicek
ukuranya (diameter mayor, kisar, diameter minor, dan sudut ulir).
c. Pembuatan ulir ganda
Pembuatan ulir di atas adalah untuk ulir tunggal. Selain ulir
tunggal ada tipe ulir ganda (ganda dua dan ganda tiga). Pada dasarnya
ulir ganda dan ulir tunggal dimensinya sama, perbedaanya ada pada
pitch dan kisar (Gambar 6.34). Pada ulir tunggal pitch dan kisar (lead)
sama. Pengertian kisar adalah jarak memanjang sejajar sumbu yang
ditempuh batang berulir (baut) bila diputar 360O (satu putaran).
Pengertian pitch adalah jarak dua puncak profil ulir. Pada ulir kanan
tunggal bila sebuah baut diputar satu putaran searah jarum jam, maka
baut akan bergerak ke kiri sejauh kisar (Gambar 6.34). Apabila baut
tersebut memiliki ulir kanan ganda dua, maka bila baut tersebut diputar
satu putaran akan bergerak ke kiri sejauh kisar (dua kali pitch).
Bentuk-bentuk profil ulir yang telah distandarkan ada banyak.
Proses pembuatannya pada prinsipnya sama dengan yang telah
diuraikan di atas. Gambar 6.35 – 6.37. berikut ditunjukkan gambar bentuk
profil ulir dan dimensinya.
Gambar 6 34. Single thread, double thread dan triple thread.
Teknik Pemesinan 177
Gambar 6 35. Beberapa jenis bentuk profil ulir (1).
Teknik Pemesinan 178
Gambar 6.36. Beberapa jenis bentuk profil ulir (2).
Gambar 6 36. Beberapa jenis bentuk profil ulir (1).
Teknik Pemesinan 179
8. Perencanaan Proses Membubut Alur
Alur (grooving) pada benda kerja dibuat dengan tujuan untuk
memberi kelonggaran ketika memasangkan dua buah elemen mesin,
membuat baut dapat bergerak penuh, dan memberi jarak bebas pada
proses gerinda terhadap suatu poros, (Gambar 6.38.). Dimensi alur
ditentukan berdasarkan dimensi benda kerja dan fungsi dari alur tersebut.
Bentuk alur ada tiga macam yaitu kotak, melingkar, dan V
(Gambar 6.39). Untuk bentuk-bentuk alur tersebut pahat yang digunakan
diasah dengan mesin gerinda disesuaikan dengan bentuk alur yang akan
Gambar 6 37. Beberapa jenis bentuk profil ulir (3).
Teknik Pemesinan 180
dibuat. Kecepatan potong yang digunakan ketika membuat alur
sebaiknya setengah dari kecepatan potong bubut rata. Hal tersebut
dilakukan karena bidang potong proses pengaluran relatif lebar. Alur bisa
dibuat pada beberapa bagian benda kerja baik di bidang memanjang
maupun pada bidang melintangnya, dengan menggunakan pahat kanan
maupun pahat kiri, (Gambar 6.40.)
Gambar 6 38. Alur untuk : (a) pasangan poros dan lubang, (b)
pergerakan baut agar penuh, (c) jarak bebas proses penggerindaan
poros.
Proses yang identik dengan pembuatan alur adalah proses
pemotongan benda kerja (parting). Proses pemotongan ini dilakukan
ketika benda kerja selesai dikerjakan dengan bahan asal benda kerja
yang relatif panjang (Gambar 6.41).
Teknik Pemesinan 181
Gambar 6 39. Alur bisa dibuat pada bidang memanjang atau melintang.
Beberapa petunjuk penting yang harus diperhatikan ketika
melakukan pembuatan alur atau proses pemotongan benda kerja adalah:
a. Cairan pendingin diberikan sebanyak mungkin
b. Ujung pahat diatur pada sumbu benda kerja
c. Posisi pahat atau pemegang pahat tepat 90o terhadap sumbu
benda kerja (Gambar 6.41)
Gambar 6 40. Proses pemotongan benda kerja (parting).
Teknik Pemesinan 182
d. Panjang pemegang pahat atau pahat yang menonjol ke arah
benda kerja sependek mungkin agar pahat atau benda kerja tidak
bergetar
e. Dipilih batang pahat yang terbesar
f. Kecepatan potong dikurangi (50% dari kecepatan potong bubut
rata)
g. Gerak makan dikurangi (20% dari gerak makan bubut rata)
h. Untuk alur aksial, penyayatan pertama dimulai dari diameter
terbesar untuk mencegah berhentinya pembuangan beram.
9. Perencanaan Proses Membubut/Membuat Kartel
Kartel (knurling) adalah proses membuat injakan ke permukaan
benda kerja berbentuk berlian (diamond) atau garis lurus beraturan untuk
memperbaiki penampilan atau memudahkan dalam pemegangan
(Gambar 6.42). Bentuk injakan kartel (Gambar 6.43) ada dalam berbagai
ukuran yaitu kasar (14 pitch), medium (21 pitch), dan halus (33 pitch).
Gambar 6 41. Proses pembuatan kartel bentuk lurus, berlian, dan alat
pahat kartel.
Gambar 6 42. Bentuk dan kisar injakan kartel.
Teknik Pemesinan 183
Pembuatan injakan kartel dimulai dengan mengidentifikasi lokasi
dan panjang bagian yang akan dikartel, kemudian mengatur mesin untuk
proses kartel. Putaran spindel diatur pada kecepatan rendah (antara 60-
80 rpm) dan gerak makan medium (sebaiknya 0,2 sampai 0,4 mm per
putaran spindel). Pahat kartel harus dipasang pada tempat pahat dengan
sumbu dari kepalanya setinggi sumbu Mesin Bubut, dan permukaannya
paralel dengan permukaan benda kerja. Harus dijaga bahwa rol pahat
kartel dapat bergerak bebas dan pada kondisi pemotongan yang bagus,
kemudian pada roda pahat yang kontak dengan benda kerja harus diberi
pelumas.
Agar supaya tekanan awal pada pahat kartel menjadi kecil,
sebaiknya ujung benda kerja dibuat pinggul (chamfer), lihat Gambar
6.44. dan kontak awal untuk penyetelan hanya setengah dari lebar pahat
kartel. Dengan cara demikian awal penyayatan menjadi lembut.
Kemudian pahat ditarik mundur dan dibawa ke luar benda kerja.
Gambar 6 43. Benda kerja dibuat menyudut pada ujungnya agar
tekanan pada pahat kartel menjadi kecil dan penyayatannya lembut.
Setelah semua diatur, maka spindel Mesin Bubut kemudian
diputar, dan pahat kartel didekatkan ke benda kerja menyentuh benda
sekitar 2 mm, kemudian gerak makan dijalankan otomatis. Setelah benda
kerja berputar beberapa kali (misalnya 20 kali), kemudian Mesin Bubut
dihentikan. Hasil proses kartel dicek apakah hasilnya bagus atau ada
bekas injakan yang ganda (Gambar 6.45.). Apabila hasilnya sudah
bagus, maka mesin dijalankan lagi. Apabila hasilnya masih ada bekas
injakan ganda, maka sebaiknya benda kerja dibubut rata lagi, kemudian
diatur untuk membuat kartel lagi. Selama proses penyayatan kartel, gerak
makan pahat tidak boleh dihentikan jika spindel masih berputar, karena di
permukaan benda kerja akan muncul ring/cincin (Gambar 6.45(c)).
Apabila ingin menghentikan proses, misalnya untuk memeriksa hasil,
maka mesin dihentikan dengan menginjak rem.
Teknik Pemesinan 184
GambarPerencanaan proses bubut :
a. Material benda kerja : Mild Steel (ST. 37), dia. 34 mm x 75 mm
b. Material pahat : HSS atau Pahat Karbida jenis P10, pahat kanan.
Dengan geometri pahat dan kondisi pemotongan dipilih dari Tabel
6.3. (Tabel yang direkomendasikan oleh produsen Mesin Bubut) :
=8o, =14o, v = 34 m/menit (HSS)
=5o, =0o, v = 170 m/menit (Pahat karbida sisipan)
c. Mesin yang digunakan : Mesin Bubut dengan kapasitas diameter lebih
dari 1 inchi.
d. Pencekam benda kerja : Cekam rahang tiga.
e. Benda kerja dikerjakan Bagian I terlebih dulu, kemudian dibalik untuk
mengerjakan Bagian II (Gambar 6.20).
Tabel 6 3. Penentuan jenis pahat, geometri pahat, v, dan f (EMCO).
f. Pemasangan pahat : Menggunakan tempat pahat tunggal (tool post)
yang tersedia di mesin, panjang ujung pahat dari tool post sekitar 10
sampai dengan 15 mm, sudut masuk r = 93o.
Teknik Pemesinan 161
g. Data untuk elemen dasar :
untuk pahat HSS : v = 34 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
untuk pahat karbida : v = 170 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
h. Bahan benda kerja telah disiapkan (panjang bahan sudah sesuai
dengan gambar), kedua permukaan telah dihaluskan.
i. Perhitungan elemen dasar berdasarkan rumus 2.2 – 2.5 dan gambar
rencana jalannya pahat adalah sebagai berikut (perhitungan
dilakukan dengan software spreadshheet) :
Keterangan :
1) Benda kerja dicekam pada Bagian II, sehingga bagian yang menonjol
sekitar 50 mm.
2) Penyayatan dilakukan 2 kali dengan kedalaman potong a1 = 2 mm
dan a2 = 2 mm. Pemotongan pertama sebagai pemotongan
pengasaran (roughing) dan pemotongan kedua sebagai pemotongan
finishing.
3) Panjang pemotongan total adalah panjang benda kerja yang dipotong
ditambah panjang awalan (sekitar 5 mm) dan panjang lintasan keluar
pahat (sama dengan kedalaman potong) . Gerakan pahat dijelaskan
seperti Gambar 6. 21 :
a1
a2
50 5
II I
Gambar 6 20. Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan lintasan
pahat.
Teknik Pemesinan 162
a) Gerakan pahat dari titik 4 ke titik 1 adalah gerak maju dengan
cepat (rapid)
b) Gerakan pahat dari titik 1 ke titik 2 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
c) Gerakan pahat dari titik 2 ke titik 3 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
d) Gerakan pahat dari titik 3 ke titik 4 adalah gerakan cepat
(dikerjakan dengan memutar eretan memanjang).
Setelah rencana jalannya pahat tersebut di atas kemudian
dilakukan perhitungan elemen dasar pemesinannya. Hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 6.4.
a. Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat HSS)
v= 34 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 4 mm
a1= 2 mm
a2= 2 mm
a3= ..mm
do= 34mm
dm1= 30 mm
dm2= 26 mm
lt= 42 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a1 338,38 33,84 1,24 6,80
Bubut rata a2 386,72 38,67 1,09 6,80
b. Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat Karbida
P10)
v= 170 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 4 mm
Gambar 6 21. Gambar rencana gerakan dan
lintasan pahat.
Teknik Pemesinan 163
a1= 2 mm
a2= 2 mm
a3= ..mm
do= 34mm
dm1= 30 mm
dm2= 26 mm
lt= 42 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a1 1691,88 169,19 0,25 34,00
Bubut rata a2 1933,58 193,36 0,22 34,00
Tabel 6 4. Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan Bagian I.
Bagian II :
Benda kerja dibalik, sehingga bagian I menjadi bagian yang
dicekam seperti terlihat pada Gambar 6.22. Lintasan pahat sama dengan
lintasan pahat pada Gambar 6.21. hanya panjang penyayatannya
berbeda, yaitu (50+5+2) mm.
a3
60 5
I II
Gambar 6 22. Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan
lintasan pahat.
Teknik Pemesinan 164
Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan dapat dilihat pada Tabel 6.5
berikut ini :
Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat HSS)
v= 34 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 2 mm
a1= .. mm
a2= .. mm
a3= 2 mm
do= 34 mm
dm1= 30 mm
dm2= .. mm
lt= 57 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a3 338,38 33,84 1,68 6,80
Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat Karbida)
v= 170 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 2 mm
a1= .. mm
a2= .. mm
a3= 2 mm
do= 34 mm
dm1= 30 mm
dm2= .. mm
lt= 57 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a3 1691,88 169,19 0,34 34,00
Tabel 6 5. Hasil perhitungan eleman dasar pemesinan Bagian II.
Catatan :
1) Pada prakteknya parameter pemotongan terutama putaran spindel (n)
dipilih dari putaran spindel yang tersedia di Mesin Bubut tidak seperti
hasil perhitungan dengan rumus di atas. Kalau putaran spindel hasil
perhitungan tidak ada yang sama (hampir sama) dengan tabel
putaran spindel di mesin sebaiknya dipilih putaran spindel di bawah
putaran spindel hasil perhitungan.
2) Apabila parameter pemotongan n diubah, maka elemen dasar
pemesinan yang lain berubah juga.
3) Waktu yang diperlukan untuk membuat benda kerja jadi bukanlah
jumlah waktu pemotongan (tc) keseluruhan dari tabel perhitungan di
Teknik Pemesinan 165
atas (Tabel 6.4 dan Tabel 6.5). Waktu pembuatan benda kerja harus
ditambah waktu non produktif yaitu :
a) waktu penyiapan mesin/pahat
b) waktu penyiapan bahan benda kerja (dengan mesin gergaji,
dan Mesin Bubut yang disetel khusus untuk membuat bahan
benda kerja)
c) waktu pemasangan benda kerja
d) waktu pengecekan ukuran benda kerja
e) waktu yang diperlukan pahat untuk mundur (retract)
f) waktu yang diperlukan untuk melepas benda kerja
g) waktu yang diperlukan untuk mengantarkan benda kerja (dari
bagian penyiapan benda kerja ke mesin).
4) Tidak ada rumus baku untuk menentukan waktu non produktif.
Waktu non produktif diperoleh dengan mencatat waktu yang
diperlukan untuk masing-masing waktu non produktif tersebut.
5) Untuk benda kerja tunggal waktu penyelesaian benda kerja lebih
lama dari pada pembuatan massal (waktu rata-rata per produk),
karena waktu penyiapan mesin tidak dilakukan untuk setiap benda
kerja yang dikerjakan.
6) Untuk proses bubut rata dalam, perhitungan elemen dasar pada
prinsipnya sama dengan bubut luar, tetapi pada bubut dalam
diameter awal (do) lebih kecil dari pada diameter akhir (dm).
7) Apabila diinginkan pencekaman hanya sekali tanpa membalik
benda kerja, maka bahan benda kerja dibuat lebih panjang sekitar
30 mm. Akan tetapi hal tersebut akan menyebabkan pemborosan
bahan benda kerja jika membuat benda kerja dalam jumlah
banyak.
8) Apabila benda kerja dikerjakan dengan dua senter (setting seperti
Gambar 6.13), maka benda kerja harus diberi lubang senter pada
kedua ujungnya. Dengan demikian waktu ditambah dengan waktu
pembuatan lubang senter.
9) Pahat karbida lebih produktif dari pada pahat HSS.
6. Perencanaan Proses Membubut Tirus
Benda kerja berbentuk tirus (taper) dihasilkan pada proses bubut
apabila gerakan pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda
kerja. Cara membuat benda tirus ada beberapa macam :
a. Dengan memiringkan eretan atas pada sudut tertentu (Gambar 6.23),
gerakan pahat (pemakanan) dilakukan secara manual (memutar
handle eretan atas).
b. Pengerjaan dengan cara ini memakan waktu cukup lama, karena
gerakan pahat kembali relatif lama (ulir eretan atas kisarnya lebih
kecil dari pada ulir transportir).
Teknik Pemesinan 166
c. Dengan alat bantu tirus (taper attachment), pembuatan tirus dengan
alat ini adalah untuk benda yang memiliki sudut tirus relatif kecil
(sudut sampai dengan ±9o). Pembuatan tirus lebih cepat karena
gerakan pemakanan (feeding) bisa dilakukan otomatis (Gambar 6.24).
Gambar 6 23. Proses membubut tirus luar dan tirus dalam dengan
memiringkan eretan atas, gerakan penyayatan ditunjukkan oleh anak
panah.
Gambar 6 24. Proses membubut tirus luar dengan bantuan alat bantu
tirus (taper attachment).
Teknik Pemesinan 167
d. Dengan menggeser kepala lepas (tail stock), dengan cara ini proses
pembubutan tirus dilakukan sama dengan proses membubut lurus
dengan bantuan dua senter. Benda kerja tirus terbentuk karena
sumbu kepala lepas tidak sejajar dengan sumbu kepala tetap
(Gambar 6.25.). Untuk cara ini sebaiknya hanya untuk sudut tirus
yang sangat kecil, karena apabila sudut tirus besar bisa merusak
senter jalan yang dipasang pada kepala lepas.
Gambar 6 25. Bagian kepala lepas yang bisa digeser, dan pembubutan
tirus dengan kepala lepas yang digeser.
Perhitungan pergeseran kepala lepas pada pembubutan tirus dijelaskan
dengan gambar dan rumus berikut.
Pergeseran kepala lepas (x) pada Gambar 6.26 di atas dapat dihitung
dengan rumus :
Gambar 6 26. Gambar benda kerja tirus dan notasi yang
digunakan.
Teknik Pemesinan 168
. .....................................................(6.6)
2
L
l
x D d
Di mana :
D = diameter mayor (terbesar) (mm)
d = diameter minor (terkecil) (mm)
l = panjang bagian tirus (mm)
L = panjang benda kerja seluruhnya (mm)
Penentuan pahat, perhitungan elemen pemesinan, dan penentuan
langkah kerja/jalannya pahat untuk pembuatan benda kerja tirus sama
dengan perencanaan proses bubut lurus. Perbedaannya ada pada
perhitungan waktu pemesinan untuk pembuatan tirus dengan cara
menggeser sudut eretan atas. Hal ini terjadi karena gerakan pahat
dilakukan secara manual sehingga rumus waktu pemesinan (tc) tidak
dapat digunakan.
7. Perencanaan Proses Membubut Ulir
Proses pembuatan ulir bisa dilakukan pada Mesin Bubut. Pada
Mesin Bubut konvensional (manual) proses pembuatan ulir kurang
efisien, karena pengulangan pemotongan harus dikendalikan secara
manual, sehingga proses pembubutan lama dan hasilnya kurang presisi.
Dengan Mesin Bubut yang dikendalikan CNC proses pembubutan ulir
menjadi sangat efisien dan efektif, karena sangat memungkinkan
membuat ulir dengan kisar (pitch) yang sangat bervariasi dalam waktu
relatif cepat dan hasilnya presisi. Nama- nama bagian ulir segi tiga dapat
dilihat pada Gambar 6.27.
Gambar 6 27. Nama-nama bagian ulir.
Ulir segi tiga tersebut bisa berupa ulir tunggal atau ulir ganda.
Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi tiga ini adalah pahat ulir
yang sudut ujung pahatnya sama dengan sudut ulir atau setengah sudut
ulir. Untuk ulir Metris sudut ulir adalah 60o, sedangkan ulir Whitwoth sudut
Teknik Pemesinan 169
ulir 55o. Identifikasi ulir biasanya ditentukan berdasarkan diameter mayor
dan kisar ulir (Tabel 6.6.). Misalnya ulir M5x0,8 berarti ulir metris dengan
diameter mayor 5 mm dan kisar (pitch) 0,8 mm.
Teknik Pemesinan 170
Tabel 6 6. Dimensi ulir Metris.
Teknik Pemesinan 171
Selain ulir Metris pada Mesin Bubut bisa juga dibuat ulir Whitworth
(sudut ulir 55o). Identifikasi ulir ini ditentukan oleh diamater mayor ulir dan
jumlah ulir tiap inchi (Tabel 6.7.). Misalnya untuk ulir Whitwoth 3/8”
jumlah ulir tiap inchi adalah 16 (kisarnya 0,0625”). Ulir ini biasanya
digunakan untuk membuat ulir pada pipa (mencegah kebocoran fluida).
Selain ulir segi tiga, pada Mesin Bubut bisa juga dibuat ulir segi
empat (Gambar 6.28). Ulir segi empat ini biasanya digunakan untuk ulir
daya. Dimensi utama dari ulir segi empat pada dasarnya sama dengan
ulir segi tiga yaitu : diameter mayor, diameter minor, kisar (pitch), dan
sudut helix. Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi empat adalah
pahat yang dibentuk (diasah) menyesuaikan bentuk alur ulir segi empat
dengan pertimbangan sudut helix ulir. Pahat ini biasanya dibuat dari HSS
atau pahat sisipan dari bahan karbida.
Tabel 6 7. Dimensi ulir Whitworth.
Teknik Pemesinan 172
a. Pahat ulir
Pada proses pembuatan ulir dengan menggunakan Mesin Bubut
manual pertama-tama yang harus diperhatikan adalah sudut pahat. Pada
Gambar 6.29. ditunjukkan bentuk pahat ulir metris dan alat untuk
mengecek besarnya sudut tersebut (60o). Pahat ulir pada gambar
tersebut adalah pahat ulir luar dan pahat ulir dalam. Selain pahat terbuat
dari HSS pahat ulir yang berupa sisipan ada yang terbuat dari bahan
karbida (Gambar 6.30).
Gambar 6 29. Pahat ulir metris dan mal ulir untuk ulir luar dan ulir
dalam.
Gambar 6 28. Ulir segi empat.
Teknik Pemesinan 173
Gambar 6 30. Proses pembuatan ulir luar dengan pahat sisipan.
Setelah pahat dipilih, kemudian dilakukan setting posisi pahat
terhadap benda kerja. Setting ini dilakukan terutama untuk mengecek
posisi ujung pahat bubut terhadap sumbu.
Gambar 6 31. Setting pahat bubut untuk proses pembuatan ulir luar.
Setelah itu dicek posisi pahat terhadap permukaan benda kerja,
supaya diperoleh sudut ulir yang simetris terhadap sumbu yang tegak
lurus terhadap sumbu benda kerja (Gambar 6.31).
Parameter pemesinan untuk proses bubut ulir berbeda dengan
bubut rata. Hal tersebut terjadi karena pada proses pembuatan ulir harga
gerak makan (f) adalah kisar (pitch) ulir tersebut, sehingga putaran
spindel tidak terlalu tinggi (secara kasar sekitar setengah dari putaran
spindel untuk proses bubut rata). Perbandingan harga kecepatan potong
untuk proses bubut rata (stright turning) dan proses bubut ulit (threading)
dapat dilihat pada Tabel 6.8.
Teknik Pemesinan 174
b. Langkah penyayatan ulir
Supaya dihasilkan ulir yang halus permukaannya perlu dihindari
kedalaman potong yang relatif besar. Walaupun kedalaman ulir kecil
(misalnya untuk ulir M10x1,5, dalamnya ulir 0,934 mm), proses
penyayatan tidak dilakukan sekali potong, biasanya dilakukan penyayatan
antara 5 sampai 10 kali penyayatan ditambah sekitar 3 kali penyayatan
kosong (penyayatan pada diameter terdalam). Hal tersebut karena pahat
ulir melakukan penyayatan berbentuk V. Agar diperoleh hasil yang presisi
dengan proses yang tidak membahayakan operator mesin, maka
sebaiknya pahat hanya menyayat pada satu sisi saja (sisi potong pahat
sebelah kiri untuk ulir kanan, atau sisi potong pahat sebelah kanan untuk
ulir kiri). Proses tersebut dilakukan dengan cara memiringkan eretan atas
Tabel 6 8. Kecepatan potong proses bubut rata dan proses bubut ulir
untuk pahat HSS.
Gambar 6 32. Eretan atas diatur menyudut terhadap sumbu tegak
lurus benda kerja dan arah pemakanan pahat bubut.
Teknik Pemesinan 175
dengan sudut 29o (Gambar 6.32.) untuk ulir metris. Sedang untuk ulir
Acme dan ulir cacing dengan sudut 29o, eretan atas dimiringkan 14,5 o.
Proses penambahan kedalaman potong (dept of cut) dilakukan oleh
eretan atas .
Langkah-langkah proses bubut ulir dengan menggunakan mesin
konvensional dilakukan dengan cara :
1) Memajukan pahat pada diameter luar ulir
2) Setting ukuran pada handle ukuran eretan atas menjadi 0 mm
3) Tarik pahat ke luar benda kerja, sehingga pahat di luar benda kerja
dengan jarak bebas sekitar 10 mm di sebelah kanan benda kerja
4) Atur pengatur kisar menurut tabel kisar yang ada di Mesin Bubut,
geser handle gerakan eretan bawah untuk pembuatan ulir
5) Masukkan pahat dengan kedalaman potong sekitar 0,1 mm
6) Putar spindel mesin (kecepatan potong mengacu Tabel 6.8) sampai
panjang ulir yang dibuat terdapat goresan pahat, kemudian hentikan
mesin dan tarik pahat keluar.
7) Periksa kisar ulir yang dibuat (Gambar 6.33.) dengan menggunakan
kaliber ulir (screw pitch gage). Apabila sudah sesuai maka proses
pembuatan ulir dilanjutkan. Kalau kisar belum sesuai periksa posisi
handle pengatur kisar pada Mesin Bubut.
Gambar 6 33. Pengecekan kisar ulir dengan kaliber ulir.
8) Gerakkan pahat mundur dengan cara memutar spindel arah
kebalikan, hentikan setelah posisi pahat di depan benda kerja
(Gerakan seperti gerakan pahat untuk membuat poros lurus pada
Gambar 6.21.).
9) Majukan pahat untuk kedalaman potong berikutnya dengan
memajukan eretan atas.
10) Langkah dilanjutkan seperti No. 7) sampai kedalaman ulir maksimal
tercapai.
11) Pada kedalaman ulir maksimal proses penyayatan perlu dilakukan
berulang-ulang agar beram yang tersisa terpotong semuanya.
Teknik Pemesinan 176
12) Setelah selesai proses pembuatan ulir, hasil yang diperoleh dicek
ukuranya (diameter mayor, kisar, diameter minor, dan sudut ulir).
c. Pembuatan ulir ganda
Pembuatan ulir di atas adalah untuk ulir tunggal. Selain ulir
tunggal ada tipe ulir ganda (ganda dua dan ganda tiga). Pada dasarnya
ulir ganda dan ulir tunggal dimensinya sama, perbedaanya ada pada
pitch dan kisar (Gambar 6.34). Pada ulir tunggal pitch dan kisar (lead)
sama. Pengertian kisar adalah jarak memanjang sejajar sumbu yang
ditempuh batang berulir (baut) bila diputar 360O (satu putaran).
Pengertian pitch adalah jarak dua puncak profil ulir. Pada ulir kanan
tunggal bila sebuah baut diputar satu putaran searah jarum jam, maka
baut akan bergerak ke kiri sejauh kisar (Gambar 6.34). Apabila baut
tersebut memiliki ulir kanan ganda dua, maka bila baut tersebut diputar
satu putaran akan bergerak ke kiri sejauh kisar (dua kali pitch).
Bentuk-bentuk profil ulir yang telah distandarkan ada banyak.
Proses pembuatannya pada prinsipnya sama dengan yang telah
diuraikan di atas. Gambar 6.35 – 6.37. berikut ditunjukkan gambar bentuk
profil ulir dan dimensinya.
Gambar 6 34. Single thread, double thread dan triple thread.
Teknik Pemesinan 177
Gambar 6 35. Beberapa jenis bentuk profil ulir (1).
Teknik Pemesinan 178
Gambar 6.36. Beberapa jenis bentuk profil ulir (2).
Gambar 6 36. Beberapa jenis bentuk profil ulir (1).
Teknik Pemesinan 179
8. Perencanaan Proses Membubut Alur
Alur (grooving) pada benda kerja dibuat dengan tujuan untuk
memberi kelonggaran ketika memasangkan dua buah elemen mesin,
membuat baut dapat bergerak penuh, dan memberi jarak bebas pada
proses gerinda terhadap suatu poros, (Gambar 6.38.). Dimensi alur
ditentukan berdasarkan dimensi benda kerja dan fungsi dari alur tersebut.
Bentuk alur ada tiga macam yaitu kotak, melingkar, dan V
(Gambar 6.39). Untuk bentuk-bentuk alur tersebut pahat yang digunakan
diasah dengan mesin gerinda disesuaikan dengan bentuk alur yang akan
Gambar 6 37. Beberapa jenis bentuk profil ulir (3).
Teknik Pemesinan 180
dibuat. Kecepatan potong yang digunakan ketika membuat alur
sebaiknya setengah dari kecepatan potong bubut rata. Hal tersebut
dilakukan karena bidang potong proses pengaluran relatif lebar. Alur bisa
dibuat pada beberapa bagian benda kerja baik di bidang memanjang
maupun pada bidang melintangnya, dengan menggunakan pahat kanan
maupun pahat kiri, (Gambar 6.40.)
Gambar 6 38. Alur untuk : (a) pasangan poros dan lubang, (b)
pergerakan baut agar penuh, (c) jarak bebas proses penggerindaan
poros.
Proses yang identik dengan pembuatan alur adalah proses
pemotongan benda kerja (parting). Proses pemotongan ini dilakukan
ketika benda kerja selesai dikerjakan dengan bahan asal benda kerja
yang relatif panjang (Gambar 6.41).
Teknik Pemesinan 181
Gambar 6 39. Alur bisa dibuat pada bidang memanjang atau melintang.
Beberapa petunjuk penting yang harus diperhatikan ketika
melakukan pembuatan alur atau proses pemotongan benda kerja adalah:
a. Cairan pendingin diberikan sebanyak mungkin
b. Ujung pahat diatur pada sumbu benda kerja
c. Posisi pahat atau pemegang pahat tepat 90o terhadap sumbu
benda kerja (Gambar 6.41)
Gambar 6 40. Proses pemotongan benda kerja (parting).
Teknik Pemesinan 182
d. Panjang pemegang pahat atau pahat yang menonjol ke arah
benda kerja sependek mungkin agar pahat atau benda kerja tidak
bergetar
e. Dipilih batang pahat yang terbesar
f. Kecepatan potong dikurangi (50% dari kecepatan potong bubut
rata)
g. Gerak makan dikurangi (20% dari gerak makan bubut rata)
h. Untuk alur aksial, penyayatan pertama dimulai dari diameter
terbesar untuk mencegah berhentinya pembuangan beram.
9. Perencanaan Proses Membubut/Membuat Kartel
Kartel (knurling) adalah proses membuat injakan ke permukaan
benda kerja berbentuk berlian (diamond) atau garis lurus beraturan untuk
memperbaiki penampilan atau memudahkan dalam pemegangan
(Gambar 6.42). Bentuk injakan kartel (Gambar 6.43) ada dalam berbagai
ukuran yaitu kasar (14 pitch), medium (21 pitch), dan halus (33 pitch).
Gambar 6 41. Proses pembuatan kartel bentuk lurus, berlian, dan alat
pahat kartel.
Gambar 6 42. Bentuk dan kisar injakan kartel.
Teknik Pemesinan 183
Pembuatan injakan kartel dimulai dengan mengidentifikasi lokasi
dan panjang bagian yang akan dikartel, kemudian mengatur mesin untuk
proses kartel. Putaran spindel diatur pada kecepatan rendah (antara 60-
80 rpm) dan gerak makan medium (sebaiknya 0,2 sampai 0,4 mm per
putaran spindel). Pahat kartel harus dipasang pada tempat pahat dengan
sumbu dari kepalanya setinggi sumbu Mesin Bubut, dan permukaannya
paralel dengan permukaan benda kerja. Harus dijaga bahwa rol pahat
kartel dapat bergerak bebas dan pada kondisi pemotongan yang bagus,
kemudian pada roda pahat yang kontak dengan benda kerja harus diberi
pelumas.
Agar supaya tekanan awal pada pahat kartel menjadi kecil,
sebaiknya ujung benda kerja dibuat pinggul (chamfer), lihat Gambar
6.44. dan kontak awal untuk penyetelan hanya setengah dari lebar pahat
kartel. Dengan cara demikian awal penyayatan menjadi lembut.
Kemudian pahat ditarik mundur dan dibawa ke luar benda kerja.
Gambar 6 43. Benda kerja dibuat menyudut pada ujungnya agar
tekanan pada pahat kartel menjadi kecil dan penyayatannya lembut.
Setelah semua diatur, maka spindel Mesin Bubut kemudian
diputar, dan pahat kartel didekatkan ke benda kerja menyentuh benda
sekitar 2 mm, kemudian gerak makan dijalankan otomatis. Setelah benda
kerja berputar beberapa kali (misalnya 20 kali), kemudian Mesin Bubut
dihentikan. Hasil proses kartel dicek apakah hasilnya bagus atau ada
bekas injakan yang ganda (Gambar 6.45.). Apabila hasilnya sudah
bagus, maka mesin dijalankan lagi. Apabila hasilnya masih ada bekas
injakan ganda, maka sebaiknya benda kerja dibubut rata lagi, kemudian
diatur untuk membuat kartel lagi. Selama proses penyayatan kartel, gerak
makan pahat tidak boleh dihentikan jika spindel masih berputar, karena di
permukaan benda kerja akan muncul ring/cincin (Gambar 6.45(c)).
Apabila ingin menghentikan proses, misalnya untuk memeriksa hasil,
maka mesin dihentikan dengan menginjak rem.
Teknik Pemesinan 184
Gambar Perencanaan proses bubut :
a. Material benda kerja : Mild Steel (ST. 37), dia. 34 mm x 75 mm
b. Material pahat : HSS atau Pahat Karbida jenis P10, pahat kanan.
Dengan geometri pahat dan kondisi pemotongan dipilih dari Tabel
6.3. (Tabel yang direkomendasikan oleh produsen Mesin Bubut) :
=8o, =14o, v = 34 m/menit (HSS)
=5o, =0o, v = 170 m/menit (Pahat karbida sisipan)
c. Mesin yang digunakan : Mesin Bubut dengan kapasitas diameter lebih
dari 1 inchi.
d. Pencekam benda kerja : Cekam rahang tiga.
e. Benda kerja dikerjakan Bagian I terlebih dulu, kemudian dibalik untuk
mengerjakan Bagian II (Gambar 6.20).
Tabel 6 3. Penentuan jenis pahat, geometri pahat, v, dan f (EMCO).
f. Pemasangan pahat : Menggunakan tempat pahat tunggal (tool post)
yang tersedia di mesin, panjang ujung pahat dari tool post sekitar 10
sampai dengan 15 mm, sudut masuk r = 93o.
Teknik Pemesinan 161
g. Data untuk elemen dasar :
untuk pahat HSS : v = 34 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
untuk pahat karbida : v = 170 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.
h. Bahan benda kerja telah disiapkan (panjang bahan sudah sesuai
dengan gambar), kedua permukaan telah dihaluskan.
i. Perhitungan elemen dasar berdasarkan rumus 2.2 – 2.5 dan gambar
rencana jalannya pahat adalah sebagai berikut (perhitungan
dilakukan dengan software spreadshheet) :
Keterangan :
1) Benda kerja dicekam pada Bagian II, sehingga bagian yang menonjol
sekitar 50 mm.
2) Penyayatan dilakukan 2 kali dengan kedalaman potong a1 = 2 mm
dan a2 = 2 mm. Pemotongan pertama sebagai pemotongan
pengasaran (roughing) dan pemotongan kedua sebagai pemotongan
finishing.
3) Panjang pemotongan total adalah panjang benda kerja yang dipotong
ditambah panjang awalan (sekitar 5 mm) dan panjang lintasan keluar
pahat (sama dengan kedalaman potong) . Gerakan pahat dijelaskan
seperti Gambar 6. 21 :
a1
a2
50 5
II I
Gambar 6 20. Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan lintasan
pahat.
Teknik Pemesinan 162
a) Gerakan pahat dari titik 4 ke titik 1 adalah gerak maju dengan
cepat (rapid)
b) Gerakan pahat dari titik 1 ke titik 2 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
c) Gerakan pahat dari titik 2 ke titik 3 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
d) Gerakan pahat dari titik 3 ke titik 4 adalah gerakan cepat
(dikerjakan dengan memutar eretan memanjang).
Setelah rencana jalannya pahat tersebut di atas kemudian
dilakukan perhitungan elemen dasar pemesinannya. Hasil perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 6.4.
a. Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat HSS)
v= 34 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 4 mm
a1= 2 mm
a2= 2 mm
a3= ..mm
do= 34mm
dm1= 30 mm
dm2= 26 mm
lt= 42 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a1 338,38 33,84 1,24 6,80
Bubut rata a2 386,72 38,67 1,09 6,80
b. Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat Karbida
P10)
v= 170 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 4 mm
Gambar 6 21. Gambar rencana gerakan dan
lintasan pahat.
Teknik Pemesinan 163
a1= 2 mm
a2= 2 mm
a3= ..mm
do= 34mm
dm1= 30 mm
dm2= 26 mm
lt= 42 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a1 1691,88 169,19 0,25 34,00
Bubut rata a2 1933,58 193,36 0,22 34,00
Tabel 6 4. Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan Bagian I.
Bagian II :
Benda kerja dibalik, sehingga bagian I menjadi bagian yang
dicekam seperti terlihat pada Gambar 6.22. Lintasan pahat sama dengan
lintasan pahat pada Gambar 6.21. hanya panjang penyayatannya
berbeda, yaitu (50+5+2) mm.
a3
60 5
I II
Gambar 6 22. Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan
lintasan pahat.
Teknik Pemesinan 164
Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan dapat dilihat pada Tabel 6.5
berikut ini :
Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat HSS)
v= 34 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 2 mm
a1= .. mm
a2= .. mm
a3= 2 mm
do= 34 mm
dm1= 30 mm
dm2= .. mm
lt= 57 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a3 338,38 33,84 1,68 6,80
Perhitungan elemen dasar proses bubut ( untuk pahat Karbida)
v= 170 mm/menit
f= 0,1 mm/putaran
a= 2 mm
a1= .. mm
a2= .. mm
a3= 2 mm
do= 34 mm
dm1= 30 mm
dm2= .. mm
lt= 57 mm
Proses n (rpm) Vf (mm/menit) tc(menit) Z(cm3/menit)
Bubut rata a3 1691,88 169,19 0,34 34,00
Tabel 6 5. Hasil perhitungan eleman dasar pemesinan Bagian II.
Catatan :
1) Pada prakteknya parameter pemotongan terutama putaran spindel (n)
dipilih dari putaran spindel yang tersedia di Mesin Bubut tidak seperti
hasil perhitungan dengan rumus di atas. Kalau putaran spindel hasil
perhitungan tidak ada yang sama (hampir sama) dengan tabel
putaran spindel di mesin sebaiknya dipilih putaran spindel di bawah
putaran spindel hasil perhitungan.
2) Apabila parameter pemotongan n diubah, maka elemen dasar
pemesinan yang lain berubah juga.
3) Waktu yang diperlukan untuk membuat benda kerja jadi bukanlah
jumlah waktu pemotongan (tc) keseluruhan dari tabel perhitungan di
Teknik Pemesinan 165
atas (Tabel 6.4 dan Tabel 6.5). Waktu pembuatan benda kerja harus
ditambah waktu non produktif yaitu :
a) waktu penyiapan mesin/pahat
b) waktu penyiapan bahan benda kerja (dengan mesin gergaji,
dan Mesin Bubut yang disetel khusus untuk membuat bahan
benda kerja)
c) waktu pemasangan benda kerja
d) waktu pengecekan ukuran benda kerja
e) waktu yang diperlukan pahat untuk mundur (retract)
f) waktu yang diperlukan untuk melepas benda kerja
g) waktu yang diperlukan untuk mengantarkan benda kerja (dari
bagian penyiapan benda kerja ke mesin).
4) Tidak ada rumus baku untuk menentukan waktu non produktif.
Waktu non produktif diperoleh dengan mencatat waktu yang
diperlukan untuk masing-masing waktu non produktif tersebut.
5) Untuk benda kerja tunggal waktu penyelesaian benda kerja lebih
lama dari pada pembuatan massal (waktu rata-rata per produk),
karena waktu penyiapan mesin tidak dilakukan untuk setiap benda
kerja yang dikerjakan.
6) Untuk proses bubut rata dalam, perhitungan elemen dasar pada
prinsipnya sama dengan bubut luar, tetapi pada bubut dalam
diameter awal (do) lebih kecil dari pada diameter akhir (dm).
7) Apabila diinginkan pencekaman hanya sekali tanpa membalik
benda kerja, maka bahan benda kerja dibuat lebih panjang sekitar
30 mm. Akan tetapi hal tersebut akan menyebabkan pemborosan
bahan benda kerja jika membuat benda kerja dalam jumlah
banyak.
8) Apabila benda kerja dikerjakan dengan dua senter (setting seperti
Gambar 6.13), maka benda kerja harus diberi lubang senter pada
kedua ujungnya. Dengan demikian waktu ditambah dengan waktu
pembuatan lubang senter.
9) Pahat karbida lebih produktif dari pada pahat HSS.
6. Perencanaan Proses Membubut Tirus
Benda kerja berbentuk tirus (taper) dihasilkan pada proses bubut
apabila gerakan pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda
kerja. Cara membuat benda tirus ada beberapa macam :
a. Dengan memiringkan eretan atas pada sudut tertentu (Gambar 6.23),
gerakan pahat (pemakanan) dilakukan secara manual (memutar
handle eretan atas).
b. Pengerjaan dengan cara ini memakan waktu cukup lama, karena
gerakan pahat kembali relatif lama (ulir eretan atas kisarnya lebih
kecil dari pada ulir transportir).
Teknik Pemesinan 166
c. Dengan alat bantu tirus (taper attachment), pembuatan tirus dengan
alat ini adalah untuk benda yang memiliki sudut tirus relatif kecil
(sudut sampai dengan ±9o). Pembuatan tirus lebih cepat karena
gerakan pemakanan (feeding) bisa dilakukan otomatis (Gambar 6.24).
Gambar 6 23. Proses membubut tirus luar dan tirus dalam dengan
memiringkan eretan atas, gerakan penyayatan ditunjukkan oleh anak
panah.
Gambar 6 24. Proses membubut tirus luar dengan bantuan alat bantu
tirus (taper attachment).
Teknik Pemesinan 167
d. Dengan menggeser kepala lepas (tail stock), dengan cara ini proses
pembubutan tirus dilakukan sama dengan proses membubut lurus
dengan bantuan dua senter. Benda kerja tirus terbentuk karena
sumbu kepala lepas tidak sejajar dengan sumbu kepala tetap
(Gambar 6.25.). Untuk cara ini sebaiknya hanya untuk sudut tirus
yang sangat kecil, karena apabila sudut tirus besar bisa merusak
senter jalan yang dipasang pada kepala lepas.
Gambar 6 25. Bagian kepala lepas yang bisa digeser, dan pembubutan
tirus dengan kepala lepas yang digeser.
Perhitungan pergeseran kepala lepas pada pembubutan tirus dijelaskan
dengan gambar dan rumus berikut.
Pergeseran kepala lepas (x) pada Gambar 6.26 di atas dapat dihitung
dengan rumus :
Gambar 6 26. Gambar benda kerja tirus dan notasi yang
digunakan.
Teknik Pemesinan 168
. .....................................................(6.6)
2
L
l
x D d
Di mana :
D = diameter mayor (terbesar) (mm)
d = diameter minor (terkecil) (mm)
l = panjang bagian tirus (mm)
L = panjang benda kerja seluruhnya (mm)
Penentuan pahat, perhitungan elemen pemesinan, dan penentuan
langkah kerja/jalannya pahat untuk pembuatan benda kerja tirus sama
dengan perencanaan proses bubut lurus. Perbedaannya ada pada
perhitungan waktu pemesinan untuk pembuatan tirus dengan cara
menggeser sudut eretan atas. Hal ini terjadi karena gerakan pahat
dilakukan secara manual sehingga rumus waktu pemesinan (tc) tidak
dapat digunakan.
7. Perencanaan Proses Membubut Ulir
Proses pembuatan ulir bisa dilakukan pada Mesin Bubut. Pada
Mesin Bubut konvensional (manual) proses pembuatan ulir kurang
efisien, karena pengulangan pemotongan harus dikendalikan secara
manual, sehingga proses pembubutan lama dan hasilnya kurang presisi.
Dengan Mesin Bubut yang dikendalikan CNC proses pembubutan ulir
menjadi sangat efisien dan efektif, karena sangat memungkinkan
membuat ulir dengan kisar (pitch) yang sangat bervariasi dalam waktu
relatif cepat dan hasilnya presisi. Nama- nama bagian ulir segi tiga dapat
dilihat pada Gambar 6.27.
Gambar 6 27. Nama-nama bagian ulir.
Ulir segi tiga tersebut bisa berupa ulir tunggal atau ulir ganda.
Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi tiga ini adalah pahat ulir
yang sudut ujung pahatnya sama dengan sudut ulir atau setengah sudut
ulir. Untuk ulir Metris sudut ulir adalah 60o, sedangkan ulir Whitwoth sudut
Teknik Pemesinan 169
ulir 55o. Identifikasi ulir biasanya ditentukan berdasarkan diameter mayor
dan kisar ulir (Tabel 6.6.). Misalnya ulir M5x0,8 berarti ulir metris dengan
diameter mayor 5 mm dan kisar (pitch) 0,8 mm.
Teknik Pemesinan 170
Tabel 6 6. Dimensi ulir Metris.
Teknik Pemesinan 171
Selain ulir Metris pada Mesin Bubut bisa juga dibuat ulir Whitworth
(sudut ulir 55o). Identifikasi ulir ini ditentukan oleh diamater mayor ulir dan
jumlah ulir tiap inchi (Tabel 6.7.). Misalnya untuk ulir Whitwoth 3/8”
jumlah ulir tiap inchi adalah 16 (kisarnya 0,0625”). Ulir ini biasanya
digunakan untuk membuat ulir pada pipa (mencegah kebocoran fluida).
Selain ulir segi tiga, pada Mesin Bubut bisa juga dibuat ulir segi
empat (Gambar 6.28). Ulir segi empat ini biasanya digunakan untuk ulir
daya. Dimensi utama dari ulir segi empat pada dasarnya sama dengan
ulir segi tiga yaitu : diameter mayor, diameter minor, kisar (pitch), dan
sudut helix. Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi empat adalah
pahat yang dibentuk (diasah) menyesuaikan bentuk alur ulir segi empat
dengan pertimbangan sudut helix ulir. Pahat ini biasanya dibuat dari HSS
atau pahat sisipan dari bahan karbida.
Tabel 6 7. Dimensi ulir Whitworth.
Teknik Pemesinan 172
a. Pahat ulir
Pada proses pembuatan ulir dengan menggunakan Mesin Bubut
manual pertama-tama yang harus diperhatikan adalah sudut pahat. Pada
Gambar 6.29. ditunjukkan bentuk pahat ulir metris dan alat untuk
mengecek besarnya sudut tersebut (60o). Pahat ulir pada gambar
tersebut adalah pahat ulir luar dan pahat ulir dalam. Selain pahat terbuat
dari HSS pahat ulir yang berupa sisipan ada yang terbuat dari bahan
karbida (Gambar 6.30).
Gambar 6 29. Pahat ulir metris dan mal ulir untuk ulir luar dan ulir
dalam.
Gambar 6 28. Ulir segi empat.
Teknik Pemesinan 173
Gambar 6 30. Proses pembuatan ulir luar dengan pahat sisipan.
Setelah pahat dipilih, kemudian dilakukan setting posisi pahat
terhadap benda kerja. Setting ini dilakukan terutama untuk mengecek
posisi ujung pahat bubut terhadap sumbu.
Gambar 6 31. Setting pahat bubut untuk proses pembuatan ulir luar.
Setelah itu dicek posisi pahat terhadap permukaan benda kerja,
supaya diperoleh sudut ulir yang simetris terhadap sumbu yang tegak
lurus terhadap sumbu benda kerja (Gambar 6.31).
Parameter pemesinan untuk proses bubut ulir berbeda dengan
bubut rata. Hal tersebut terjadi karena pada proses pembuatan ulir harga
gerak makan (f) adalah kisar (pitch) ulir tersebut, sehingga putaran
spindel tidak terlalu tinggi (secara kasar sekitar setengah dari putaran
spindel untuk proses bubut rata). Perbandingan harga kecepatan potong
untuk proses bubut rata (stright turning) dan proses bubut ulit (threading)
dapat dilihat pada Tabel 6.8.
Teknik Pemesinan 174
b. Langkah penyayatan ulir
Supaya dihasilkan ulir yang halus permukaannya perlu dihindari
kedalaman potong yang relatif besar. Walaupun kedalaman ulir kecil
(misalnya untuk ulir M10x1,5, dalamnya ulir 0,934 mm), proses
penyayatan tidak dilakukan sekali potong, biasanya dilakukan penyayatan
antara 5 sampai 10 kali penyayatan ditambah sekitar 3 kali penyayatan
kosong (penyayatan pada diameter terdalam). Hal tersebut karena pahat
ulir melakukan penyayatan berbentuk V. Agar diperoleh hasil yang presisi
dengan proses yang tidak membahayakan operator mesin, maka
sebaiknya pahat hanya menyayat pada satu sisi saja (sisi potong pahat
sebelah kiri untuk ulir kanan, atau sisi potong pahat sebelah kanan untuk
ulir kiri). Proses tersebut dilakukan dengan cara memiringkan eretan atas
Tabel 6 8. Kecepatan potong proses bubut rata dan proses bubut ulir
untuk pahat HSS.
Gambar 6 32. Eretan atas diatur menyudut terhadap sumbu tegak
lurus benda kerja dan arah pemakanan pahat bubut.
Teknik Pemesinan 175
dengan sudut 29o (Gambar 6.32.) untuk ulir metris. Sedang untuk ulir
Acme dan ulir cacing dengan sudut 29o, eretan atas dimiringkan 14,5 o.
Proses penambahan kedalaman potong (dept of cut) dilakukan oleh
eretan atas .
Langkah-langkah proses bubut ulir dengan menggunakan mesin
konvensional dilakukan dengan cara :
1) Memajukan pahat pada diameter luar ulir
2) Setting ukuran pada handle ukuran eretan atas menjadi 0 mm
3) Tarik pahat ke luar benda kerja, sehingga pahat di luar benda kerja
dengan jarak bebas sekitar 10 mm di sebelah kanan benda kerja
4) Atur pengatur kisar menurut tabel kisar yang ada di Mesin Bubut,
geser handle gerakan eretan bawah untuk pembuatan ulir
5) Masukkan pahat dengan kedalaman potong sekitar 0,1 mm
6) Putar spindel mesin (kecepatan potong mengacu Tabel 6.8) sampai
panjang ulir yang dibuat terdapat goresan pahat, kemudian hentikan
mesin dan tarik pahat keluar.
7) Periksa kisar ulir yang dibuat (Gambar 6.33.) dengan menggunakan
kaliber ulir (screw pitch gage). Apabila sudah sesuai maka proses
pembuatan ulir dilanjutkan. Kalau kisar belum sesuai periksa posisi
handle pengatur kisar pada Mesin Bubut.
Gambar 6 33. Pengecekan kisar ulir dengan kaliber ulir.
8) Gerakkan pahat mundur dengan cara memutar spindel arah
kebalikan, hentikan setelah posisi pahat di depan benda kerja
(Gerakan seperti gerakan pahat untuk membuat poros lurus pada
Gambar 6.21.).
9) Majukan pahat untuk kedalaman potong berikutnya dengan
memajukan eretan atas.
10) Langkah dilanjutkan seperti No. 7) sampai kedalaman ulir maksimal
tercapai.
11) Pada kedalaman ulir maksimal proses penyayatan perlu dilakukan
berulang-ulang agar beram yang tersisa terpotong semuanya.
Teknik Pemesinan 176
12) Setelah selesai proses pembuatan ulir, hasil yang diperoleh dicek
ukuranya (diameter mayor, kisar, diameter minor, dan sudut ulir).
c. Pembuatan ulir ganda
Pembuatan ulir di atas adalah untuk ulir tunggal. Selain ulir
tunggal ada tipe ulir ganda (ganda dua dan ganda tiga). Pada dasarnya
ulir ganda dan ulir tunggal dimensinya sama, perbedaanya ada pada
pitch dan kisar (Gambar 6.34). Pada ulir tunggal pitch dan kisar (lead)
sama. Pengertian kisar adalah jarak memanjang sejajar sumbu yang
ditempuh batang berulir (baut) bila diputar 360O (satu putaran).
Pengertian pitch adalah jarak dua puncak profil ulir. Pada ulir kanan
tunggal bila sebuah baut diputar satu putaran searah jarum jam, maka
baut akan bergerak ke kiri sejauh kisar (Gambar 6.34). Apabila baut
tersebut memiliki ulir kanan ganda dua, maka bila baut tersebut diputar
satu putaran akan bergerak ke kiri sejauh kisar (dua kali pitch).
Bentuk-bentuk profil ulir yang telah distandarkan ada banyak.
Proses pembuatannya pada prinsipnya sama dengan yang telah
diuraikan di atas. Gambar 6.35 – 6.37. berikut ditunjukkan gambar bentuk
profil ulir dan dimensinya.
Gambar 6 34. Single thread, double thread dan triple thread.
Teknik Pemesinan 177
Gambar 6 35. Beberapa jenis bentuk profil ulir (1).
Teknik Pemesinan 178
Gambar 6.36. Beberapa jenis bentuk profil ulir (2).
Gambar 6 36. Beberapa jenis bentuk profil ulir (1).
Teknik Pemesinan 179
8. Perencanaan Proses Membubut Alur
Alur (grooving) pada benda kerja dibuat dengan tujuan untuk
memberi kelonggaran ketika memasangkan dua buah elemen mesin,
membuat baut dapat bergerak penuh, dan memberi jarak bebas pada
proses gerinda terhadap suatu poros, (Gambar 6.38.). Dimensi alur
ditentukan berdasarkan dimensi benda kerja dan fungsi dari alur tersebut.
Bentuk alur ada tiga macam yaitu kotak, melingkar, dan V
(Gambar 6.39). Untuk bentuk-bentuk alur tersebut pahat yang digunakan
diasah dengan mesin gerinda disesuaikan dengan bentuk alur yang akan
Gambar 6 37. Beberapa jenis bentuk profil ulir (3).
Teknik Pemesinan 180
dibuat. Kecepatan potong yang digunakan ketika membuat alur
sebaiknya setengah dari kecepatan potong bubut rata. Hal tersebut
dilakukan karena bidang potong proses pengaluran relatif lebar. Alur bisa
dibuat pada beberapa bagian benda kerja baik di bidang memanjang
maupun pada bidang melintangnya, dengan menggunakan pahat kanan
maupun pahat kiri, (Gambar 6.40.)
Gambar 6 38. Alur untuk : (a) pasangan poros dan lubang, (b)
pergerakan baut agar penuh, (c) jarak bebas proses penggerindaan
poros.
Proses yang identik dengan pembuatan alur adalah proses
pemotongan benda kerja (parting). Proses pemotongan ini dilakukan
ketika benda kerja selesai dikerjakan dengan bahan asal benda kerja
yang relatif panjang (Gambar 6.41).
Teknik Pemesinan 181
Gambar 6 39. Alur bisa dibuat pada bidang memanjang atau melintang.
Beberapa petunjuk penting yang harus diperhatikan ketika
melakukan pembuatan alur atau proses pemotongan benda kerja adalah:
a. Cairan pendingin diberikan sebanyak mungkin
b. Ujung pahat diatur pada sumbu benda kerja
c. Posisi pahat atau pemegang pahat tepat 90o terhadap sumbu
benda kerja (Gambar 6.41)
Gambar 6 40. Proses pemotongan benda kerja (parting).
Teknik Pemesinan 182
d. Panjang pemegang pahat atau pahat yang menonjol ke arah
benda kerja sependek mungkin agar pahat atau benda kerja tidak
bergetar
e. Dipilih batang pahat yang terbesar
f. Kecepatan potong dikurangi (50% dari kecepatan potong bubut
rata)
g. Gerak makan dikurangi (20% dari gerak makan bubut rata)
h. Untuk alur aksial, penyayatan pertama dimulai dari diameter
terbesar untuk mencegah berhentinya pembuangan beram.
9. Perencanaan Proses Membubut/Membuat Kartel
Kartel (knurling) adalah proses membuat injakan ke permukaan
benda kerja berbentuk berlian (diamond) atau garis lurus beraturan untuk
memperbaiki penampilan atau memudahkan dalam pemegangan
(Gambar 6.42). Bentuk injakan kartel (Gambar 6.43) ada dalam berbagai
ukuran yaitu kasar (14 pitch), medium (21 pitch), dan halus (33 pitch).
Gambar 6 41. Proses pembuatan kartel bentuk lurus, berlian, dan alat
pahat kartel.
Gambar 6 42. Bentuk dan kisar injakan kartel.
Teknik Pemesinan 183
Pembuatan injakan kartel dimulai dengan mengidentifikasi lokasi
dan panjang bagian yang akan dikartel, kemudian mengatur mesin untuk
proses kartel. Putaran spindel diatur pada kecepatan rendah (antara 60-
80 rpm) dan gerak makan medium (sebaiknya 0,2 sampai 0,4 mm per
putaran spindel). Pahat kartel harus dipasang pada tempat pahat dengan
sumbu dari kepalanya setinggi sumbu Mesin Bubut, dan permukaannya
paralel dengan permukaan benda kerja. Harus dijaga bahwa rol pahat
kartel dapat bergerak bebas dan pada kondisi pemotongan yang bagus,
kemudian pada roda pahat yang kontak dengan benda kerja harus diberi
pelumas.
Agar supaya tekanan awal pada pahat kartel menjadi kecil,
sebaiknya ujung benda kerja dibuat pinggul (chamfer), lihat Gambar
6.44. dan kontak awal untuk penyetelan hanya setengah dari lebar pahat
kartel. Dengan cara demikian awal penyayatan menjadi lembut.
Kemudian pahat ditarik mundur dan dibawa ke luar benda kerja.
Gambar 6 43. Benda kerja dibuat menyudut pada ujungnya agar
tekanan pada pahat kartel menjadi kecil dan penyayatannya lembut.
Setelah semua diatur, maka spindel Mesin Bubut kemudian
diputar, dan pahat kartel didekatkan ke benda kerja menyentuh benda
sekitar 2 mm, kemudian gerak makan dijalankan otomatis. Setelah benda
kerja berputar beberapa kali (misalnya 20 kali), kemudian Mesin Bubut
dihentikan. Hasil proses kartel dicek apakah hasilnya bagus atau ada
bekas injakan yang ganda (Gambar 6.45.). Apabila hasilnya sudah
bagus, maka mesin dijalankan lagi. Apabila hasilnya masih ada bekas
injakan ganda, maka sebaiknya benda kerja dibubut rata lagi, kemudian
diatur untuk membuat kartel lagi. Selama proses penyayatan kartel, gerak
makan pahat tidak boleh dihentikan jika spindel masih berputar, karena di
permukaan benda kerja akan muncul ring/cincin (Gambar 6.45(c)).
Apabila ingin menghentikan proses, misalnya untuk memeriksa hasil,
maka mesin dihentikan dengan menginjak rem.
Teknik Pemesinan 184
Gambar
185
BAB 7
MENGENAL PROSES FRAIS
(MILLING)
Teknik Pemesinan 186
roses pemesinan frais (milling) adalah proses penyayatan benda
kerja menggunakan alat potong dengan mata potong jamak yang
berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak
yang mengitari pisau ini bisa menghasilkan proses pemesinan lebih
cepat. Permukaan yang disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau
melengkung. Permukaan benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari
beberapa bentuk. Mesin (Gambar 7.1.) yang digunakan untuk
memegang benda kerja, memutar pisau, dan penyayatannya disebut
Mesin Frais (Milling Machine).
Gambar 7 1. Skematik dari gerakan-gerakan dan komponen-komponen
dari (a) Mesin Frais vertical tipe column and knee, dan (b) Mesin
Frais horizontal tipe column and knee.
Mesin Frais (Gambar 7.2.) ada yang dikendalikan secara mekanis
(konvensional manual) dan ada yang dengan bantuan CNC. Mesin
konvensional manual posisi spindelnya ada dua macam yaitu horizontal
dan vertical. Sedangkan Mesin Frais dengan kendali CNC hampir
semuanya adalah Mesin Frais vertical (beberapa jenis Mesin Frais dapat
dilihat pada Lampiran 3) .
P
Teknik Pemesinan 187
Gambar 7 2. Mesin Frais turret vertical horizontal.
A. Klasifikasi Proses Frais
Proses frais dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis. Klasifikasi ini
berdasarkan jenis pisau, arah penyayatan, dan posisi relatif pisau
terhadap benda kerja (Gambar 7.3).
Gambar 7 3. Tiga klasifikasi proses frais : (a) Frais periperal (slab
milling), (b) frais muka (face milling), dan (c) frais jari (end milling).
1. Frais Periperal (Slab Milling)
Proses frais ini disebut juga slab milling, permukaan yang difrais
dihasilkan oleh gigi pisau yang terletak pada permukaan luar badan alat
potongnya. Sumbu dari putaran pisau biasanya pada bidang yang sejajar
dengan permukaan benda kerja yang disayat.
2. Frais Muka (Face Milling)
Pada frais muka, pisau dipasang pada spindel yang memiliki
sumbu putar tegak lurus terhadap permukaan benda kerja. Permukaan
Teknik Pemesinan 188
hasil proses frais dihasilkan dari hasil penyayatan oleh ujung dan
selubung pisau.
3. Frais Jari (End Milling)
Pisau pada proses frais jari biasanya berputar pada sumbu yang
tegak lurus permukaan benda kerja. Pisau dapat digerakkan menyudut
untuk menghasilkan permukaan menyudut. Gigi potong pada pisau
terletak pada selubung pisau dan ujung badan pisau.
B. Metode Proses Frais
Metode proses frais ditentukan berdasarkan arah relatif gerak
makan meja Mesin Frais terhadap putaran pisau (Gambar 7.4.). Metode
proses frais ada dua yaitu frais naik dan frais turun.
Gambar 7 4. (a)Frais naik (up milling) dan (b) frais turun (down
milling).
1. Frais Naik (Up Milling )
Frais naik biasanya disebut frais konvensional (conventional
milling). Gerak dari putaran pisau berlawanan arah terhadap gerak makan
meja Mesin Frais (Gambar 7.4.). Sebagai contoh, pada proses frais naik
apabila pisau berputar searah jarum jam, benda kerja disayat ke arah
kanan. Penampang melintang bentuk beram (chips) untuk proses frais
naik adalah seperti koma diawali dengan ketebalan minimal kemudian
menebal. Proses frais ini sesuai untuk Mesin Frais konvensional/manual,
karena pada mesin konvensional backlash ulir transportirnya relatif besar
dan tidak dilengkapi backlash compensation.
2. Frais Turun (Down Milling)
Proses frais turun dinamakan juga climb milling. Arah dari putaran
pisau sama dengan arah gerak makan meja Mesin Frais. Sebagai contoh
Teknik Pemesinan 189
jika pisau berputar berlawanan arah jarum jam, benda kerja disayat ke
kanan. Penampang melintang bentuk beram (chips) untuk proses frais
naik adalah seperti koma diawali dengan ketebalan maksimal kemudian
menipis. Proses frais ini sesuai untuk Mesin Frais CNC, karena pada
mesin CNC gerakan meja dipandu oleh ulir dari bola baja, dan dilengkapi
backlash compensation. Untuk Mesin Frais konvensional tidak
direkomendasikan melaksanakan proses frais turun, karena meja Mesin
Frais akan tertekan dan ditarik oleh pisau.
Proses pemesinan dengan Mesin Frais merupakan proses
penyayatan benda kerja yang sangat efektif, karena pisau frais memiliki
sisi potong jamak. Apabila dibandingkan dengan pisau bubut, maka pisau
frais analog dengan beberapa buah pisau bubut (Gambar 7.5.). Pisau
frais dapat melakukan penyayatan berbagai bentuk benda kerja, sesuai
dengan pisau yang digunakan. Proses meratakan bidang, membuat alur
lebar sampai dengan membentuk alur tipis bisa dilakukan oleh pisau frais
( Gambar 7.6.).
Gambar 7 6. Berbagai jenis bentuk pisau frais untuk Mesin Frais horizontal dan vertical.
Gambar 7 5. Pisau frais identik dengan
beberapa pahat bubut.
Teknik Pemesinan 190
C. Jenis Mesin Frais
Mesin Frais yang digunakan dalam proses pemesinan ada tiga
jenis, yaitu :
1. Column and knee milling machines
2. Bed type milling machines
3. Special purposes
Mesin jenis column and knee dibuat dalam bentuk Mesin Frais
vertical dan horizontal (lihat Gambar 7.7.). Kemampuan melakukan
berbagai jenis pemesinan adalah keuntungan utama pada mesin jenis ini.
Pada dasarnya pada mesin jenis ini meja (bed), sadel, dan lutut (knee)
dapat digerakkan. Beberapa asesoris seperti cekam, meja putar, kepala
pembagi menambah kemampuan dari Mesin Frais jenis ini. Walaupun
demikian mesin ini memiliki kekurangan dalam hal kekakuan dan
kekuatan penyayatannya. Mesin Frais tipe bed (bed type) memiliki
produktivitas yang lebih tinggi dari pada jenis Mesin Frais yang pertama.
Kekakuan mesin yang baik, serta tenaga mesin yang biasanya relatif
besar, menjadikan mesin ini banyak digunakan pada perusahaan
manufaktur (Gambar 7.8.). Mesin Frais tersebut pada saat ini telah
banyak yang dilengkapi dengan pengendali CNC untuk meningkatkan
produktivitas dan fleksibilitasnya.
.
Gambar 7 8. Mesin Frais tipe
column and knee
Gambar 7 7. . Mesin Frais tipe
bed.
Teknik Pemesinan 191
Produk pemesinan di industri pemesinan semakin kompleks,
maka Mesin Frais jenis baru dengan bentuk yang tidak biasa telah dibuat.
Mesin Frais tipe khusus ini (contoh pada Gambar 7.9.), biasanya
digunakan untuk keperluan mengerjakan satu jenis penyayatan dengan
produktivitas/duplikasi yang sangat tinggi. Mesin tersebut misalnya Mesin
Frais profil, Mesin Frais dengan spindel ganda (dua, tiga, sampai lima
spindel), dan Mesin Frais planer. Dengan menggunakan Mesin Frais
khusus ini maka produktivitas mesin sangat tinggi, sehingga ongkos
produksi menjadi rendah, karena mesin jenis ini tidak memerlukan setting
yang rumit.
Gambar 7 9. Mesin Frais tipe khusus (special purposes). Mesin Frais
dengan dua buah spindel.
Gambar 7 10. Mesin Frais CNC tipe bed (bed type
CNC milling machine).
Teknik Pemesinan 192
Selain Mesin Frais manual, pada saat ini telah dibuat Mesin Frais
dengan jenis yang sama dengan mesin konvensional tetapi
menggunakan kendali CNC (Computer Numerically Controlled). Dengan
bantuan kendali CNC (Gambar 7.10.), maka Mesin Frais menjadi sangat
fleksibel dalam mengerjakan berbagai bentuk benda kerja, efisien waktu
dan biaya yang diperlukan, dan produk yang dihasilkan memiliki ketelitian
tinggi. Beberapa Mesin Frais yang lain dapat dilihat pada Lampiran 7.
D. Parameter yang Dapat Diatur pada Mesin Frais
Maksud dari parameter yang dapat diatur adalah parameter yang
dapat langsung diatur oleh operator mesin ketika sedang
mengoperasikan Mesin Frais. Seperti pada Mesin Bubut, maka parameter
yang dimaksud adalah putaran spindel (n), gerak makan (f), dan
kedalaman potong (a). Putaran spindel bisa langsung diatur dengan cara
mengubah posisi handle pengatur putaran mesin. Gerak makan bisa
diatur dengan cara mengatur handle gerak makan sesuai dengan tabel f
yang ada di mesin. Gerak makan (Gambar 7.11) ini pada proses frais ada
dua macam yaitu gerak makan per gigi (mm/gigi), dan gerak makan per
putaran (mm/putaran). Kedalaman potong diatur dengan cara menaikkan
benda kerja, atau dengan cara menurunkan pisau.
Putaran spindel (n) ditentukan berdasarkan kecepatan potong.
Kecepatan potong ditentukan oleh kombinasi material pisau dan material
benda kerja. Kecepatan potong adalah jarak yang ditempuh oleh satu titik
(dalam satuan meter) pada selubung pisau dalam waktu satu menit.
Rumus kecepatan potong identik dengan rumus kecepatan potong pada
mesin bubut. Pada proses frais besarnya diameter yang digunakan
adalah diameter pisau. Rumus kecepatan potong :
.........................(3.1)
1000
v .d.n
Di mana :
v = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter pisau (mm)
n = putaran benda kerja (putaran/menit)
Setelah kecepatan potong diketahui, maka gerak makan harus
ditentukan. Gerak makan (f) adalah jarak lurus yang ditempuh pisau
dengan laju konstan relatif terhadap benda kerja dalam satuan waktu,
biasanya satuan gerak makan yang digunakan adalah mm/menit.
Kedalaman potong (a) ditentukan berdasarkan selisih tebal benda
kerja awal terhadap tebal benda kerja akhir. Untuk kedalaman potong
Teknik Pemesinan 193
yang relatif besar diperlukan perhitungan daya potong yang diperlukan
untuk proses penyayatan. Apabila daya potong yang diperlukan masih
lebih rendah dari daya yang disediakan oleh mesin (terutama motor
listrik), maka kedalaman potong yang telah ditentukan bisa digunakan.
Gambar 7 11. Gambar jalur pisau frais menunjukkan perbedaan antara
gerak makan per gigi (ft) dan gerak makan per putaran (fr).
E. Geometri Pisau Frais
Pada dasarnya bentuk pisau frais adalah identik dengan pisau
bubut. Dengan demikian nama sudut atau istilah yang digunakan juga
sama dengan pisau bubut. Nama-nama bagian pisau frais rata dan
geometri gigi pisau frais rata ditunjukkan pada Gambar 7.12. Pisau frais
memiliki bentuk yang rumit karena terdiri dari banyak gigi potong, karena
proses pemotongannya adalah proses pemotongan dengan mata potong
majemuk (Gambar 7.13.). Jumlah gigi minimal adalah dua buah pada
pisau frais ujung (end mill).
Pisau untuk proses frais dibuat dari material HSS atau karbida.
Material pisau untuk proses frais pada dasarnya sama dengan material
pisau untuk pisau bubut. Untuk pisau karbida juga digolongkan dengan
kode P, M, dan K. Pisau frais karbida bentuk sisipan dipasang pada
tempat pisau sesuai dengan bentuknya. Standar ISO untuk bentuk dan
ukuran pisau sisipan dapat dilihat pada Gambar 7.14. Standar tersebut
mengatur tentang bentuk sisipan, sudut potong, toleransi bentuk,
pemutus tatal (chipbreaker), panjang sisi potong, tebal sisipan, sudut
bebas, arah pemakanan, dan kode khusus pembuat pisau. Pisau sisipan
yang telah dipasang pada pemegang pisau dapat dilihat pada Gambar
7.15.
Teknik Pemesinan 194
Gambar 7 12. Bentuk dan nama-nama bagian pisau frais rata.
Gambar 7 13.
Teknik Pemesinan 195
Gambar 7 14. Standar ISO pisau sisipan untuk frais (milling).
Teknik Pemesinan 196
Gambar 7 15. Pisau frais bentuk sisipan dipasang pada tempat pisau
yang sesuai.
F. Peralatan dan Asesoris untuk Memegang Pisau Frais
Proses penyayatan menggunakan Mesin Frais memerlukan alat
bantu untuk memegang pisau dan benda kerja. Pisau harus dicekam
cukup kuat sehingga proses penyayatan menjadi efektif, agar pisau tidak
mengalami selip pada pemegangnya. Pada Mesin Frais konvensional
horizontal pemegang pisau adalah arbor dan poros arbor (lihat kembali
Gambar 7.1). Gambar skematik arbor yang digunakan pada Mesin Frais
horizontal dapat dilihat pada Gambar 7.16. Arbor ini pada porosnya diberi
alur untuk menempatkan pasak sesuai dengan ukuran alur pasak pada
pisau frais. Pasak yang dipasang mencegah terjadinya selip ketika pisau
Gambar 7 16. Gambar skematik arbor Mesin Frais.
menahan gaya potong yang relatif besar dan tidak kontinyu ketika gigigigi
pisau melakukan penyayatan benda kerja. Pemegang pisau untuk
Mesin Frais vertical yaitu kolet (collet, lihat Gambar 7.17. Kolet ini
berfungsi mencekam bagian pemegang (shank) pisau. Bentuk kolet
adalah silinder lurus di bagian dalam dan tirus di bagian luarnya. Pada
sisi kolet dibuat alur tipis beberapa buah, sehingga ketika kolet dimasuki
pisau bisa dengan mudah memegang pisau.
Teknik Pemesinan 197
Gambar 7 17. (a) Kolet pegas yang memiliki variasi ukuran diameter,
(b) kolet solid pemasangan pisau dengan baut.
Sesudah pisau dimasukkan ke kolet kemudian kolet tersebut
dimasukkan ke dalam pemegang pisau (tool holder). Karena bentuk luar
kolet tirus maka pemegang pisau akan menekan kolet dan benda kerja
dengan sangat kencang, sehingga tidak akan
terjadi selip ketika pisau menerima gaya
potong.
Pemegang pisau (tool holder) standar
bisa digunakan untuk memegang pisau frais
ujung (end mill). Beberapa proses frais juga
memerlukan sebuah cekam (chuck) untuk
memegang pisau frais. Pemegang pisau ini ada
dua jenis yaitu dengan ujung tirus Morse
(Morse taper) dan lurus (Gambar 7.18).
Pemegang pisau yang lain adalah kepala bor
(Gambar 7.19). Kepala bor ini jarak antara
ujung pisau terhadap sumbu bisa diubah-ubah,
sehingga dinamakan offset boring heads.
Pemegang pisau ini biasanya digunakan untuk
proses bor (boring), perataan permukaan
(facing), dan pembuatan champer (chamfering).
Gambar 7 18. (a)
Pemegang pisau frais
ujung (end mill) (b)
pemegang pisau shell
end mill.
Gambar 7 19. Kepala bor
(offset boring head).
Teknik Pemesinan 198
G. Alat Pencekam dan Pemegang Benda Kerja pada Mesin Frais
Alat pemegang benda kerja pada Mesin Frais berfungsi untuk
memegang benda kerja yang sedang disayat oleh pisau frais. Pemegang
benda kerja ini biasanya dinamakan ragum. Ragum tersebut diikat pada
meja Mesin Frais dengan menggunakan baut T. Jenis ragum cukup
banyak, penggunaannya disesuaikan dengan bentuk benda kerja yang
dikerjakan di mesin. Untuk benda kerja berbentuk balok atau kubus
ragum yang digunakan adalah ragum sederhana atau ragum universal
(Gambar 7.20.). Ragum sederhana digunakan bila benda kerja yang
dibuat bidang-bidangnya saling tegak lurus dan paralel satu sama lain
(kubus, balok, balok bertingkat). Apabila digunakan untuk membuat
bentuk sudut digunakan ragum universal (Gambar 7.20.), atau bila
menggunakan ragum sederhana bentuk pisau yang dipakai
menyesuaikan bentuk sudut yang dibuat.
Apabila bentuk benda kerja silindris, maka untuk memegang
benda kerja digunakan kepala pembagi (dividing head). Kepala pembagi
(Gambar 7.21.) ini biasanya digunakan untuk memegang benda kerja
silindris, terutama untuk keperluan :
Membuat segi banyak
Membuat alur pasak
Membuat roda gigi (lurus, helix, payung)
Membuat roda gigi cacing.
(a) (b)
Gambar 7 20. (a) Ragum sederhana (plain vise), (b) Ragum
universal yang biasa digunakan pada ruang alat.
Teknik Pemesinan 199
Ragum biasa yang dipasang langsung pada meja Mesin Frais
hanya dapat digunakan untuk mengerjakan benda kerja lurus atau
bertingkat dengan bidang datar atau tegak lurus. Apabila benda kerja
yang dibuat ada bentuk sudutnya, maka ragum diletakkan pada meja
yang dapat diatur sudutnya (identik dengan meja sinus). Meja tersebut
(Gambar 7.22), diikat pada meja Mesin Frais .
Alat bantu pemegang benda kerja di Mesin Frais yang lain yaitu
meja putar (rotary table). Meja putar, (Gambar 7.23) ini diletakkan di atas
meja Mesin Frais, kemudian ragum atau cekam rahang tiga bisa
diletakkan di atasnya. Dengan bantuan meja putar ini proses penyayatan
bidang-bidang benda kerja bisa lebih cepat, karena untuk menyayat sisisisi
benda kerja tidak usah melepas benda kerja, cukup memutar handle
meja putar dengan sudut yang dikekendaki. Selain itu dengan meja putar
ini bisa dibuat bentuk melingkar, baik satu lingkaran penuh (360o) atau
kurang dari 360o.
Benda kerja yang dikerjakan di Mesin Frais tidak hanya benda
kerja yang bentuknya teratur. Benda kerja yang berbentuk plat lebar,
piringan dengan diameter besar dan tipis, dan benda hasil tuangan sulit
dicekam dengan ragum. Untuk keperluan pemegangan benda kerja
seperti itu, maka benda kerja bisa langsung diletakkan di meja Mesin
Frais kemudian diikat dengan menggunakan bantuan klem (clamp).
Berbagai bentuk klem dan baut pengikatnya biasanya digunakan untuk
satu benda kerja yang relatif besar.
Gambar 7 22. Kepala pembagi
(dividing head) untuk membuat
segi banyak, roda gigi, atau
helix.
Gambar 7 21. Meja yang dapat
diatur sudutnya dalam
beberapa arah, digunakan
untuk alat bantu pengerjaan
benda kerja yang memiliki
sudut lebih dari satu arah.
Teknik Pemesinan 200
Gambar 7 23. (a) Meja putar (rotary table) yang bisa digunakan untuk
Mesin Frais vertical maupun horizontal, (b) Meja putar yang dapat
diatur sudutnya.
Selain pemegang benda kerja, pada Mesin Frais juga ada
beberapa macam asesoris yang berguna untuk membantu pengaturan
Mesin Frais, maupun penempatan benda kerja. Asesoris tersebut
misalnya (a) parallel yang berguna untuk meninggikan posisi benda kerja
pada ragum, (b) line finder untuk membantu mencari posisi garis pinggir
benda kerja, (c) line finder dipasang pada kolet, (d) edge finder yang
digunakan untuk mencari posisi pojok benda kerja, (e) pembatas ragum
(vise stop) yang berguna untuk batas peletakan benda kerja di ragum, (f)
pembatas ragum, (g) blok V untuk membantu memegang benda kerja
berbentuk silindris, dan (h) klem (clamp) untuk membantu memegang
benda kerja. Gambar perlengkapan Mesin Frais tersebut dapat dilihat
pada Gambar 7.24.
Teknik Pemesinan 201
(a) Parallel (b) Line finder
(c) Line finder dipasang pada kolet
(d) Edge finder, digunakan untuk
mencari posisi pojok benda kerja
(e) Pembatas ragum (vise stop) yang
dipasang menyatu dengan mulut
ragum.
(f) Pembatas ragum.
(g) Blok V (h) Satu set klem
Gambar 7 24. Berbagai macam asesoris yang digunakan pada Mesin
Frais.
Teknik Pemesinan 202
H. Elemen Dasar Proses Frais
Elemen dasar proses frais hampir sama dengan elemen dasar
proses bubut. Elemen diturunkan berdasarkan rumus dan Gambar 7.25.
berikut :
Keterangan :
Benda Kerja :
w = lebar pemotongan (mm)
lw = panjang pemotongan (mm)
lt = lv+lw+ln (mm)
a = kedalaman potong (mm)
lv
n
a vf
lw
ln
w
a
n
vf
lw
lv
ln
w
Gambar 7 25. Gambar skematis proses frais vertical dan frais
horizontal.
Teknik Pemesinan 203
; / .......... .......... .....( 3.2)
1000
V .d .n m menit
f v / z.n;mm/menit.....................................................(3.3) z f
;menit.....................................................................(3.4)
v
t l
f
t
c
Z v .a.w/1000.;cm3 /meni.t................................................3(.5) f
Pisau Frais :
d = diameter luar (mm)
z = jumlah gigi/mata potong
r = sudut potong utama (90o)untuk pisau frais selubung
Mesin Frais :
n = putaran poros utama (rpm)
vf = kecepatan makan (mm/putaran)
5) Kecepatan potong :
6) Gerak makan per gigi :
7) Waktu pemotongan :
8) Kecepatan penghasilan beram :
Rumus-rumus (3.2 sampai 3.5) tersebut di atas digunakan
untuk perencanaan proses frais. Proses frais bisa dilakukan dengan
banyak cara menurut jenis pisau yang digunakan dan bentuk benda
kerjanya. Selain itu jenis Mesin Frais yang bervariasi menyebabkan
analisa proses frais menjadi rumit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan bukan hanya kecepatan potong dan gerak makan saja,
tetapi juga cara pencekaman, gaya potong, kehalusan produk, getaran
mesin dan getaran benda kerja. Dengan demikian hasil
analisa/perencaaan merupakan pendekatan bukan merupakan hasil yang
optimal.
I. Pengerjaan Benda Kerja dengan Mesin Frais
Beberapa variasi bentuk benda kerja bisa dikerjakan dengan
Mesin Frais. Perencanaan proses frais dibahas satu kesatuan dengan
beberapa pengerjaan proses frais.
Teknik Pemesinan 204
1. Proses Frais Datar/Rata
Proses frais datar/rata (dinamakan juga surface milling atau slab
milling) adalah proses frais dengan sumbu pisau paralel terhadap
permukaan benda kerja, (Gambar 7.26). Frais rata dilakukan dengan cara
permukaan benda kerja dipasang paralel terhadap permukaan meja
Mesin Frais dan pisau frais dipasang pada arbor mesin. Benda kerja
dicekam dengan ragum biasa, (Gambar 7.20.), sebaiknya bagian benda
kerja yang menonjol di atas ragum tidak terlalu tinggi agar benda kerja
tidak bergetar, (Gambar 7.27). Arbor dipasang horizontal didukung oleh
spindel mesin dan penahan arbor di sisi yang lain.
Gambar 7 26. Proses frais rata
(surface/slab milling).
Teknik Pemesinan 205
Benda kerja di tengah ragum. Benda kerja di pinggir ragum.
Benda kerja didukung parallel. Benda kerja tidak didukung parallel
Benda kerja yang menonjol
diusahakan serendah mungkin.
Benda kerja yang menonjol terlalu
tinggi.
Gambar 7 27. Cara pencekaman benda kerja, bagian kanan
pencekaman yang salah (incorrect) dan bagian kiri pencekaman
yang benar (correct).
Pisau yang digunakan untuk proses pengasaran (roughing)
sebaiknya dipilih pisau frais yang ukuran giginya relatif besar, dengan
kecepatan potong dipilih yang minimal dari kecepatan potong yang
diijinkan untuk pasangan pisau dan benda kerja yang dikerjakan (Tabel
7.1). Untuk proses finishing pisau yang digunakan dipilih pisau yang
memiliki gigi yang relatif kecil dengan kecepatan potong dipilih harga
terbesar dari kecepatan potong yang diijinkan. Gerak makan per gigi
Teknik Pemesinan 206
ditentukan berdasarkan ketebalan beram yang diinginkan (direncanakan).
Tebal beram dapat dipilih berdasarkan benda kerja dan pisau yang
digunakan, mesin, sistem pencekaman, dan kecepatan potong. Tebal
beram untuk proses frais disarankan seperti pada Tabel 7.2.
a) Untuk pisau karbida harga kecepatan potong angka pada tabel
dikalikan 2.
b) Apabila satuan kecepatan potong (cutting speed diubah menjadi
m/menit angka pada tabel dibagi 3,28).
Perhitungan elemen mesin yang lain (Rumus 3.2 sampai 3.5),
bisa dilakukan setelah kecepatan potong dan gerak makan per gigi
ditentukan. Perhitungan elemen pemesinan untuk proses frais yang lain
(Gambar 7.28.) identik dengan langkah di atas.
Tabel 7 1. Kecepatan potong untuk proses frais untuk pasangan
benda kerja dan pisau HSS.
Tabel 7 2. Tebal beram per gigi untuk beberapa tipe pisau frais dan
benda kerja yang dikerjakan (satuan dalam inchi).
Teknik Pemesinan 207
Gambar 7 28. Beberapa variasi proses frais yang dilakukan pada Mesin
Frais.
Teknik Pemesinan 208
Gambar 7 28. (Lanjutan). Beberapa proses frais : frais bentuk dan dan
frais alur.
2. Proses Frais Roda Gigi
Proses frais gigi (Gambar 7.29), sebenarnya sama dengan frais
bentuk pada Gambar 7.28., tetapi karena bentuknya yang spesifik, serta
proses pencekaman dan pemilihan pisau berbeda maka akan dibahas
lebih detail. Dari informasi yang diperoleh dari gambar kerja, untuk proses
frais roda gigi diperoleh data tentang jumlah gigi, bentuk profil gigi, modul,
sudut tekan, dan dimensi bakal roda gigi.
Dari informasi tersebut perencana proses frais gigi harus
menyiapkan : kepala pembagi (Gambar 7.21.), pisau frais gigi, dan
perhitungan elemen dasar (putaran spindel, gerak makan, dan
kedalaman potong). Kepala pembagi digunakan sebagai pemegang bakal
roda gigi (dengan bantuan mandrel). Pada kepala pembagi terdapat
mekanisme yang memungkinkan operator Mesin Frais memutar benda
kerja dengan sudut tertentu.
Teknik Pemesinan 209
Gambar 7 29. Gambar 7.29. Proses frais roda gigi dengan Mesin Frais
horizontal.
Kepala pembagi (dividing head) digunakan sebagai alat untuk
memutar bakal roda gigi. Mekanisme perubahan gerak pada kepala
pembagi adalah roda gigi cacing dan ulir cacing dengan perbandingan
1:40. Dengan demikian apabila engkol diputar satu kali, maka spindelnya
berputar 1/40 kali. Untuk membagi put`ran pada spindel sehingga bisa
menghasilkan putaran spindel selain 40 bagian, maka pada bagian
engkol dilengkapi dengan piringan pembagi dengan jumlah lubang
tertentu, dengan demikian putaran engkol bisa diatur (misal ½, 1/3, ¼, 1/5
putaran). Pada piringan pembagi diberi lubang dengan jumlah lubang
sesuai dengan tipenya yaitu :
1. Tipe Brown and Sharpe :
a. Piringan 1 dengan jumlah lubang : 15,16,17,18,19,20
b. Piringan 2 dengan jumlah lubang : 21,23,27,29,31,33
c. Piringan 3 dengan jumlah lubang : 37,39,41,43,47,49
2. Tipe Cincinnati (satu piringan dilubangi pada kedua sisi) :
a. Sisi pertama dengan jumlah lubang :
24,25,28,30,34,37,38,39,41,42,43
b. Sisi kedua (sebaliknya) dengan jumlah lubang :
46,47,49,51,53,54,57,58,59,62,66
Misalnya akan dibuat pembagian 160 buah. Pengaturan putaran engkol
pada kepala pembagi adalah sebagai berikut (Gambar 7.30.) :
Dipilih piringan yang memiliki lubang 20, dengan cara sekrup
pengatur arah radial kita setel sehingga ujung engkol yang berbentuk
runcing bisa masuk ke lubang yang dipilih (Gambar 7.30.c)
Mandrel
dicekam
pada kepala
pembagi
Pisau frais gigi
Roda gigi
Teknik Pemesinan 210
Gunting diatur sehingga melingkupi 5 bagian atau 6 lubang (Gambar
7.30.d)
Sisi pertama benda kerja dimulai dari lubang no.1
Sisi kedua dilakukan dengan cara memutar engkol ke lubang no. 6
(telah dibatasi oleh gunting)
Dengan demilian engkol berputar ¼ lingkaran dan benda kerja)
berputar ¼ x1/40 = 1/160 putaran
Gunting digeser sehingga bilah bagian kiri di no. 6
Pemutaran engkol selanjutnya mengikuti bilah gunting.
Pemilihan pisau untuk memotong profil gigi (biasanya profil gigi
involute) harus dipilih berdasarkan modul dan jumlah gigi yang akan
dibuat. Nomer pisau frais gigi berdasarkan jumlah gigi yang dibuat dapat
dilihat pada Tabel 7.3. Penentuan elemen dasar proses frais yaitu
putaran spindel dan gerak makan pada proses frais gigi tetap mengikuti
rumus 3.2 dan 3.3. Sedangkan kedalaman potong ditentukan
berdasarkan tinggi gigi dalam gambar kerja atau sesuai dengan modul
gigi yang dibuat (antara 2 sampai 2,25 modul).
Engkol
Piringan pembagi
spindel
6 lubang
Bilah 5 bagian
gunting
Sekrup pengatur arah radial
Bilah
gunting
Sekrup
pengatur
bilah
Pelat penggerak
(a)
(d)
(b)
(d)
(c)
Lubang no.
1
Lubang no.
Gambar 7 30. Kepala pembagi dan pengoperasiann6 ya.
Teknik Pemesinan 211
Nomer Pisau/
Cutter
Digunakan untuk membuat roda gigi
dengan jumlah gigi
1 135 sampai dengan rack
1,5 80 sampai 134
2 55 sampai 134
2 ,5 42 sampai 54
3 35 sampai 54
3,5 30 sampai 34
4 25 sampai 34
4,5 23 sampai 25
5 21 sampai 25
5,5 19 sampai 20
6 17 sampai 20
6,5 15 sampai 16
7 14 sampai 16
7,5 13
8 12 dan 13
Tabel 7 3. Urutan nomer pisau frais gigi involute.
Teknik Pemesinan 200
___________________________________________Daftar Pustaka
Teknik Pemesinan
DAFTAR PUSTAKA
Alois SCHONMETZ. (1985). Pengerjaan Logam Dengan Perkakas
Tangan dan Mesin Sederhana. Bandung: Angkasa.
Avrutin.S, tt, Fundamentals of Milling Practice, Foreign Languages
Publishing House, Moscow.
B.H. Amstead, Bambang Priambodo. (1995). Teknologi Mekanik Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Boothroyd, Geoffrey. (1981). Fundamentals of Metal Machining and
Machine Tools. Singapore: Mc Graw-Hill Book Co.
Bridgeport, 1977, Bridgeport Textron , Health and Safety at Work Act,
Instalation, Operation, Lubrication, Maintenance, Bridgeport
Mahines Devision of Textron Limited PO Box 22 Forest Road
Leicester LE5 0FJ : England.
Courtesy EDM Tech. Manual, 2007, EDM ProcessMecanism,Poco
Graphite Inc.
C. van Terheijden, Harun. (1994). Alat-alat Perkakas 3. Bandung:
Binacipta.
Diktat Praktikum Proses Pemesinan II (CNC TU2A dan CNC TU3A)
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Universitas Negeri
Yogyakarta, 2005.
EMCO, 1980, A Center Lathe, EMCO Maier+Co. Postfach 131.A-5400
Hallein: Austria.
EMCO, 1980. Maximat Super 11 Installation Manual, Instructions and
Operating Manual, Maintenance Manual, EMCO Maier+Co.
Postfach 131.A-5400 Hallein: Austria.
EMCO, 1991, Teacher’s Handbook CNC TU-2A, Emco Maier
Ges.m.b.H,Hallein, Austria.
EMCO, 1991, Teacher’s Handbook CNC TU-3A, Emco Maier
Ges.m.b.H,Hallein, Austria.
EMCO, 1991, Teacher’s Handbook Compact 5 PC, Emco Maier
Ges.m.b.H,Hallein, Austria.
LAMPIRAN. A
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
LAMPIRAN
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 1. Standar ISO untuk pengkodean pemegang pahat sisipan/
tool holders.
LAMPIRAN. B
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 1. Standar ISO untuk pengkodean pemegang pahat sisipan,
(Lanjutan).
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 2. Beberapa macam Mesin Bubut konvensional dan CNC.
Sumber : Katalog PT. Kawan Lama
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 2. Beberapa macam Mesin Bubut, (Lanjutan).
Sumber : Katalog PT. Kawan Lama
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 2. Beberapa macam Mesin Bubut, (Lanjutan).
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 2. Beberapa macam Mesin Bubut, (Lanjutan).
Sumber : IMTS 2006 (www.toolingandproduction.com)
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 3. Beberapa macam Mesin Frais.
Lampiran 3. Beberapa macam Mesin Frais konvensional dan CNC,
(Lanjutan).
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Sumber : Katalog PT. Kawan Lama
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 3. Beberapa macam Mesin Frais, (Lanjutan).
Sumber : IMTS 2006 (www.toolingandproduction.com)
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 4. Beberapa macam Mesin Gurdi (Drilling) konvensional dan
CNC.
Mesin Bor Radial
Lampiran 4. Beberapa macam Mesin Gurdi (Drilling), (Lanjutan).
Mesin Gurdi manual dan Mesin Gurdi & Tap CNC
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 5. Proses pembuatan ulir dan tabel.
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 6. Besarnya toleransi fundamental dari a sampai zc.
Fundamental Deviatons a to j
Over Up -to
(Incl.)
Fundamental Deviation (es ) (ei )
a b c cd d e ef f fg g h js j5 j6 j7
3 -270 -140 -60 -34 -20 -14 -10 -6 -4 -2 0 ITn/2 -2 -2 -4
3 6 -270 -140 -70 -46 -30 -20 -14 -10 -6 -4 0 ITn/2 -2 -2 -4
6 10 -280 -150 -80 -56 -40 -25 -18 -13 -8 -5 0 ITn/2 -2 -2 -5
10 14 -290 -150 -95 -50 -32 -16 -6 0 ITn/2 -3 -3 -6
14 18 -290 -150 -95 -50 -32 -16 -6 0 ITn/2 -3 -3 -6
18 24 -300 -160 -110 -65 -40 -20 -7 0 ITn/2 -3 -3 -8
24 30 -300 -160 -110 -65 -40 -20 -7 0 ITn/2 -3 -3 -8
30 40 -310 -170 -120 -80 -50 -25 -9 0 ITn/2 -4 -4 -10
40 50 -320 -180 -130 -80 -50 -25 -9 0 ITn/2 -4 -4 -10
50 65 -340 -190 -140 -100 -60 -30 -10 0 ITn/2 -5 -5 -12
65 80 -360 -200 -150 -100 -60 -30 -10 0 ITn/2 -7 -7 -12
80 100 -380 -220 -170 -120 -72 -36 -12 0 ITn/2 -9 -9 -15
100 120 -410 -240 -180 -120 -72 -36 -12 0 ITn/2 -9 -9 -15
120 140 -460 -260 -200 -145 -85 -43 -14 0 ITn/2 -11 -11 -18
140 160 -520 -280 -210 -145 -85 -43 -14 0 ITn/2 -11 -11 -18
160 180 -580 -310 -230 -145 -85 -43 -14 0 ITn/2 -11 -11 -18
180 200 -660 -340 -240 -170 -100 -50 -15 0 ITn/2 -13 -13 -21
200 225 -740 -380 -260 -170 -100 -50 -15 0 ITn/2 -13 -13 -21
225 250 -820 -420 -280 -170 -100 -50 -15 0 ITn/2 -13 -13 -21
250 280 -920 -480 -300 -190 -110 -56 -17 0 ITn/2 -16 -16 -26
280 315 -1050 -540 -330 -190 -110 -56 -17 0 ITn/2 -16 -16 -26
315 355 -1200 -600 -360 -210 -125 -62 -18 0 ITn/2 -18 -18 -28
355 400 -1350 -680 -400 -210 -125 -62 -18 0 ITn/2 -18 -18 -28
400 450 -1500 -760 -440 -230 -135 -68 -20 0 ITn/2 -20 -20 -32
450 500 -1650 -840 -480 -230 -135 -68 -20 0 ITn/2 -20 -20 -32
Over Up -to
(Incl.)
Fundamental Deviation (es ) (ei )
a b c cd d e ef f fg g h js j5 j6 j7
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 6. Besarnya toleransi fundamental dari a sampai zc,
(Lanjutan).
Fundamental Deviatons k to zc
Over Up to
(Incl.)
Fundamental Deviation ( ei )
k4-
k7
(inc)
other
k m n p r s t u v x y z za zb zc
3 0 0 2 4 6 10 14 18 20 26 32 40 60
3 6 1 0 4 8 12 15 19 23 28 35 42 50 80
6 10 1 0 6 10 15 19 23 28 34 42 52 67 97
10 14 1 0 7 12 18 23 28 33 40 50 64 90 130
14 18 1 0 7 12 18 23 28 33 39 45 60 77 108 150
18 24 2 0 8 15 22 28 35 41 47 54 63 73 98 136 188
24 30 2 0 8 15 22 28 35 41 48 55 64 75 88 118 160 218
30 40 2 0 9 17 26 34 43 48 60 68 80 94 112 148 200 274
40 50 2 0 9 17 26 34 43 54 70 81 97 114 136 180 242 325
50 65 2 0 11 20 32 41 53 66 87 102 122 144 172 226 300 405
65 80 2 0 11 20 32 43 59 75 102 120 146 174 210 274 360 480
80 100 3 0 13 23 37 51 71 91 124 146 178 214 258 335 445 585
100 120 3 0 13 23 37 54 79 104 144 172 210 254 310 400 525 690
120 140 3 0 15 27 43 63 92 122 170 202 248 300 365 470 620 800
140 160 3 0 15 27 43 65 100 134 190 228 280 340 415 535 700 900
160 180 3 0 15 27 43 68 108 146 210 252 310 380 465 600 780 1000
180 200 4 0 17 31 50 77 122 166 236 284 350 425 520 670 880 1150
200 225 4 0 17 31 50 80 130 180 258 310 385 470 575 740 960 1250
225 250 4 0 17 31 50 84 140 196 284 340 425 520 640 820 1050 1350
250 280 4 0 20 34 56 94 158 218 315 385 475 580 710 920 1200 1550
280 315 4 0 20 34 56 98 170 240 350 425 525 650 790 1000 1300 1700
315 355 4 0 21 37 62 108 190 268 390 475 590 730 900 1150 1500 1900
355 400 4 0 21 37 62 114 208 294 435 530 660 820 1000 1300 1650 2100
400 450 5 0 23 40 68 126 232 330 490 595 740 920 1100 1450 1850 2400
450 500 5 0 23 40 68 132 252 360 540 660 820 1000 1250 1600 2100 2600
Over Up to
(Incl.)
Fundamental Deviation ( ei )
k4-
k7
(inc)
other
k m n p r s t u v x y z za zb zc
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 7.
ISO Shaft Limit Nearest Zero (Fundamental Deviation ), shaft size
500-3150mm
Deviations in μmetres = (m-6)
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 7. (Lanjutan).
Fundamental Deviatons d to u
Over Up -to
(Incl.)
Fundamental Deviation (es) Fundamental Deviation (ei)
d e ef f fg g h js k m n p r s t u
500 560 -260 -145 -76 -22 0 ITn/2 0 26 44 78 150 280 400 600
560 630 -260 -145 -76 -22 0 ITn/2 0 26 44 78 155 310 450 660
630 710 -290 -160 -80 -24 0 ITn/2 0 30 50 88 175 340 500 740
710 800 -290 -160 -80 -24 0 ITn/2 0 30 50 88 185 380 560 840
800 900 -320 -170 -86 -26 0 ITn/2 0 34 56 100 210 430 620 940
900 1000 -320 -170 -86 -26 0 ITn/2 0 34 56 100 220 470 680 1050
1000 1120 -350 -195 -98 -28 0 ITn/2 0 40 66 120 250 520 780 1150
1120 1250 -350 -195 -98 -28 0 ITn/2 0 40 66 120 260 580 840 1300
1250 1400 -390 -220 -110 -30 0 ITn/2 0 48 78 140 300 640 960 1450
1400 1600 -390 -220 -110 -30 0 ITn/2 0 48 78 140 330 720 1050 1600
1600 1800 -430 -240 -120 -32 0 ITn/2 0 58 92 170 370 820 1200 1850
1800 2000 -430 -240 -120 -32 0 ITn/2 0 58 92 170 400 920 1350 2000
2000 2240 -480 -260 -130 -34 0 ITn/2 0 68 110 195 440 1000 1500 2300
2240 2500 -480 -260 -130 -34 0 ITn/2 0 68 110 195 460 1100 1650 2500
2500 2800 -520 -290 -145 -38 0 ITn/2 0 76 135 240 550 1250 1900 2900
2800 3150 -520 -290 -145 -38 0 ITn/2 0 76 135 240 580 1400 2100 3200
Over Up -to
(Incl.)
Fundamental Deviation (es) Fundamental Deviation (ei)
d e ef f fg g h js k m n p r s t u
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 8.
ISO Hole Nearest Dim to Zero (Fundamental Deviation). Holes sizes
0-400mm.
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Deviations in μmetres = (m-6)
over Up to
(Incl.)
Fundamental Deviation (El ) Fundamental Deviation (Es )
A B C CD D E EF F FG G H JS J6 J7 J8 K7 K8 >K8
3 270 140 60 34 20 14 10 6 4 2 0 IT/2 2 4 6 0+ 0 0
3 6 270 140 70 46 30 20 14 10 6 4 0 IT/2 5 6 10 3 5
6 10 280 150 80 56 40 25 18 13 8 5 0 IT/2 5 8 12 5 6
10 14 290 150 95 50 32 16 6 0 IT/2 6 10 15 6 8
14 18 290 150 95 50 32 16 6 0 IT/2 6 10 15 6 8
18 24 300 160 110 65 40 20 7 0 IT/2 8 12 20 6 10
24 30 300 160 110 65 40 20 7 0 IT/2 8 12 20 6 10
30 40 310 170 120 80 50 25 9 0 IT/2 10 14 24 7 12
40 50 320 180 130 80 50 25 9 0 IT/2 10 14 24 7 12
50 65 340 190 140 100 60 30 10 0 IT/2 13 18 28 9 14
65 80 360 200 150 100 60 30 10 0 IT/2 13 18 28 9 14
80 100 380 220 170 120 72 36 12 0 IT/2 16 22 34 10 16
100 120 410 240 180 120 72 36 12 0 IT/2 16 22 34 10 16
120 140 460 260 200 145 85 43 14 0 IT/2 18 26 41 12 20
140 160 520 280 210 145 85 43 14 0 IT/2 18 26 41 12 20
160 180 580 310 230 145 85 43 14 0 IT/2 18 26 41 12 20
180 200 660 340 240 170 100 50 15 0 IT/2 22 30 47 13 22
200 225 740 380 260 170 100 50 15 0 IT/2 22 30 47 13 22
225 250 820 420 280 170 100 50 15 0 IT/2 22 30 47 13 22
250 280 920 480 300 190 110 56 17 0 IT/2 25 36 55 16 25
280 315 1050 540 330 190 110 56 17 0 IT/2 25 36 55 16 25
315 355 1200 600 360 210 125 62 18 0 IT/2 29 39 60 17 28
355 400 1350 680 400 210 125 62 18 0 IT/2 29 39 60 17 28
400 450 1500 760 440 230 135 68 20 0 IT/2 33 43 66 18 29
450 500 1650 840 480 230 135 68 20 0 IT/2 33 43 66 18 29
over Up to
(Incl.)
Fundamental Deviation (El ) Fundamental Deviation (Es )
A B C CD D E EF F FG G H JS J6 J7 J8 K7 K8 >K8
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Important Note: For Fundamental deviations P-ZC ITn's > 7 only applies
. For ITs 6 & 7 refer to table below..
over Up to
(Incl.)
Fundamental Deviation (Es )
M7 M8 >M8 N7 N8 >N8 P R S T U V X Y Z ZA ZB ZC
3 -2 -2 -2 -5 -4 -4 -6 -10 -14 -18 -20 -26 -32 -40 -60
3 6 0 2 -4 -4 -2 0 -12 -15 -19 -23 -28 -35 -42 -50 -80
6 10 0 1 -6 -4 -3 0 -15 -19 -23 -28 -34 -42 -52 -67 -97
10 14 0 2 -7 -5 -3 0 -18 -23 -28 -33 -40 -50 -64 -90 -130
14 18 1 5 -7 -5 -3 0 -18 -23 -28 -33 -39 -45 -60 -77 -108 -150
18 24 0 4 -8 -7 -3 0 -22 -28 -35 -41 -47 -54 -63 -73 -98 -136 -188
24 30 1 6 -8 -7 -3 0 -22 -28 -35 -41 -48 -55 -64 -75 -88 -118 -160 -218
30 40 0 5 -9 -8 -3 0 -26 -34 -43 -48 -60 -68 -80 -94 -112 -148 -200 -274
40 50 2 7 -9 -8 -3 0 -26 -34 -43 -54 -70 -81 -97 -114 -136 -180 -242 -325
50 65 0 5 -11 -9 -4 0 -32 -41 -53 -66 -87 -102 -122 -144 -172 -226 -300 -405
65 80 2 8 -11 -9 -4 0 -32 -43 -59 -75 -102 -120 -146 -174 -210 -274 -360 -490
80 100 0 6 -13 -10 -4 0 -37 -51 -71 -91 -124 -146 -178 -214 -258 -335 -445 -585
100 120 2 10 -13 -10 -4 0 -37 -54 -79 -104 -144 -172 -210 -254 -310 -400 -525 -690
120 140 0 8 -15 -12 -4 0 -43 -63 -92 -122 -170 -202 -248 -300 -365 -470 -620 -800
140 160 0 8 -15 -12 -4 0 -43 -65 -100 -134 -190 -228 -280 -340 -415 -535 -700 -900
160 180 2 11 -15 -12 -4 0 -43 -68 -108 -146 -210 -252 -310 -380 -465 -600 -780 -1000
180 200 0 9 -17 -14 -5 0 -50 -77 -122 -166 -236 -284 -340 -425 -520 -670 -880 -1150
200 225 0 9 -17 -14 -5 0 -50 -80 -130 -180 -258 -310 -385 -470 -575 -740 -960 -1250
225 250 3 12 -17 -14 -5 0 -50 -84 -140 -196 -284 -340 -425 -520 -640 -820 -1050 -1350
250 280 0 9 -20 -14 -5 0 -56 -94 -158 -218 -315 -385 -475 -580 -710 -920 -1200 -1550
280 315 1 12 -20 -14 -5 0 -56 -98 -170 -240 -350 -425 -525 -650 -790 -1000 -1300 -1700
315 355 0 11 -21 -16 -5 0 -62 -108 -190 -268 -390 -475 -590 -730 -900 -1150 -1500 -1900
355 400 2 13 -21 -16 -5 0 -62 -114 -208 -294 -435 -530 -660 -820 -
1000 -1300 -1650 -2100
400 450 48 59 -23 -17 -6 0 -68 -126 -232 -330 -490 -595 -740 -920 -
1100 -1450 -1850 -2400
450 500 25 25 -23 -17 -6 0 -68 -132 -252 -360 -540 -660 -820 -
1000
-
1250 -1600 -2100 -2600
over Up to
(Incl.)
Fundamental Deviation (Es )
M7 M8 >M8 N7 N8 >N8 P R S T U V X Y Z ZA ZB ZC
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Important Note: For Fundamental deviations (P to Z) For ITn = 6 & 7
refer to table below..
over
Up
to
(Incl.
)
Fundamental Deviation (Es )
P7 P7 R6 R7 S6 S7 T6 T7 U6 U7 V6 V7 X6 X7 Y6 Y7 Z6 Z7
3 -6 -6 -10 -10 -14 -14 -18 -18 -20 -20 -26 -26
3 6 -9 -8 -12 -11 -16 -15 -20 -19 -25 -24 -32 -31
6 10 -12 -9 -16 -13 -20 -17 -25 -22 -31 -28 -39 -36
10 14 -15 -11 -20 -16 -25 -21 -30 -26 -37 -33 -47 -43
14 18 -15 -11 -20 -16 -25 -21 -30 -26 -36 -32 -42 -38 -57 -53
18 24 -18 -14 -24 -20 -31 -27 -37 -33 -43 -39 -50 -46 -59 -55 -69 -65
24 30 -18 -14 -24 -20 -31 -27 -37 -33 -44 -40 -51 -47 -60 -56 -71 -67 -84 -80
30 40 -21 -17 -29 -25 -38 -34 -43 -39 -55 -51 -63 -59 -75 -71 -89 -85 -107 -103
40 50 -21 -17 -29 -25 -38 -34 -49 -45 -65 -61 -76 -72 -92 -88 -109 -105 -131 -127
50 65 -26 -21 -35 -30 -47 -42 -60 -55 -81 -76 -96 -91 -116 -111 -138 -133 -166 -161
65 80 -26 -21 -37 -32 -53 -48 -69 -64 -96 -91 -114 -109 -140 -135 -168 -163 -204 -199
80 100 -30 -24 -44 -38 -64 -58 -84 -78 -117 -111 -139 -133 -171 -165 -207 -201 -251 -245
100 120 -30 -24 -47 -41 -72 -66 -97 -91 -137 -131 -165 -159 -203 -197 -247 -241 -303 -297
120 140 -36 -28 -56 -48 -85 -77 -115 -107 -163 -155 -195 -187 -241 -233 -293 -285 -358 -350
140 160 -36 -28 -58 -50 -93 -85 -127 -119 -183 -175 -221 -213 -273 -265 -333 -325 -408 -400
160 180 -36 -28 -61 -53 -101 -93 -139 -131 -203 -195 -245 -237 -303 -295 -373 -365 -458 -450
180 200 -41 -33 -68 -60 -113 -105 -157 -149 -227 -219 -275 -267 -331 -323 -416 -408 -511 -503
200 225 -41 -33 -71 -63 -121 -113 -171 -163 -249 -241 -301 -293 -376 -368 -461 -453 -566 -558
225 250 -41 -33 -75 -67 -131 -123 -187 -179 -275 -266 -331 -323 -416 -408 -511 -503 -631 -623
250 280 -47 -36 -85 -74 -149 -138 -209 -198 -306 -295 -376 -365 -466 -455 -571 -560 -701 -690
280 315 -47 -36 -89 -78 -161 -150 -231 -220 -341 -330 -416 -405 -516 -505 -641 -630 -781 -770
315 355 -51 -41 -97 -87 -179 -169 -257 -247 -379 -369 -464 -454 -579 -569 -719 -709 -889 -879
355 400 -51 -41 -103 -93 -197 -187 -283 -273 -424 -414 -519 -509 -649 -639 -809 -799 -989 -979
400 450 -55 -45 -113 -103 -219 -209 -317 -307 -477 -467 -582 -572 -727 -717 -907 -897 -1087 -1077
450 500 -55 -45 -119 -109 -239 -229 -347 -337 -527 -517 -647 -637 -807 -797 -987 -977 -1237 -1227
over
Up
to
(Incl.
)
P7 P7 R6 R7 S6 S7 T6 T7 U6 U7 V6 V7 X6 X7 Y6 Y7 Z6 Z7
Fundamental Deviation (Es )
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 9.
ISO Hole Nearest Dim to Zero (Fundamental Deviation). Holes sizes
400-3150mm.
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Deviations in μmetres = (m-6)
over Up to
( Incl.)
Fundamental Deviation
(El ) Fundamental Deviation (Es )
D E F G H JS K M N P R S T U
500 560 260 145 76 22 0 IT/2 0 -26 -44 -78 -150 -280 -400 -600
560 630 260 145 76 22 0 IT/2 0 -26 -44 -78 -155 -310 -450 -660
630 710 290 160 80 24 0 IT/2 0 -30 -50 -88 -175 -340 -500 -740
710 800 290 160 80 24 0 IT/2 0 -30 -50 -88 -185 -380 -560 -840
800 900 320 170 86 26 0 IT/2 0 -34 -56 -100 -210 -430 -620 -940
900 1000 320 170 86 26 0 IT/2 0 -34 -56 -100 -220 -470 -680 -1050
1000 1120 350 195 98 28 0 IT/2 0 -40 -66 -120 -250 -520 -780 -1150
1120 1250 350 195 98 28 0 IT/2 0 -40 -66 -120 -260 -580 -840 -1300
1250 1400 390 220 110 30 0 IT/2 0 -48 -78 -140 -300 -640 -960 -1450
1400 1600 390 220 110 30 0 IT/2 0 -48 -78 -140 -330 -720 -1050 -1600
1600 1800 430 240 120 32 0 IT/2 0 -58 -92 -170 -370 -820 -1200 -1850
1800 2000 430 240 120 32 0 IT/2 0 -58 -92 -170 -400 -920 -1350 -2000
2000 2240 480 260 130 34 0 IT/2 0 -68 -110 -195 -440 -1000 -1500 -2300
2240 2500 480 260 130 34 0 IT/2 0 -68 -110 -195 -460 -1100 -1650 -2500
2500 2800 520 290 145 38 0 IT/2 0 -76 -135 -240 -550 -1250 -1900 -2900
2800 3150 520 290 145 38 0 IT/2 0 -76 -135 -240 -580 -1400 -2100 -3200
over Up to
( Incl.)
D E F G H JS K M N P R S T U
Fundamental Deviation
(El ) Fundamental Deviation (Es )
__________________________________________________Lampiran
Teknik Pemesinan
Lampiran 10. Penyimpangan fundamental dari ukuran 250 sampai
dengan 3150 mm.
Ukuran Nominal (mm)/D
Dari 250 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500
sampai 315 400 500 630 800 1000 1250 1600 2000 2500 3150
IT Penyimpangan ( dalam μm)
1 6 7 8 9 10 11 13 15 18 22 26
2 8 9 10 11 13 15 18 21 25 30 36
3 12 13 15 16 18 21 24 29 35 41 50
4 16 18 20 22 25 28 33 39 46 55 68
5 23 25 27 32 36 40 47 55 65 78 96
6 32 36 40 44 50 56 66 78 92 110 135
7 52 57 63 70 80 90 105 125 150 175 210
8 81 89 97 110 125 140 165 195 230 280 330
9 130 140 155 175 200 230 260 310 370 440 540
10 210 230 250 280 320 360 420 500 600 700 860
11 320 360 400 440 500 560 660 780 920 1100 1350
12 520 570 630 700 800 900 1050 1250 1500 1750 2100
13 810 890 970 1100 1250 1400 1650 1950 2300 2800 3300
14 1300 1400 1550 1750 2000 2300 2600 3100 3700 4400 5400
___________________________________________Daftar Pustaka
Teknik Pemesinan
EMCO, 1991, Student’s Handbook CNC TU-2A, Emco Maier
Ges.m.b.H,Hallein, Austria.
EMCO, 1991, Student’s Handbook CNC TU-3A, Emco Maier
Ges.m.b.H,Hallein, Austria.
EMCO MAIER Ges.m.bh, Teacher’s Handbook EMCO TU-2A, A-5400
Hallein, Austria, 1990.
EMCO MAIER Ges.m.bh, Students’s Handbook EMCO TU-2A, A-5400
Hallein, Austria, 1990.
Fischer, Kilgus, Leopold, Rohrer, Schiling, Tabellenbunch Metall, Keliner
Werth 50, 560 Wuppertal 2.
Fox Valley Technnical College, 2007, Machine Shop 3 : Milling
Machine"Accessories(http://its.fvtc.edu/machshop3/
basicmill/default.htm).
Fox Valley Technnical College, 2007, Machine Shop 3 : "Types of Milling
Machines"Work Holding(http://its.fvtc.edu/
machshop3/basicmill/default.htm).
Fox Valley Technnical College, 2007, Machine Shop 3 : "Milling
Machines" Tool Holding (http://its.fvtc.edu/
machshop3/basicmill/default.htm).
George Schneider Jr, Cutting Tool Applications, Prentice Hall
(www.toolingandproduction.com).
Gerling, Heinrichi. (1974). All about Machine Tools. New Delhi:
Wiley Eastern.
Hand Out Politeknik Manufaktur Bandung. (1990). Teori Gerinda
Datar. Bandung: ITB
Hand Out Politeknik Manufaktur Bandung. (1990). Teori Gerinda
Silindris. Bandung: ITB
Headquartes Department of The Army USA, 1996, Training Circular
N0 9-524 : Fundamentals of Machine Tools , Headquartes
Department of The Army USA : Washington DC
___________________________________________Daftar Pustaka
Teknik Pemesinan
John W. Sutherland, 1998, Turning (www.mfg.mtu.edu/marc/
primers/turning/turn.html), Michigan Technological University's
Turning Information Center : Michigan
----------------, 2007, A TUTORIAL ON CUTTING FLUIDS IN MACHINING.
http://www.mfg.mtu.edu/testbeds/cfest/fluid.html#cfintro_name.
Taufiq Rochim, (1990). Teori Kerja Bor. Bandung: Politeknik Manufaktur
Bandung.
Taufiq Rochim, (1993). Teori & Teknologi Proses Pemesinan. Bandung:
Proyek HEDS.
The Hong Kong Polytechnic University, 2007, Basic Machining andFitting.
http://mmu.ic.polyu.edu.hk/handout/handout.htm
The Hong Kong Polytechnic University, 2007, Marking Out,
Measurement,Fitting&Assembly.
http://mmu.ic.polyu.edu.hk/handout/handout.htm
The Hong Kong Polytechnic University, 2007, Metal Cutting Processes1–
Turning. http://mmu.ic.polyu.edu.hk/handout/handout.htm
The Hong Kong Polytechnic University, 2007, Metal Cutting Processes2-
Milling., http://mmu.ic.polyu.edu.hk/handout/handout.htm
The Hong Kong Polytechnic University, 2007, Safety Instruction,
Langganan:
Postingan (Atom)